REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Deputi Ilmu Pengetahuan Hayati (IPH) LIPI, Prof Bambang Prasetya di Girya Anggrek Kebun Raya Bogor, mengungkapkan jumlah tumbuhan terancam punah di Indonesia meningat menjadi 1,7 persen dibandingkan kondisi pada 2010. Untuk menekan jumlah tersebut diperlukan strategi global dalam upaya konservasi tumbuhan Indonesia.
"Berdasarkan data 'International Union for Conservation of Nature (IUCN)', Indonesia berada para peringkat ke empat bersama Brasil sebagai negara dengan jumlah tumbuhan terancam punah yang tertinggi di dunia. Sebanyak 393 jenis tumbuhan tercatat dalam ancaman kepunahan," katanya di Bogor, Jawa Barat, Rabu (3/10).
Hal itu disampaikan Bambang dalam forum diskusi kelompok strategi global untuk konservasi tumbuhan dan upaya implementasi target-targetnya bagi pelestarian di Indonesia. Berdasarkan catatan penilaian para ilmuwan, lanjut dia, peningkatan jumlah tumbuhan terancam kepunahannya dipengaruhi oleh kondisi di Indonesia.
Meningkatnya jumlah tumbuhan yang terancam punah telah menimbulkan kekhawatiran. Ditambah lagi, Indonesia tercatat sebagai salah satu negara dengan tingkat keterancaman kepunahan tumbuhan yang tertinggi di dunia.
"Oleh karena itu, diperlukan sebuah instrumen yang dapat mengakomodir upaya konservasi tumbuhan secara komprehensif dan terintegrasi mulai dari tingkat ekosistem sampai genetik," katanya.
Lebih lanjut Bambang mengatakan, instrumen ini menjadi salah satu agenda yang sangat diperlukan dalam ranah pengelolaan sumber daya hayati Indonesia. "Peranan 'Global Strategy for Plant Conservation (GSPC)' telah diakui dan diadopsi oleh kebun raya di dunia dalam setiap kebijakannya sangat diperlukan," ujar Bambang.
GSPC atau strategi global konservasi tumbuhan lanjut Bambang, merupakan program lintas tema (cross-cutting program) dari CBD yang menjembatani sekaligus mendukung program-program utama Convention on Biological Diversity (CBD) yang menjembatani sekaligus mendukung program-program utama CBD.
Bambang menyebutkan isu konservasi menjadi perhatian masyarakat dunia semenjak Konvesi Internasional mengenai keanekaragaman hayati (CBD) di KTT Bumi, Rio de Janeiro 1992. Konvensi tersebut memincu animo masyarakat dunia yang ditandai dengan semakin banyaknya negara memberikan komitmen dan melakukan ratifikasi.
Indonesia secara resmi meratifikasi pada 23 Agustus 1994 dan ditindaklanjuti dengan diterbitkannya Undang-Undang nomor 5 tahun 1994 sebagai aturan implementasi. "Keterlibatan Indonesia dalam konservasi internasional ini merupakan upaya pelestarian keanekaragaman hayati yang terancam punah," katanya.
Sementara itu, Kepala Pusat Konservasi Tumbuhan (PKT) Kebun Raya Bogor LIPI menambahkan, laporan pertama kemajuan implementasi GSPC di regional Asia menunjukkan pencapaian target-target GSPC di Indonesia dinilai masih sedikit kemajuannya.
Rendahnya kemajuan ini terjadi karena kurang terpusatnya data capaian target dari semua pihak terkait. Dengan diratifikasinya konvensi CBD oleh Pemerintah RI, maka implementasi GSPC turut menjadi tanggungjawab pemerintah yang harus dilaksanakan bersama dengan stakeholder terkait.
Menurut Mustaid, Pemerintah Indonesia juga memiliki kewajiban untuk melaporkan pencapaian ke-16 target GSPC dalam periode tertentu.
"Karena itu, 'national focal point' yang ditunjuk sedapat mungkin memperoleh keterkinian informasi mengenai pencapaian target tersebut dari stakeholder terkait GSPC di Indonesia," kata Mustaid.
"Dengan demikian, jejaring nasional yang berkaitan dengan target-target GSPC perlu segera dibangun dan diberdayakan," katanya menambahkan.
Fokus diskusi kelompok yang membahas strategi global untuk konservasi tumbuhan (GSPC) dan upaya implementasi target-targetnya bagi pelestarian tumbuhan di Indonesia dihadiri sejumlah peneliti dan pengelola kebun raya di Indonesia.