REPUBLIKA.CO.ID, SOLO -- Bergabungnya Presiden RI ke-7 Joko Widodo ke dalam tubuh Partai Solidaritas Indonesia (PSI) dianggap akan mempengaruhi peta politik nasional. PSI yang kini memiliki logo 'gajah' punya kesempatan luas untuk bersaing dengan parpol lain, terutama di Jawa Tengah.
Sudah menjadi rahasia umum, Jawa Tengah selama ini menjadi lumbung suara dari PDIP, baik dalam pemilih presiden maupun legislatif. Saat Jokowi masih bergabung dengan PDIP, partai banteng itu selalu menang mutlak. Pada 2019, PDIP meraih 26 kursi dari total 77 kursi DPR RI yang diperebutkan di Dapil Jawa Tengah.
Namun dengan masuknya Jokowi ke PSI, lumbung suara atau pendukung mantan wali kota Solo itu berpeluang untuk ikut.
Pengamat Politik Abdul Hakim, PSI tengah membidik provinsi ini sebagai kandang elektoral baru—dan kunci dari upaya itu adalah sosok Presiden ke-7 Republik Indonesia, Joko Widodo.
“Faktanya, Pak Jokowi punya ikatan emosional yang sangat kuat dengan warga Jawa Tengah. Itu bukan semata karena asal-usulnya dari Solo, tapi juga karena masyarakat Jawa Tengah merasakan langsung berkah ekonomi selama pemerintahan Jokowi," kata Abdul saat dihubungi Republika, Selasa (22/7/2025).
Ia mencontohkan pertumbuhan industri yang pesat di wilayah pesisir utara seperti Batang, Kendal, hingga Pemalang. Pabrik-pabrik baru bermunculan, menciptakan lapangan kerja dan mengubah lanskap ekonomi lokal. “Karakter masyarakat Jawa Tengah itu, kalau merasa dibantu nasibnya mereka cenderung akan loyal,” katanya.
Menurut Abdul, PSI sebelumnya sering dicap sebagai partai “gaya Jaksel”—yakni partai dengan citra elite urban, progresif secara gaya, tapi kurang menyentuh akar masyarakat. Namun, sejak mendapatkan dukungan terbuka dari Jokowi dan menunjuk putranya, Kaesang Pangarep, sebagai ketua umum, arah partai mulai bergeser.
“(PSI mulai) mendapatkan angin elektoral setelah didukung Pak Jokowi. Dan yang paling merespons antusias justru warga Jawa Tengah. Karena itu, Solo bukan hanya lokasi kongres, tapi simbol strategi politik baru PSI," katanya.
Baginya, pemilihan Solo Jawa Tengah sebagai titik mula rebranding PSI sangat strategis, serta mempertimbangkan basis sosio kultural dan emosional Jokowi di kota itu.
“Nah melihat dari fakta historis ini, saya kira PSI akan menjadi Jawa Tengah sebagai kandang 'Gajah'. Itu sih yang saya baca. Dan itu cocok karena selama ini PSI belum punya akar yang kuat secara regional. Dan dengan adanya Pak Jokowi, Jawa Tengah berpotensi menjadi basis massa mereka," katanya.
"Sosio kultural menurut saya itu frasa yang pas sekali. Jadi menempatkan Jawa Tengah sebagai basis massa PSI itu sesuai dengan watak sosio-kultural, psikologis masyarakat Jawa Tengah," katanya menambahkan.
Salah satu kekuatan strategi PSI, menurut Abdul, adalah kemampuannya menyesuaikan diri dengan kultur Jawa. Ia juga menilai PSI kini mengusung platform yang lebih membumi dan mudah dipahami masyarakat bawah.
“Mereka tidak malu-malu untuk mengusung Pak Jokowi. Kemudian anaknya menjadi ketua partai secara normatif dalam kerangka demokrasi barat. Itu mungkin terlihat kurang etis," katanya.
"Tetapi bagi masyarakat Jawa itu sesuatu yang sangat normal dan bisa diterima. Sudah menjadi praktik sehari-hari bahwa orang memprioritaskan keluarganya, percaya pada anggota keluarganya, hal-hal semacam itu," katanya menambahkan.
Tantangan dominasi PDIP
Langkah PSI, kata Abdul, juga bisa dibaca sebagai tantangan terhadap dominasi PDI Perjuangan (PDIP) di Jawa Tengah. Meski selama ini dikenal sebagai kandang banteng, menurutnya provinsi ini mengalami pergeseran demografis dan kultural yang signifikan, khususnya yang terjadi pada mayoritas pemilih.
View this post on Instagram