Rabu 10 Oct 2018 16:41 WIB

Belajar Keteguhan Miftahul Jannah Jalankan Syariat Islam

Miftah enggan melepas jilbab karena teguh memegang prinsip dan menjalankan syariat.

Red: Karta Raharja Ucu
Pejudo putri Indonesia Miftahul Jannah (tengah) berunding dengan perangkat pertandingan sebelum bertanding di kelas kelas 52 kg blind judo Asian Para Games 2018 di Jiexpo Kemayoran, Jakarta, Senin (8/10).
Foto: ANTARA/M Iqbal Ichsan
Pejudo putri Indonesia Miftahul Jannah (tengah) berunding dengan perangkat pertandingan sebelum bertanding di kelas kelas 52 kg blind judo Asian Para Games 2018 di Jiexpo Kemayoran, Jakarta, Senin (8/10).

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Febrian Fachri

Miftahul Jannah ikhlas didiskualifikasi dari pertandingan blind judo Asian Para Games 2018. Sejak awal, atlet tunanetra asal Aceh tersebut mengaku sudah tahu bakal terancam gagal bertanding karena memakai jilbab. Sebab, Federasi Judo Internasional melarang penggunaan penutup kepala dalam bentuk apa pun di pertandingan.

Miftah, sapaan akrabnya, ingin menentang aturan supaya ada perubahan regulasi di cabang olahraga judo. "Miftah ingin menerobos aturan itu. Menurut saya, aturan itu bisa berubah," kata Miftah di kediaman Menteri Pemuda Olahraga Imam Nahrawi, Kompleks Widya Chandra, Jakarta, Selasa (9/10).

Ia paham, memakai jilbab akan membahayakan keselamatan dirinya karena belum ada desain jilbab khusus yang sesuai dengan standar keselamatan pejudo. Pasalnya, ada beberapa gerakan di matras yang membuat para petarung akan menarik apa pun yang ada di kepala lawan untuk saling menaklukkan satu sama lain.

Baca Juga: Pejudo Miftahul Terdiskualifikasi karena Tolak Lepas Jilbab

Karena itu, ia sangat berharap Federasi Judo Internasional membuat terobosan dengan merancang jilbab khusus. Apalagi, kata dia, saat ini sudah banyak atlet Muslimah yang bisa tetap mengenakan jilbab saat bertanding di berbagai cabang olahraga. "Saya harap ada kajian untuk ini," kata Miftah.

Bentuk protes Miftah terhadap aturan larangan pelindung kepala tersebut agaknya cukup efektif menarik perhatian. Sikapnya ramai diperbincangkan di media sosial dan menjadi berita nasional. Ia juga menggelar konferensi pers di MPC, GBK Arena, Jakarta, setelah berkunjung ke kediaman Imam Nahrawi.

Miftah lega bisa memegang teguh prinsipnya memakai jilbab. Meski ingin mendobrak aturan, ia tetap menghormati aturan yang masih diberlakukan Federasi Judo Internasional.

"Judo melarang hijab. Saya juga tidak mau melepas hijab karena itu adalah prinsip. Dua-duanya harus tetap jalan," ujar Miftah.

Selama persiapan latihan, Miftah menggunakan jilbab yang biasa digunakan atlet renang, yaitu jilbab ketat dan bagian bawahnya dimasukkan ke dalam baju. Ia berniat menggunakan jilbab jenis itu saat pertandingan. Namun, ia sudah dinyatakan dilarang bertanding sebelum tampil setelah digelarnya pertemuan teknis.

Pada Senin (8/10), Miftah seharusnya menjalani pertandingan babak pertama nomor 52 kg putri di gedung JIExpo, Kemayoran, Jakarta Pusat. Miftah diagendakan berduel dengan atlet Mongolia, Gentulga Oyun.

Namun, tidak lama sebelum atlet asal Aceh Besar itu turun ke gelanggang, tim pelatih mengabarkan kepadanya hasil technical meeting menyebutkan penyelenggara tidak akan menyalahi aturan dengan memperbolehkan pemakaian pelindung kepala saat duel.

Ia diminta melepas jibabnya hanya selama pertandingan agar namanya tidak dicoret. Namun, Miftah tegas menolak permintaan pelatihnya itu. Miftah menegaskan, memakai jilbab adalah prinsip yang ia pegang teguh untuk menjalankan kewajiban dan syariat agama.

Miftah tidak akan mau melepaskan hijab, apa pun konsekuensinya. "Memakai hijab adalah prinsip saya. Saya sudah memakai hijab sejak kecil," kata Miftah. Bagi dia, permintaan untuk melepas jilbab merupakan ujian besar. Dia mengaku lega karena bisa melewati ujian besar tersebut.

Mahasiswi Universitas Pasundan, Bandung, itu berharap semua atlet wanita yang berhijab melakukan hal sama, yakni memegang teguh prinsip menutup aurat walau saat pertandingan. "Jangan sampai melepas hijab," ujar Miftah.

Sikap Miftah menuai pujian dan apresiasi. Ia mengaku mendapatkan hadiah berupa tiket umrah dari salah seorang pejabat yang mengapresiasi prinsipnya untuk terus berhijab. Ia merasa hadiah tersebut setara dengan medali emas Asian Para Games.

"Mungkin ini medali emas untuk Miftah yang gagal ikut Asian Para Games," kata Miftah.

Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi mendampingi Miftah untuk melayani wawancara dengan awak media. Menpora pun sempat menanyakan langsung permintaan Miftah kepada pemerintah. "Saya mau tanya, Miftah mau apa dari pemerintah?" tanya Imam kepada dia.

photo
Menpora Imam Nahrawi (kiri) dan atlet Judo Indonesia Miftahul Jannah (kanan) berbincang-bincang saat konferensi pers di GBK Arena, Jakarta, Selasa (9/10).

Namun, Miftah malah tidak menyebutkan apa-apa. Dia hanya akan menerima apa pun apresiasi yang akan diberikan oleh pemerintah atau Kemenpora. "Saya serahkan ke Bapak (Menpora) mau kasih apa," ucap Miftah.

Miftah berharap semua atlet wanita yang berhijab memegang teguh prinsip menutup aurat walau saat pertandingan.

Imam tidak menyebutkan hadiah apa yang akan ia berikan kepada Miftah. Yang pasti, kata dia, dirinya secara pribadi dan atas nama pemerintah sangat berharap karier Miftah di olahraga terus berjalan baik. Imam mengacungkan jempol atas sikap tegas Miftah karena ketaatannya terhadap syariat agama. "Dia memilih didiskualifikasi karena dia menghormati regulasi," ucap Imam.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement