REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Teori asal mula kemunculan virus corona tipe baru, Covid-19, masih memicu perdebatan panas di kalangan ilmuwan hingga saat ini. Sebagian meyakini bahwa kemunculan Covid-19 disebabkan oleh peristiwa alam alami, namun sebagian lain meyakini bahwa virus itu sengaja dikembangkan di dalam laboratorium.
Asal mula kemunculan Covid-19 memang menjadi satu hal yang penting untuk diketahui. Misteri itu perlu dikuak karena sangat berkaitan dengan pengukuran responsnya. Virus yang terbentuk secara alami dan sintetis biasanya memiliki respon yang berbeda.
Salah satu teori yang populer menyatakan bahwa Covid-19 merupakan virus yang dikembangkan di laboratorium dan tidak sengaja terlepas ke tengah masyarakat. Badan Kesehatan Dunia (WHO) sempat menyikapi teori ini dan menyatakan bahwa teori konspirasi hanya akan merusak upaya WHO untuk merespon wabah.
Beragam ilmuwan kesehatan masyarakat dari sembilan negara juga menyanggah ide bahwa Covid-19 merupakan virus yang dibuat di dalam laboratorium. Namun, Profesor Fang Chi Tai dari College of Public Health di National Taiwan University (NTU) memiliki pandangannya sendiri terkait asal mula kemunculan Covi-19.
Menurut Fang, kemungkinan bahwa Covid-19 merupakan virus yang dibuat secara sintetik tak bisa diabaikan. Fang menilai, para pejabat kesehatan masyarakat juga seharusnya tetap terbuka pada semua kemungkinan yang didukung oleh bukti ilmiah.
Salah satu yang dinilai menarik oleh Fang dalam wabah Covid-19 adalah lokasi awal kemunculan wabah tersebut, yaitu Wuhan. Di Ibu Kota Provinsi Hubei itu terdapat sebuah laboratorium penelitian pemerintah yang memiliki tingkat biosafety tertinggi (BSL-4), yaitu Wuhan Virology Institute. Dengan status BSL-4, laboratorium ini mungkin saja memiliki patogen yang sangat berbahaya seperti virus-virus SARS dan Ebola.
Di sisi lain, China memiliki reputasi standar keamanan dan budaya laboratorium yang longgar. Melihat kondisi ini, Fang menilai, kemunculan rasa curiga terhadap kemunculan Covid-19 adalah sesuatu yang berdasar.
Mengutip laporan dari peneliti asal Prancis, Covid-19 memiliki pengurutan DNA yang 96 persen mirip dengan virus kelelawar RaTG13. Wuhan Virology Institute dilaporkan menyimpan sampel virus RaTG13.
Fang mengatakan, struktur virus Covid-19 menunjukkan adanya mutasi yang rumit. Oleh karena itu, struktur virus Covid-19 kemungkinan besar tidak natural atau alami.
Seperti dilansir Focus Taiwan, asal mula sebuah virus akan menentukan apakah virus tersebut bisa dieradikasi atau hanya bisa sedikit dikendalikan. Virus yang muncul secara alami dan memiliki ceruk ekologis, seperti virus influenza musiman, mungkin tidak bisa dieradikasi dan hanya bisa dikendalikan dampaknya.
Sebaliknya, virus yang dibuat di laboratorium tidak memiliki "tempat" di alam. Oleh karena itu, virus yang dibuat di laboratorium bisa dieradikasi setelah proses penularannya berhasil dihentikan.