Jumat 25 Aug 2017 18:53 WIB

Pengamat: Saracen Bukan Produk Jurnalisme

Rep: Rahma Sulistya/ Red: Qommarria Rostanti
Hoax. Ilustrasi
Foto: ABC News
Hoax. Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Informasi yang dihasilkan oleh sindikat Saracen dinilai tidak bisa disamakan dengan portal berita yang memuat berita-berita sesuai prinsip jurnalisme. Isi berita yang disajikan Saracen dinilai tidak memenuhi standar faedah jurnalisme, maupun Undang-Undang Pers yang berlaku.

Pengamat Informasi dan Teknologi, Rubi Alamsyah, melihat informasi yang disajikan situs penebar kebencian itu sebagian besar berisi hoax sebagai ungkapan kebencian. "Pihak kepolisian memang belum beri keterangan apakah informasi mereka hoax atau tidak, tapi intinya Saracen bukan sebuah informasi jurnalisme," ujarnya saat dihubungi Republika.co.id via sambungan telepon, Jumat (25/8).

Dalam sebuah informasi jurnalisme, kata Rubi, perlu adanya data valid, klarifikasi, verifikasi, dan konfirmasi dari kedua sisi yang sedang diberitakan. Sementara Saracen tidak mengikuti etika-etika jurnalisme serta undang-undang (UU), bahkan informasi yang disajikan hanya berisi ujaran kebencian.

Walaupun penyebaran kebencian oleh Saracen hanya dilakukan dari dunia maya, namun diyakini akan memberikan efek yang sangat besar. Kemudian, kata dia, Saracen berbeda dengan akun-akun di Instagram misalnya, yang sudah sejak lama membuat akun-akun ujaran kebencian. "Kalau akun-akun itu kan lebih kepada satu individu, tapi kalau ini (Saracen) mencoba framing masyarakat umum yang awam sehingga menginformasikan informasi yang salah secara terus-menerus, hingga masyarakat menganggap itu sebuah kebenaran," kata dia.

Surat Edaran Polri tegas menyebutkan, bisa memidanakan akun-akun dalam aplikasi yang menyebarkan ujaran kebencian dengan sangkaan menggunakan UU ITE, seperti fitnah, pencemaran nama baik, akses ilegal (hacking).

"Akun-akun itu bisa dipidanakan ya tergantung kontennya, ini benar-benar berisi ujaran kebencian atau tidak. Kembali lagi selain digital forensik, dibutuhkan juga ahli bahasa yang bisa menentukan kalimat mana saja yang mengandung hate speech," kata dia.

Rubi mengatakan tiga tersangka Saracen akan dijerat pasal-pasal dalam Undang-Undang ITE atas ujaran kebencian dengan fitnah dan pencemaran nama baik. Namun, tidak menutup kemungkinan, pelaku juga akan dijerat pasal-pasal lainnya.

Hasil pantauan Tim Patroli Siber, terdapat 800 ribu akun yang mirip dengan Saracen. Saracen juga merupakan bagian dari grup-grup lainnya yang menyebarkan informasi-informasi mengandung isu suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) dan menyebabkan kebencian. Adapun tersangka yang sudah diamankan, yakni JAS, MFT dan SRN. MFT merupakan ketua grup dan berperan merekrut para anggota, sedangkan SRN merupakan koordinator grup wilayah.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini

Apa yang paling menarik bagi Anda tentang Singapura?

1 of 7
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement