Jumat 27 Apr 2012 09:02 WIB

Penculikan Jadi Lahan Bisnis Menguntungkan?

Red: Endah Hapsari
Korban penculikan (ilustrasi)
Foto: www.karimatafm.com
Korban penculikan (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, Kata culik boleh jadi menggetarkan untuk sebagian orang. Bayangan orang terkasih berada dalam sekapan orang asing, belum lagi bila memang mereka yang menculik menuntut uang tebusan. Penculikan adalah mimpi buruk untuk para korbannya. Namun, di balik itu, terbetik kabar bahwa penculikan ternyata menjadi lahan bisnis yang menjanjikan.

Secara tradisi, penculikan adalah hasil kasus pemerasan. Jika pihak tertentu tidak membayar, maka konflik bisa berakhir dalam penculikan. Marianne Moor, pakar penculikan dari organisasi perdamaian IKV Pax Christi, menyebutkan bagi pelakunya, aksi itu mahal dan sangat berisiko karena harus ada sarana yang jelas untuk menculik dan menyembunyikan seseorang.
Tren terbaru dalam industri penculikan adalah apa yang disebut “penculikan kilat”. “Penculikan kilat bisa merupakan perampokan yang berjalan kacau dan berlangsung selama satu hari. Kadangkala itu juga bisa merupakan penculikan yang berlangsung tidak lebih dari 36 jam. Uang tebusan yang dibayar tidaklah besar. Di Amerika Latin, makin banyak orang miskin menjadi korban penculikan. Penculikan kilat tidak mahal. Untuk 100 dolar, orang sudah dapat dibebaskan. Uang yang dibayar itu biasanya diambil dari tabungan keluarga,” kata Moor.
Jumlah penculikan di dunia meningkat, karena sangat menguntungkan pihak pelaku. “Kami melihat bahwa dalam dua puluh tahun belakangan, industri penculikan membiayai perang di beberapa negara di dunia. Melihat hal ini maka tidak ada cara lain daripada mengatakan di depan umum bahwa anda tidak akan membayar.”
Industri penculikan bisa bertahan karena adanya asuransi khusus yang menutup ongkos penculikan, kata Moor. Menurut penasihat asuransi, Gerrit-Jan Doorneweerd, masalahnya tidak separah itu. “Tidak banyak asuransi seperti ini, apalagi di Belanda. Lagi pula asuransi semacam itu mahal, karena peran penengah dan fasilitas lainnya pun harus dibayai.”
Hal itulah yang dipermasalahkan Moor. “Mediator mahal diterbangkan ke sebuah negara. Mereka tidak banyak tahu soal konteks dan lebih berfokus pada pembayaran dan penyelesaian cepat. Pihak asuransi mungkin bisa cepat menyelesaikan masalah yang dihadapi, tapi pada jangka panjang, masalah bagi rakyat semakin besar. Jadi sebaiknya jangan pakai cara itu.”

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement