REPUBLIKA.CO.ID, PURWAKARTA — Menteri Komunikasi dan Digital, Meutya Hafid, menegaskan perlunya intervensi dari pemerintah pusat dan kolaborasi antarlembaga untuk terus menurunkan angka kasus judi online (judol) di Indonesia. Salah satu langkah yang diambil adalah kerja sama dengan Bareskrim Polri dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
“Memang sudah dijabarkan bahwa ada penurunan, namun demikian ada potensi naik juga kalau tanpa intervensi pemerintah,” ujarnya.
Meutya menyampaikan, berdasarkan catatan PPATK pada kuartal I 2025, nilai transaksi judi online yang sebelumnya mencapai Rp 90 triliun pada Januari hingga Maret 2024 kini merosot tajam menjadi Rp 47 triliun.
Sementara itu, Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemkomdigi) telah melakukan audiensi dengan Kapolri dan Kabareskrim untuk terus menurunkan angka kasus judi online. Intervensi dari pemerintah pusat dinilai penting agar angka tersebut tidak kembali meningkat.
Dalam upaya menekan kasus judol, Polri juga telah menangkap pelaku dan menyita aset senilai Rp 328,78 miliar, serta obligasi senilai Rp 276,6 miliar.
Meutya menekankan pentingnya kerja sama semua pihak, termasuk pemerintah daerah, dalam memerangi judi online yang kini juga menyasar anak-anak di bawah umur melalui akses internet.
“Ada catatan memang ini turun, tapi pemerintah tidak menganggap ini sudah cukup karena angkanya masih tinggi. PPATK juga mengingatkan, tanpa intervensi, nilainya bisa naik ke Rp 1.200 triliun. Nah, bagaimana caranya mengintervensi agar di 2025 tidak sampai Rp 1.100–1.200 triliun, itulah yang perlu kerja sama semua pihak,” ujar Meutya.
Ia pun mengapresiasi langkah Pemerintah Provinsi Jawa Barat yang menerapkan pendidikan militer bagi remaja untuk menjauhkan mereka dari pengaruh gawai dan menekan angka judi online, yang diketahui cukup tinggi sepanjang 2024.
Meutya berharap, kolaborasi antara pemerintah pusat, daerah, sektor pendidikan, dan masyarakat dapat menurunkan angka kasus judi online secara nasional demi menyelamatkan masa depan bangsa.