REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW - Kemungkinan penutupan Selat Hormuz oleh Iran tidak akan menyelamatkan negara mana pun dari dampak gejolak harga minyak. Menurut lembaga Dana Investasi Langsung Rusia (RDIF) Kirill Dmitriev, dampak penutupan Selat Hormuz juga akan sangat merugikan Amerika Serikat (AS).
Pihak berwenang Iran telah beberapa kali menyatakan bahwa mereka berhak menutup Selat Hormuz dalam merespons serangan Israel. Parlemen Iran pada Ahad sepakat bahwa Selat Hormuz harus ditutup, kata Esmail Kowsari, yang merupakan anggota Komisi Keamanan Nasional dan Kebijakan Luar Negeri parlemen.
"Harga minyak ditetapkan secara global. Jika Selat Hormuz ditutup, AS tidak akan luput. Tidak ada yang kebal terhadap guncangan minyak global -harga di stasiun pengisian bahan bakar akan (melonjak)," kata Dmitriev di X.
Menurut data perdagangan, hingga Ahad pukul 23.48 waktu setempat, minyak mentah Brent diperdagangkan naik 2,45 persen senilai 77,33 dolar AS (sekitar Rp1,27 juta) per barel di tengah meningkatnya konflik antara Iran dan Israel.
Menteri Luar Negeri (Menlu) AS Marco Rubio sebelumnya meminta China mendorong Iran agar tidak menutup Selat Hormuz. Parlemen Iran dikabarkan telah setuju untuk menutup jalur strategis pengiriman minyak tersebut setelah AS melancarkan serangan ke fasilitas nuklir Iran.
"Saya mendorong Pemerintah China di Beijing untuk menghubungi mereka (Iram) tentang hal itu (potensi penutupan Selat Hormuz), karena mereka sangat bergantung pada Selat Hormuz untuk minyak mereka," kata Rubio ketika diwawancara Fox News dalam program "Sunday Morning Futures with Maria Bartiromo” pada Ahad (22/6/2025).