REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perusahaan antariksa swasta SpaceX yang dipimpin oleh Elon Musk kini mulai fokus mewujudkan ambisinya untuk menciptakan satelit yang disebut proyek Starlink.Tidak tanggung-tanggung, Musk ingin membuat konstelasi raksasa hampir 12 ribu satelit mikro ke orbit bumi untuk memancarkan sinyal koneksi internet dari angkasa ke seluruh dunia.
Untuk mengawali konstelasi tersebut, SpaceX mulai mengirimkan dua satelit bernama Microsat-2a dan Microsat-2b yang kabarnya akan meluncur bersama roket Falcon 9 dari Markas Angkatan Udara AS Vanderberg di California, Ahad (18/2) waktu setempat. Kedua satelit tersebut dikabarkan menumpang roket yang sama dengan satelit observasi Bumi, Paz, yang dimiliki Spanyol.
Seperti dilansir dari The Verge, Senin (19/2), di masa yang akan datang ketika sudah lengkap, belasan ribu satelit mikro dalam misi Starlink akan terbagi menjadi dua kelompok. Pertama, terdiri dari 4.425 satelit yang akan mengorbit pada ketinggian 700 mil. Kedua, terdiri dari 7.518 satelt yang akan mengorbit diketinggian 200 mil dan beroperasi dengan sinyal radio dalam frekuensi yang berbeda.
Keraguan Terhadap Pembangunan Jaringan 5G di Amerika Serikat
Armada satelit raksasa tersebut akan mengorbit dan konon dapat memberikan konektivitas jaringan internet di seluruh dunia.
Sementara itu, merujuk pada sebuah proyeksi keuangan dari The Wall Street Journal pada tahun 2017 lalu,Starlink ini bisa menjadi sumber penghasil uang besar bagi SpaceX. Dalam proyeksi tersebut disebutkan bahwa SpaceX berharap bisa merangkul 40 juta pelanggan internet Starlink pada tahun 2025, dengan pendapatan sebesar 30 miliar dollar AS pada tahun tersebut.
Namun, sebelum misi itu terwujud, SpaceX masih harus menyelesaikan beberapa masalah terkait proyek Starlink. Seperti persoalan terkait koordinasi gerakan ribuan mikro satelit lantaran ribuan satelit akan selalu bergerak. Sehingga antena penerima harus bisa cepat menentukan satelit mana yang bisa memberikan sinyal terbaik agar koneks internet terjaga kualitasnya.
Selain itu, masalah yang paling utama adalah SpaceX harus mengamankan frekuensi radio yang bakal digunakan untuk memancarkan koneksi internet dari angkasa. Diketahui, SpaceX telah mengajukan berbagai aplikasi terkait penggunaan frekuensi radio kepada otoritas telekomunikasi Federal Communications Commision (FCC) di AS yang berwenang mengatur hal tersebut.
Gayung bersambut, FCC menyambut baik Starlink. Pekan lalu, Chairman FCC Pai menyatakan antusiasmenya terhadap proyek besutan SpaceX tersebut. Dia pun berharap, proyek Starlink bisa menjembatani kesenjangan digital di Amerika.
"Aplikasi SpaceX -bersama dengan perusahaan satelit lain yang ingin mengambil lisensi atau mengakses pasaran AS untuk sistem orbit satelit non-geostasioner- adalah salah satu contoh teknologi inovatif tersebut, ungkap Pai dilansir dari The Verge, Senin (19/2).
Menempatkan satelit kerja di orbit akan membantu saham SpaceX mengklaim spektrumnya. Setela hitu, SpaceX juga berharap dapat meluncurkan satelit operasionalnya pada tahun 2019.