Senin 28 Oct 2013 20:49 WIB

Wah, Mahasiswa Surabaya Ciptakan 'Game' Wisata

Handphone  (ilustrasi)
Foto: Wihdan Hidayat/Republika
Handphone (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Dua mahasiswa Universitas Petra Surabaya dari Program Studi Desain Komunikasi Visual (DKV) menciptakan 'game' pengenalan berbagai lokasi tujuan wisata khas Indonesia, seperti Borobudur, Keraton Yogyakarta, Raja Ampat, dan sebagainya.

"Game yang dapat diakses dari smartphone itu memang untuk mengenalkan bangunan budaya, rumah adat, alat musik, dan sejenisnya dengan gadget. Jadi, kita mengenalkan budaya tanpa melawan modernitas agar pas bagi anak-anak muda," kata Yoel Putra di kampus setempat, Senin.

Didampingi rekannya Gregorius Erwin Sebastian, ia menjelaskan karyanya itu menyabet Piala Silver untuk kategori student advertising dalam "Pinasthika Creativestival 2013" yang digelar Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (P3I) di Yogyakarta pada 20 Oktober 2013 atau selang delapan hari menjelang Sumpah Pemuda.

"Penghargaan yang kami raih itu kami beri tagline yang cukup gaul bagi anak-anak muda yakni TAK SEMUA ORANG TAU. Kalau di-klik gambarnya akan muncul pertanyaan, gambar apa? Kalau bisa menjawab akan mendapatkan poin, tapi kalau tidak bisa akan ada petunjuk, sehingga pemakainya bisa belajar langsung," katanya.

Dalam ajang "Pinasthika Creativestival 2013" itu, pihaknya tidak hanya merancang "game" tentang wisata dan budaya Indonesia, melainkan juga aksesoris pelayan angkringan di Yogyakarta yang desainnya gaul tapi mengandung unsur adat, seperti jaket jeans dengan motif batik di bagian atas serta topi adat.

"Selain itu, ada taplak meja yang poster untuk menebak gambar berbagai budaya dan tempat wisata seperti dalam game itu, ada pula poster yang dipajang di lokasi angkringan yang juga menebak gambar budaya dan tempat wisata. Semua poster itu ada poin dan peraih poin dalam jumlah tertentu akan mendapatkan voucher wisata yang bukan ke luar negeri," katanya.

Menurut mahasiswa semester V itu, implementasi aksesoris pelayan angkringan, taplak meja angkringan berupa poster, dan poster dinding di tempat angkringan itu sangat bergantung Keraton Yogyakarta yang memberi topik untuk sejumlah peserta.

"Tapi, kalau game tentang wisata dan budaya itu bisa diaplikasikan. Intinya, kami tidak menolak budaya Barat dan K-Pop, tapi kami menawarkan saingan untuk itu lewat sarana modern agar anak-anak muda mempunyai alternatif dan akhirnya meyakini bahwa budaya miliknya lebih baik," katanya.

Kuartet Robek Bendera

Dalam waktu yang sama (20/10), tim mahasiswa Universitas Petra Surabaya dari Program Studi Desain Komunikasi Visual (DKV) yang mengikuti kompetisi secara individual yakni Nicholas Handy Budiono juga menyabet piala silver dalam kategori "Graphic Desain" (packaging).

"Saya merancang kemasan kartu kuartet yang terinspirasi oleh peristiwa perobekan bendera Belanda di Hotel Yamato yang terkait dengan peristiwa Pertempuran 10 November 1945. Untuk membuka kemasan itu harus dilakukan dengan merobek bagian dari kemasan yang berwarna biru, sehingga tinggal warna merah dan putih," katanya.

Ia menjelaskan warna merah-putih-biru merupakan bendera Belanda dan bila warna biru dibuang dengan menyisakan warna merah dan putih yang berarti bendera Indonesia. "Saya ingin agar para pahlawan Indonesia tetap dikenang yang rasanya saat ini mulai berkurang," katanya.

Oleh karena itu, permainan kuartet yang idealnya dimainkan empat orang tapi bisa juga lebih banyak dari itu memiliki 13 kategori kartu bergambar pahlawan, yakni pahlawan kemerdekaan, pahlawan proklamasi, pahlawan nasional, pahlawan wanita, presiden, wapres, dan tokoh pemimpin 2013, seperti Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) dan Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini.

"Tapi, kami juga memberikan empat kartu tambahan untuk meramaikan permainan, yakni kartu bertuliskan merdeka, gerilya, penjajah, dan 2 x kesempatan. Kalau merdeka berarti bebas mengambil kartu dari semua peserta," katanya.

Sementara itu, jikalau gerilya berarti hanya bisa ambil kartu yang di tengah meja permainan tapi tidak bisa meminta. Kalau penjajah berarti semua kartu miliknya ditunjukkan kepada peserta lain. "Kalau 2 x kesempatan berarti bisa meminta sebanyak dua kali," katanya.

Ia menambahkan kemasan dan kartu kuartet yang dirancang itu bertujuan mengenalkan pahlawan dan namanya serta gambar wajah pahlawan yang dimaksud, karena gambarnya ada dalam kartu, meski hanya berupa lukisan wajah.

"Rencananya, saya akan menyempurnakan permainan kuartet Peristiwa 10 November 1945 dan rangkaiannya itu, kalau sudah akan saya produksi untuk dilempar ke pasaran," katanya.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement