REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --Yayasan Sumber Daya Manusia dan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Yayasan SDM IPTEK) melaksakan penganugerahan Habibie Award ke-21 di Jakarta, Selasa (12/11). Penghargaan ini diberikan kepada lima ilmuwan Indonesia yang telah memberikan kontribusi kepada bangsa.
Ketua Pengurus Yayasan SDM-Iptek, Prof Dr Ing Wardiman Djojonegoro, menjelaskan Habibie Award merupakan program utama Yayasan SDM IPTEK yang telah diselenggarakan sejak tahun 1999. Penerima Habibie Award dipilih melalui proses seleksi panitia. Hingga tahun lalu terdapat 61 orang penerima Habibie Award. Penghargaan ini diberikan kepada perseorangan atau badan yang dinilai sangat aktif dan berjasa besar dalam menemukan, mengembangkan, dan menyebarluaskan berbagai kegiatan IPTEK yang baru (inovatif) serta bermanfaat secara berarti (signifikan) bagi peningkatan kesejahteraan, keadilan, dan perdamaian.
"Dengan demikian, mendorong pengembangan dan kesadaran akan teknologi," ujarnya dalam acara Penganugerahan Habibie Award Periode XXI-Tahun 2019, Selasa, Jakarta (12/11).
Yayasan SDM-Iptek sangat bangga dapat memberikan kepada putera puteri Indonesia terbaik dalam bidang Iptek, dan harapan kita ke depan adalah dengan pemberian penghargaan ini dapat mendorong semangat para peneliti Indonesia untuk terus berkarya di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi serta dapat memberikan kontribusi nyata dan bermanfaat bagi bangsa dan negara Indonesia.
Ketua Dewan Pengurus Yayasan The Habibie Center, Prof Dr Sofian Effendi, menambahkan Habibie Award diberikan kepada lima ilmuwan yang telah berkontribusi pada pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan kebudayaan di Indonesia. Lima ilmuwan terpilih tersebut adalah Prof Dr Ivandini Tribidasari Anggraningrum (bidang ilmu dasar), Prof dr Adi Utarini Msc, PhD (bidang ilmu kedokteran), Prof Dr Ir Tati Latifah Erawati Rajab (bidang ilmu rekayasa), Prof Dr Eko Prasojo, Mag.rer.publ (bidang ilmu sosial dan politik), dan Dr (HC) I Gusti Ngurah Putu Wijaya, SH (bidang ilmu kebudayaan).
"Beliau-beliau ini adalah putra-putri terbaik bangsa yang berjuang dalam pengembanhan iptek pada bidangnya masing-masinh. Sebagai bangsa yang besar, tentu Indonesia ke depan masih memerlukan banyak ahli-ahli di berbagai bidang," ujar Sofian.
Ia berharap para tokoh ini penerima penghargaan ini dapat secara aktif memberikan jasanya melalui inovasi, pengembangan dan penyebarluasan iptek, sehingga dapat berarti bagi kesejahteraan, keadilan dan perdamaian.
Prof Ivandini adalah guru besar kimia di FMIPA Universitas Indonesia. Ia telah menghasilkan delapan karya paten, tiga bersertifikat dan lima terdaftar. Sebagian besar mengenai elektrokimia intan terdadah boron atau boron-doped diamond (BDD) dalam penerapannya sebagai sensor dan biosensor. Intan yang di zaman dahulu kala hanya menjadi alat tukar dan perhiasan, kini dapat disintesis menjadi bahan untuk mengembangkan teknologi katalis, mengatasi pencemaran lingkungan dan energi alternatif.
"Di Indonesia Habibie Award merupakan penghargaan paling bergengsi bagi seorang ilmuwan. Penghargaan ini diberikan bagi ilmuwan yang dinilai aktif dan berjasa dalam menemukan, mengembangkan dan menyebarljaskan ilmi pengetahuan yang baru, serta bermanfaat dan berarti, bagi peningkatan kesejahteraan dan kemaslahatan. Sejujuranya saya mengganggap diri saya belum mencapai taraf itu, sehingga sebelumnya saya tidak pernah bermimpu untuk mendapatkan anugerah istimewa ini," ujar prof Ivandini.
Sementara Prof Adi adalah dosen Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada. Sebagai ketua peneliti World Mosquito Program Yogyakarta, ia bersama tim berupaya membuktikan efektivitas terobosan baru untuk menurunkan kejadian demam berdarah secara biologis inovatif. Yakni intervensi nyamuk aedes aegypti dengan bakteri Wolbachia. Intervensi tersebut ditengarai mampu menghambat replikasi virus dengue dalam nyamuk sehingga mengurangi penularan kepada manusia.
Sementara Prof Tati adalah dosen Institut Teknologi Bandung. Berbagai alat kesehatan dikembangkannya bekerja sama dengan rumah sakit atau fakultas kedokteran, antara lain alat bantu rehab medik pasca operasi, software periksa mata, sistem sensor ElectroEnchealoGraphy dan sistem deteksi dini kanker payduara. Tiga paten terdaftar berupa Non-Invasive Vascular Analyzer (NiVa) untuk mendeteksi tingkat kelenturan pembuluh darah, alat ElektroKardioGrafi 12 lead dengan telemeteri dan perangkat Elisa Reader versi baru untuk mendeteksi virus hepatitis B.
Pemenang lainnya Prof Eko adalah dekan Fakuktas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia. Eko berkontribusi dalam pembangunan ilmu dan praktik pemerintah melalui tukisan diberbagai jurnal, opini media dan lima belas buku berbahasa indonesia antara lain buku Deregulasi dan Debirokratisasi Perizinan di Indonesia (2007). Ia sering mendapat mandat sebagai Panitia Seleksi calon pemimpin berbagai lembaga negara dan kepala daerah. Ia pun ditunjuk menjadi wakil menteri pendayahunaan aparatur negara dan reformasi birokrasi pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Sedangkan Putu Wijaya merupakan seorang budayawan. Ia seorang penulis yang sangat produktif. Karya-karyanya memiliki ciri khas unik bernapaskan teror mental dengan gaya stream of consciousness atau arus kesadaran. Karyanya juga merambah ke dunia sinematografi. Skenario filmnya telah tiga kali membawanya meriah piala citra di festival film Indonesia.
Atas prestasi, pemikiran dan kontribusi kelima orang penerima Habibie Award tahun 2019, masing-masing akan mendapatkan hadiah sebesar 25 ribu dolar AS, sertifikat dan medali Habibie Award.
Dalam acara ini dihadiri Menteri Riset dan Teknologi Republika Indonesia yang juga Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional, Prof Dr Bambang Permadi Soemantri Brodjonegoro. Ia mengatakan pihaknya sangat mendukung penganugerahan Habibie Award yang diberikan Yayasan Sumber Daya Manusia dan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Yayasan SDM IPTEK). Bahkan pihaknya sepakat untuk menjadikan program ini sebagai program nasional, program pemerintah. Tujuannya agar mendorong peneliti lain untuk konsisten meneliti dan melakukan inovasi.
"Kemungkinan Habibi Award diangkat ke tingkat nasional sehingga akhirnya peneliti lain membuat suatu target tujuan. Misalkan kalau masih muda fokus dibidang penelitian ini, ke fokusan atau kekhususan bidang peneltian memberikan target lima tahu lagi dapat Habibie Award. Jadi target baik di perguruan tinggi, lembaga penelitian juga lembaga lain," ujarnya.