Selasa 30 Jan 2018 13:25 WIB

Jaksa New York Selidiki Perusahaan Penjual Pengikut Palsu

Beberapa diantaranya bahkan menyalin informasi pribadi pengguna secara nyata.

Rep: Zahrotul Oktaviani/ Red: Winda Destiana Putri
Media sosial
Foto: pixabay
Media sosial

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Jaksa Agung New York Eric T. Schneiderman pada hari Sabtu membuka sebuah penyelidikan terhadap perusahaan yang menjual jutaan followers atau pengikut palsu di beberapa platform media sosial. Beberapa diantaranya bahkan menyalin informasi pribadi pengguna secara nyata.

Perusahaan tersebut diketahui bernama Devumi. Perusahaan ini menjual pengikut palsu secara otomatis ke beberapa kumpulan selebriti, bintang olahraga, wartawan, bahkan politisi seperti yang dirilis dari New York Times. Sementara kantornya berbasis di Florida, Devumi mengklaim di situsnya berbasis di New York City.

Sedikitnya 55.000 akun 'bot' Devumi menggunakan nama, gamabr, kota asal, dan rincian lainnya yang diambil dari orang-orang di Twitter. Penggunanya diambil dari wilayah setiap negara bagian AS, termasuk New York, dan belasan negara lainnya.

"Peniruan identitas dan penipuan adalah hal yang ilegal menurut hukum New York. Kami sedang membuka penyelidikan terhadap Devumi dan penjualan botnya dengan menggunakan identitas yang dicuri," tulis Schneiderman di akun Twitter miliknya.

Penyelidikan ini merupakan yang terbaru dari serangkaian pertanyaan federan dan beberapa negara bagian terhadap penyalahgunaan komersial dan politis dari akun palsu di media sosial. Puluhan juta akun palsu telah digunakan untuk menipu bisnis, mempengaruhi debat politik secara online, dan menarik pembeli.

Perusahaan yang bergerak di media sosial, termasuk Twitter dan Facebook telah menarik perhatian karena tidak mengambil suatu langkah besar untuk menyingkirkan mereka. Banyak akun yang diidentifikasi oleh The Times tampaknya melanggar kebijakan Twitter sendiri namun tetap aktif di platform media sosial selama bertahun-tahun, yang selalu mencuitkan dan mempromosikan pelanggan Devumi.

"Teknik yang digunakan Devumi pada platform kami dan yang lainnya seperti yang dijelaskan oleh artikel NYT hari ini telah melanggar kebijakan kami dan tidak dapat diterima oleh kami," ujar Twitter dalam sebuah pesan yang diunggah di akun hubungan media mereka pada Sabtu.

Schneiderman yang pertama kali terpilih pada tahun 2010 telah membawa serangkaian kasus yang berfokus pada dunia penipuan online, peniruan, dan pelecehan online yang sedang terjadi. Pada bulan Desember dia memulai penyelidikan tentang bagaimana Komisi Komunikasi Federal dibanjiri jutaan komentar palsu mengenai sebuah proposal untuk menghapus bersih peraturan netralis. Banyak komentar menggunakan nama dan alamat yang dipinjam dari orang sungguhan dan hampir selalu tanpa sepengetahuan mereka.

"Internet harus menjadi salah satu alat demokrasi yang paling hebat. Tapi saat ini semakin berubah menjadi taman bermain yang buram dan harus membayar untuk bermain," ujar Schneiderman.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement