Ahad 27 Jul 2025 07:57 WIB

Dinilai Antiklimaks, ICW Soroti Ringannya Vonis untuk Hasto dan Lemahnya Pasal Tipikor

Penghilangan alat bukti dan larinya HM seharusnya dinilai menghalangi penegakan hukum

Rep: Muhammad Noor Alfian Choir/ Red: A.Syalaby Ichsan
Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto usai menjalani sidang pembacaan putusan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Jumat (25/7/2025). Majelis hakim menjatuhkan vonis 3 tahun 6 bulan serta denda Rp250 juta subsider pidana kurungan selama 3 bulan terhadap Hasto Kristiyanto karena dinilai terbukti bersalah terkait pengurusan pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR periode 2019-2024 untuk Harun Masiku.
Foto: Republika/Prayogi
Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto usai menjalani sidang pembacaan putusan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Jumat (25/7/2025). Majelis hakim menjatuhkan vonis 3 tahun 6 bulan serta denda Rp250 juta subsider pidana kurungan selama 3 bulan terhadap Hasto Kristiyanto karena dinilai terbukti bersalah terkait pengurusan pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR periode 2019-2024 untuk Harun Masiku.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Indonesia Corruption Watch (ICW) menyayangkan putusan Majelis Hakim terhadap Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, yang divonis 3,5 tahun penjara dalam kasus suap terkait Pergantian Antar Waktu (PAW) anggota legislatif hasil Pemilu 2019. ICW menilai, vonis itu menjadi antiklimaks dari upaya panjang penegakan hukum dalam kasus suap yang menyeret nama Komisioner KPU Wahyu Setiawan dan Harun Masiku dari PDIP. 

Dalam siaran pers yang diterima Republika, Sabtu (26/7/2025), ICW menyoroti putusan hakim yang menyatakan Hasto tidak terbukti melakukan perintangan penyidikan. Putusan itu dinilai memperlihatkan kelemahan dalam Pasal 21 UU Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), yang hanya mengatur larangan perintangan pada tahapan penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan.

Baca Juga

“Putusan hakim yang menyebut Hasto Kristiyanto tidak terbukti melakukan perintangan penyidikan bukan semata-mata dikarenakan tidak terjadinya perbuatan berupa perintah untuk merendam handphone, tetapi lebih dikarenakan belum dimulainya tahapan penyidikan yang dalam pandangan hakim ditandai dengan dikeluarkannya surat perintah penyidikan (sprindik),” ujar Koordinator ICW, Almas Sjafrina.

ICW juga menilai bahwa penghilangan alat bukti dan pelarian Harun Masiku harus dilihat sebagai bagian dari perintangan penegakan hukum. Perintah kepada Harun untuk merendam ponsel dan melarikan diri diduga kuat terjadi pasca-Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK terhadap Wahyu Setiawan pada 8 Januari 2020. Namun karena belum adanya Surat Perintah Penyidikan (Sprindik), hakim memutuskan tidak ada unsur perintangan.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
اِذْ اَنْتُمْ بِالْعُدْوَةِ الدُّنْيَا وَهُمْ بِالْعُدْوَةِ الْقُصْوٰى وَالرَّكْبُ اَسْفَلَ مِنْكُمْۗ وَلَوْ تَوَاعَدْتُّمْ لَاخْتَلَفْتُمْ فِى الْمِيْعٰدِۙ وَلٰكِنْ لِّيَقْضِيَ اللّٰهُ اَمْرًا كَانَ مَفْعُوْلًا ەۙ لِّيَهْلِكَ مَنْ هَلَكَ عَنْۢ بَيِّنَةٍ وَّيَحْيٰى مَنْ حَيَّ عَنْۢ بَيِّنَةٍۗ وَاِنَّ اللّٰهَ لَسَمِيْعٌ عَلِيْمٌۙ
(Yaitu) ketika kamu berada di pinggir lembah yang dekat dan mereka berada di pinggir lembah yang jauh sedang kafilah itu berada lebih rendah dari kamu. Sekiranya kamu mengadakan persetujuan (untuk menentukan hari pertempuran), niscaya kamu berbeda pendapat dalam menentukan (hari pertempuran itu), tetapi Allah berkehendak melaksanakan suatu urusan yang harus dilaksanakan, yaitu agar orang yang binasa itu binasa dengan bukti yang nyata dan agar orang yang hidup itu hidup dengan bukti yang nyata. Sungguh, Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui.

(QS. Al-Anfal ayat 42)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement