REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) mulai membuka pemeriksaan saksi-saksi dalam pengusutan awal dugaan korupsi dalam pemberian fasilitas kredit PT Sritex. Pada Kamis (8/5/2025) tim penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) memeriksa inisial YBS selaku accounting manager PT Senang Kharisma Textile yang merupakan anak perusahaan dari Group Sritex.
Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Harli Siregar mengatakan, YBS diperiksa sebagai saksi. “Ini sedang berlangsung hari ini (pemeriksaan YBS),” kata Harli di Kejagung, Jakarta, Kamis (8/5/2025).
Menurut Harli, tim penyidikan akan terus menyampaikan perkembangan mengenai proses pengusutan korupsi dalam pemberian fasilitas kredit yang berujung pada kebangkrutan perusahaan tekstil terbesar di Asia Tenggara itu. Pekan lalu, Harli menyampaikan tim penyidikan di Jampidsus juga sudah meminta keterangan dari sejumlah perusahaan perbankan dalam pengusutan kasus yang sama. Namun Harli belum bersedia membeberkan nama-nama perusahaan bank yang diperiksa itu.
“Dari bank-bank daerah, sudah diperiksa sebelumnya,” kata Harli pekan lalu. Penyidikan korupsi di PT Sritex pertama kali disampaikan Jampidsus Febrie Adriansyah.
Kepada Republika, Febrie mengungkapkan penyidikan sudah berjalan sejak akhir 2024. “Sudah penyidikan,” kata Febrie, Kamis (1/5/2025) lalu.
Febrie menjelaskan fokus penyidikan yang dilakukan timnya terkait dengan adanya dugaan penyimpangan dalam pemberian fasilitas kredit sejumlah perusahaan perbankan milik pemerintah kepada PT Sritex. PT Sritex adalah perusahaan tekstil yang berbasis di Sukoharjo, Jateng.
Perusahaan tersebut merupakan korporasi tekstil terbesar di Indonesia. Pada 21 Oktober 2024 melalui putusan pengadilan niaga, perusahaan yang beroperasi sejak 1966 tersebut dinyatakan bangkrut atau pailit. Kondisi tersebut berujung pada pemutusan hubungan kerja terhadap sedikitnya 11 ribu pekerja. Pada 1 Maret 2025 perusahaan yang sudah 59 tahun beroperasi tersebut, sayonara tutup permanen.
Sebelum mengumumkan penghentian operasional, tim kurator dari PT Sritex pada Januari 2025 sempat mengumumkan catatan utang-piutang setotal Rp 29,8 triliun. Jumlah tersebut dari sebanyak 1.654 kreditur. Namun dikatakan PT Sritex memiliki utang setotal Rp 4,2 triliun. Catatan utang tersebut, Rp 2,9 triliun di antaranya kepada Bank BNI; Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten senilai Rp 611 miliar; Rp 185 utang kepada Bank DKI; dan Rp 502 miliar kepada Bank Pembangunan Daerah Jawa Tengah (Jateng).
