REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Keamanan siber (cybersecurity), seperti halnya TI pada umumnya, dapat dianggap sebagai bidang yang didominasi oleh laki-laki. Persepsi ini bisa menjadi penghalang bagi perempuan untuk memasuki industri.
Menurut laporan 451 penelitian, ‘Cybersecurity Through The CISO’s Eyes: Perspectives on A Role’ yang dilakukan oleh Kaspersky, 45 persen responden mengatakan perempuan kurang terwakili di CISO. Meskipun demikian, 37 persen dari responden tersebut mengaku akan menerapkan prosedur resmi, yang bertujuan menarik lebih banyak perempuan di departemen keamanan TI mereka.
Pendekatan yang paling populer untuk menarik perhatian perempuan adalah melatih mereka yang memiliki latar belakang TI (80 persen). Hal ini tentu menjadi peluang baru bagi perempuan berkarir di dunia TI, khusunya keamanan siber.
“Hampir setengah dari responden mengatakan, mereka sekarang menyediakan atau akan memberikan program magang, yang ditujukan untuk siswa perempuan (42 persen) atau bersiap untuk melatih kandidat dengan sedikit atau tanpa kualifikasi (40 persen),” kata Acting Managing Director Europe di Kaspersky, Evgeniya Naumova dalam rilis yang diterima Republika, Senin (4/11).
Hanya 22 persen yang mempekerjakan kandidat perempuan dari departemen lain dalam organisasi mereka. Sisanya (63 persen) mengatakan, mereka hanya mencari spesialis yang berkualifikasi penuh, tanpa mempertimbangkan gender.
Kemudian sebanyak 70 persen dari CISO merasa kesulitan untuk mencari spesialis keamanan TI yang terampil di berbagai bidang. Dengan demikian terdapat panggulan bagi CISO untuk mencari alternatif lain demi menjembatani kesenjangan talenta tersebut.
Penelitian ini juga menemukan bahwa laki-laki melebihi jumlah perempuan dalam jabatan pemimpin keamanan TI. Hanya seperlima (23 persen) responden menjawab pertanyaan tentang gender, yang menyatakan bahwa mereka adalah perempuan.
Meskipun demikian, masa jabatan dalam peran tersebut menunjukkan bahwa jumlah perempuan dalam kepemimpinan keamanan siber sedang mengalami peningkatan. Dalam penelitian disebutkan sebanyak 20 persen responden perempuan telah berpindah posisi menjadi pemimpin keamanan TI dalam dua tahun terakhir, di mana dua kali lebih besar dari jumlah laki-laki (10 persen) di peran ini.