Senin 12 Mar 2018 16:13 WIB

Pertamina Duga Isu Kelangkaan BBM Bernuansa Politis

Pertamina tegaskan tak ada kelangkaan BBM di daerah.

Rep: Intan Pratiwi/ Red: Teguh Firmansyah
BBM langka (ilustrasi).
Foto: Republika/Edwin Dwi Putranto
BBM langka (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --  JAKARTA -- Kelangkaan BBM jenis Premium di daerah Riau dan Lampung sudah berlangsung sejak pekan lalu. Pertamina menilai, kelangkaan Premium tersebut disebabkan karena permainan politik jelang Pilkada.

Direktur Pemasaran Korporat dan Ritel, PT. Pertamina (Persero), M. Iskandar mengatakan selama ini pihak Pertamina sudah melakukan berbagai langkah untuk menjaga pasokan dan cadangan BBM jenis Premium.

 

Hanya saja, Iskandar menilai jika hingga saat ini masih terjadi kelangkaan BBM jenis Premium maka karena ada faktor eksternal diluar kendali Pertamina. "Oh Riau kan, Politik itu. Kan mau Pilkada," ujar Iskandar di Kantor Pusat Pertamina, Senin (12/3).

Disatu sisi, Vice President Retail Fuel Marketing PT Pertamina (Persero), Jumali mengatakan memang salah satu calon di Riau merupakan pemilik SPBU. Persaingan menjelang Pilkada menjadi salah satu indikasi adanya kelangkaan Premium di Riau.

"Itu kan mau ada Pilkada sehingga kebetulan salah satu calonnya itu memang punya SPBU, saya tidak tahu apakah dihubungkan itu atau nggak," tambah Jumali di Kantor Pusat Pertamina.

Sebelumnya, Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) menegaskan bahwa tidak ada kelangkaan bahan bakar minyak (BBM) di beberapa daerah Nusantara seperti informasi yang beredar di media massa.

"Tidak benar ada kelangkaan BBM, yang benar adalah kelangkaan premium, memang benar adanya kalau premium," kata Anggota Komite BPH Migas Ibnu Fajar.

 

Baca juga, Merespons Kenaikan Harga BBM Non Subsidi.

 

Ibnu menjelaskan bahwa kelangkaan premium terjadi karena banyak faktor. Pertama pada beberapa daerah di luar Jamali (Jawa, Madura dan Bali) masyarakat sudah banyak yang bermigrasi ke pertalite dan Pertamax, sehingga banyak SPBU yang mengurangi jatah premiumnya.

Kedua, faktor teknis, di mana mobil milik masyarakat yang rata-rata tahun 2.000-an ke atas sudah menggunakan bahan bakar dengan oktan di atas 90,. Sehingga premium dengan oktan 88 jarang dipakai.

"Bagi yang tahu mobil, kualitas mesin yang dipaksa oktan di bawah standard memang tidak akan maksimal, bahkan bisa menurunkan kualitas mesin," kata Ibnu.

Faktor selanjutnya adalah banyak SPBU yang memilih menjual pertalite dan pertamax karena marjin keuntungan lebih besar. Marjin menjual premium per liter hanya Rp280, sedangkan pertalite bisa Rp 400. Alasan ini yang dipakai pengusaha untuk mengurangi premium.

"Untuk itu kami akan sampaikan kepada badan usaha, bahwa pada dasarnya SPBU di luar Jamali adalah wajib menjual premium, apalagi yang penugasan, jika melanggar maka akan ada sanksi dari Pertamina, " katanya.

Banyak daerah yang merasa premium semakin langka, salah satunta Gabungan Mahasiswa Provinsi Riau sampai mengadakan aksi mendorong kendaraan bermotor mereka ketika melakukan unjuk rasa ke Gedung DPRD Riau, di Pekanbaru Senin (5/3). Dalam orasinya mereka memprotes mahalnya harga bahan bakar minyak (BBM) pertalite serta BBM jenis premium yang sulit didapatkan (langka) di Provinsi Riau.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement