Selasa 17 Jun 2025 14:22 WIB

Beda Pendapat dengan JK, Menko Yusril Jelaskan Posisi MoU Helsinki dalam Sengketa 4 Pulau Aceh-Sumut

Yusril mengatakan, batas antarkabupaten di Provinsi Aceh sendiri juga tak disebutkan.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Mas Alamil Huda
Pulau Panjang, salah satu pulau yang disengketakan Aceh dan Sumatra Utara.
Foto: Google Maps
Pulau Panjang, salah satu pulau yang disengketakan Aceh dan Sumatra Utara.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra menegaskan, MoU Helsinki dan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1956 tidak dapat dijadikan referensi utama dalam menentukan status kepemilikan empat pulau di Aceh dan Sumatra Utara (Sumut). Keempat pulau itu adalah Pulau Lipan, Pulau Panjang, Pulau Mangkir Gadang, dan Pulau Mangkir Ketek.

"Perjanjian Helsinki menyebutkan bahwa wilayah Aceh adalah wilayah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom Provinsi Aceh dan Perubahan Peraturan Pembentukan Provinsi Sumatra Utara," kata Yusril melalui keterangan tertulis di Jakarta pada Selasa (17/6/2026).

Baca Juga

Yusril menjelaskan UU 24/1956 hanya menyebutkan Provinsi Aceh terdiri atas beberapa kabupaten tanpa menyebutkan batas-batas wilayah yang jelas antara Provinsi Aceh dengan Provinsi Sumut. Bahkan, menurut Yusril, batas antarkabupaten di Provinsi Aceh sendiri juga tak disebutkan.

"Kabupaten Aceh Singkil yang sekarang bersebelahan dengan Kabupaten Tapanuli Tengah belum ada pada tahun 1956," ujar Yusril.

Yusril menerangkan, keempat pulau itu tidak disebutkan secara eksplisit dalam UU 24/1956 maupun dalam MoU Helsinki. Oleh karena itu, Yusril menilai kedua instrumen hukum tersebut tidak dapat dijadikan dasar penyelesaian status keempat pulau yang dipermasalahkan. Meskipun, UU 24/1956 itu telah dijadikan dasar bagi keberadaan Kabupaten Aceh Singkil sebagai hasil pemekaran dari Kabupaten Aceh Selatan pada tahun 1999.

"Keempat pulau yang dipermasalahkan antara Provinsi Aceh dengan Sumatra Utara sekarang ini tidak sepatah kata pun disebutkan, baik dalam UU 24/1956 maupun dalam MoU Helsinki. Karena itu saya mengatakan bahwa MoU Helsinki dan UU 24/1956 tidak bisa dijadikan sebagai referensi utama penyelesaian status empat pulau yang dipermasalahkan," ucap Yusril.

Menurut Yusril, penyelesaian batas wilayah, baik darat maupun laut antardaerah harus merujuk pada Undang-Undang 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah terakhir kali dengan UU Nomor 9 Tahun 2015. Dalam praktiknya, beberapa undang-undang pemekaran daerah telah mencantumkan titik koordinat yang jelas, namun ada pula yang belum.

"Pemekaran provinsi hanya menyebutkan terdiri atas kabupaten dan kota, sedangkan pemekaran kabupaten/kota hanya menyebutkan kecamatannya saja. Selanjutnya, UU memberikan delegasi kewenangan kepada Mendagri untuk mengatur tapal batas wilayah dengan Peraturan Mendagri," ucap Yusril.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement