REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA-- Belum lama mendapatkan tambahan frekuensi 3G sebanyak 5 Mhz, Telkomsel kembali mengajukan tambahan frekuensi 2.1 Ghz sebanyak 5 Mhz ke pemerintah. Rupanya perkembangan pertumbuhan layanan mobile data yang cepat telah mendorong Telkomsel untuk mengajukan penambahan frekuensi baru.
Dengan dukungan frekuensi yang memadai, suatu operator seperti Telkomsel akan mampu menyediakan layanan broadband yang memadai pula. Setidaknya, dengan frekuensi baru Telkomsel bisa meningkatkan kapasitas yang dimiliki, sehingga mampu meningkatkan pula kualitas layanan broadband yang kini berkembang menjadi kebutuhan dasar masyarakat.
''Setelah layanan dasar telekomunikasi seperti telepon dan pesan singkat terpenuhi, kebutuhan masyarakat akan meningkat menjadi kebutuhan akan layanan yang berpusat pada data. Broadband akan menjadi kebutuhan dasar masyarakat,'' kata Direktur Utama Telkomsel, Sarwoto Atmosutarno.
Mengantisipasi terjadinya transformasi seperti ini, Telkomsel telah lama melakukan antisipasi. Dari sisi teknologi, misalnya, Telkomsel telah melakukan up grade jaringan serta mengimplementasikan teknologi terbaru. Mulai dari implementasi 3G, HSDPA, HSPA+ hingga ujicoba teknologi Long Term Evolution (LTE).
Teknologi terbaru yang diimplementasikan tidak saja menawarkan layanan-layanan baru, namun juga memiliki kapasitas yang lebih besar serta biaya operasional yang semakin efisien. Ujung-ujungnya, pelanggan akan mendapatkan layanan terkini, kualitas yang lebih baik dengan tarif yang semakin terjangkau.
Selanjutnya, untuk memperluas layanan Telkomsel juga membangun infrastruktur baru, mengingat masih terbatasnya transmisi jaringan untuk mendukung layanan broadband. Dalam dua tahun terakhir, Telkomsel telah mampu mengembangkan broadband City di 25 kota. Rencananya, hingga akhir tahun 2011 Telkomsel akan membangun 40 broadband city di Indonesia.
Broadband memang tengah menjadi pusat perhatian. Investasi besar dialokasikan untuk mendukung pengembangan broadband. Sarwoto mengungkapkan bahwa pada tahun 2011 Telkomsel mengalokasikan belanja modal 1,1 miliar dolar AS atau sekitar Rp 10,9 triliun. '' Sebanyak 60 persen diantaranya dialokasikan untuk pengembangan broadband,'' kata Sarwoto.
Belanja modal yang dialokasikan Telkomsel untuk pengembangan broadband, ternyata jauh lebih tinggi dibandingkan dengan belanja modal total dua operator seluler besar di Indonesia. Tahun ini belanja modal dua operator itu masing-masing sekitar 500 juta dolar AS. Fenomena ini, tak urung, menggambarkan betapa serisunya Telkomsel menggarap sektor ini.
Broadband telah lama menjadi roadmap Telkomsel. Tahap awal dikembangkan 40 broadband city. Namun belajar dari pengalaman, program ini tampaknya tidak berhenti pada 40 kota saja. Tidak tertutup kemungkinan Telkomsel memperluas ke berbagai kota lain sesuai dengan kebutuhan serta ketersediaan dukungan infrastruktur di kota bersangkutan.
Yang menarik, pengembangan layanan broadband tidak hanya difokuskan di kota-kota besar di Jawa, atau kota-kota potensial di wilayah Indonesia Bagian Barat saja. Telkomsel juga memberikan perhatian untuk pengembangan broadband untuk wilayah Indonesia bagian Timur.
Upaya itu, antara lain peningkatan kapasitas jaringan broadband yang menghubungkan Jawa-Makassar-Ambon-Papua menggunakan transmisi satelit IDR ( intermediate data rate) tahun 2009. IDR menjadi pilihan karena untuk koneksi dikawasan ini belum didukung transmisi serat optic atau terrestrial. Melalui pendekatan ini, Telkomsel mendapat tambahan kapasitas sebanyak 930 Mbps.
Dengan adanya penambahan kapasitas, Telkomsel berharap penambahan kapasitas bisa meningkatkan kualitas dan kapasitas jaringan sehingga sasaran high performance broadband network bisa dicapai. Singkatnya apa yang bisa dinikmati pelanggan di wilayah Barat Indonesia juga bisa dinikmati oleh masyarakat di wilayah lain.
Seiring dengan penambahan kapasitas, Telkomsel melakukan perubahan system koneksi dari tipe koneksi berbasis E1 beralih ke koneksi bundling STM-1 ( Synchrounuse Transfer Mode 1). Atau STM1 setara dengan 63 E1 atau 155 Mbps. Penerapan link dalam bentuk STM1 berbasis internet protocol, tercatat sebagai yang pertama di dunia. Untuk dukungan broadband di kawasan ini, Telkomsel menyiapkan enam link STM1. Untuk setiap STM1 membutuhkan dukungan dua transponder satelit. Pada program ini, menggunakan tiga satelit.
Masih di kawasan Timur, Telkomsel bersama induknya, Telkom Indonesia telah membangun jaringan fiber optik di wilayah Bali dan Nusatenggara, dari Denpasar hingga Kupang. Transmisi baru telah bisa digunakan pada awal tahun ini. Ketersediaan infrastruktur baru, tentu saja bisa dinimati masyarakat, pelaku usaha maupun kalangan pemerintahan, baik untuk kebutuhan yang bersifat personal, dukungan bagi peningkatan kinerja kelembagaan maupun peningkatan pelayanan kepada masyarakat.
Internet memang tengah booming di Indonesia. Keterbatasaan akses, menjadikan penggunaan internet di Indonesia berbeda dibandingkan dengan di kebanyakan negara. Bila di banyak negara umumnya penggunaan internet dimulai dengan menggunakan personal computer kemudian berkembang ke perangkat portabel seperti ponsel dan tablet, di Indonesia yang terjadi justru sebaliknya. Orang mengenal internet dari ponsel dan mulai menggunakan pertama kali dengan memanfaatkan ponsel yang dimiliki.
Wajar jika operator seperti Telkomsel fokus pada layanan mobile internet. ''Pertumbuhan pengguna layanan mobile sangat tinggi. Saat ini sekitar 40 persen pelanggan Telkomsel atau sekitar 40 juta pelanggan menggunakan layanan ini. Jumlah itu akan terus mengalami peningkatan. Ini sebuah tantangan bagi kami dalam menyediakan layanan data,'' kata Sarwoto.
Kebutuhan akan layanan data disebut Sarwoto tidak bisa dihindari lagi, karena pola komunikasi pelanggan layanan seluler juga telah mengalami perubahan. Misalnya pergeseran pemanfaatan pesan singkat seperti SMS ke instant messaging. Situasi ini, tak urung, mendorong Telkomsel melakukan transformasi.
''Kita mulai meninggalkan pemikiran mengenai berapa minute of usage pelanggan atau berapa trafik SMS pelanggan. Sekarang pemikiran kami adalah berapa bandwith yang harus disiapkan untuk masing-masing pelanggan. Berapa bits kecepatan yang dibutuhkan oleh rata-rata pelanggan. Ini sebuah tantangan baru. Kami optimistis Telkomsel mampu menghadapi tantangan itu,'' ujar Sarwoto kemudian.
Disisi lain, broadband juga mendukung transformasi Telkomsel menuju beyond telecommunication dengan menyediakan layanan yang berpusat pada data. Broadband juga memungkinkan Telkomsel mengembangkan new bussines lebih optimal, seperti layanan mobile digital langit music , mobile wallet Telkomsel Cash serta mobile advertising. Ada banyak hal yang bisa dilakukan. Ujung-ujungnya revenue meningkat dan kontribusi terhadap pendapatan Negara juga akan meningkat pula.
Tak hanya berpikir soal kapasitas dan speed, Telkomsel menurut Sarwoto juga dihadapkan pada persoalan mengenai transmisi. ''Transmisi sangat terbatas sekali. Kami harus menyiapkan investasi yang besar untuk bisa menyediakan layanan broadband,'' paparnya. Persoalan menjadi rumit tatkala operator seperti Telkomsel harus berhitung soal revenue karena menurut Sarwoto, '' Tarif layanan data cenderung mengalami penurunan sehingga margin juga terus tergerus, sementara kita harus mengalokasikan investasi besar untuk mendukung layanan ini.''
Investasi dan revenue seolah menjadi sebuah dilema pada industri telekomunikasi di Indonesia, dari waktu ke waktu. Dalam situasi ini pemerintah selayaknya turun tangan. ''Menjadikan broadband sebagai public service obligation akan memberi dampak positif bagi akselerasi broadband di Indonesia,'' kata Sarwoto
PSO hanyalah salah satu solusi. Ada pendekatan lain yang bisa dikembangkan, seperti mewujudkan ICT Fund atau memberi insentif kepada operator yang serius membangun jaringan broadband. Insentif dimaksud antara lain membebaskan operator membayar iuran universal service obligation tahunan.
Model PSO telah diterapkan di banyak negara, seperti Singapura dan Malaysia. Melalui kebijakan ini pemerintah setempat bisa merumuskan berapa bandwith minimal yang harus di sediakan untuk setiap keluarga, termasuk kemungkinan pengembangan ke depan. Di Singapura, misalnya, masing-masing keluarga mendapat alokasi 250 Mb dan tengah ditingkatkan menjadi 1 GB.