Selasa 28 May 2019 01:25 WIB

UGM: Profesor Bukan Gelar Akademik Seumur Hidup

Jabatan akademik hilang ketika yang bersangkutan pensiun.

Red: Teguh Firmansyah
Ketua Dewan Kehormatan Partai Amanat Nasional (PAN) Amien Rais melambaikan tangan ke arah wartawan saat jeda pemeriksaan untuk Shalat Jumat di Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Metro Jaya, Jakarta, Jumat (24/5/2019).
Foto: Antara/Aprillio Akbar
Ketua Dewan Kehormatan Partai Amanat Nasional (PAN) Amien Rais melambaikan tangan ke arah wartawan saat jeda pemeriksaan untuk Shalat Jumat di Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Metro Jaya, Jakarta, Jumat (24/5/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Kata 'Profesor' pada nama seseorang kerap disalahartikan sebagai gelar akademik seperti halnya gelar sarjana atau doktor yang disandang seumur hidup. Padahal menurut Ketua Dewan Guru Besar Universitas Gajah Mada (UGM) Prof Koentjoro guru besar atau profesor adalah jabatan akademik. 

"Bukan gelar akademik yang melekat sepanjang hidup. Kalau itu jabatan akademik maka ketika yang bersangkutan pensiun jabatannya itu pun pensiun," kata Koentjoro melalui keterangan tertulis di Yogyakarta, Senin (27/5).

Baca Juga

Ia menegaskan Dewan Guru Besar UGM tidak berhak mencopot atau mencabut jabatan guru besar. Meski demikian, jabatan ini bisa hilang dengan sendirinya ketika seseorang pensiun atau mengundurkan diri, misal masuk di dalam partai politik.

Koentjoro juga membantah pernah mengeluarkan pernyataan bahwa UGM telah mencopot gelar profesor kepada Amien Rais. "ASN dilarang berpartai politik, karena itu dia harus pensiun," kata Guru Besar Fakultas Psikologi UGM ini.

Jabatan akademik, ujarnya, perlu dibedakan dari gelar akademik yang berkaitan dengan kepakaran. Jika menyangkut kepakaran, jejang pendidikan tertinggi adalah S3 dengan gelar doktor yang melekat seumur hidup.

Ia menerangkan jenjang jabatan akademik dimulai dari Asisten Ahli, Lektor, Lektor Kepala, hingga Profesor. Untuk memperoleh jabatan tersebut, seorang pengajar atau dosen harus mengumpulkan kum penelitian, pengabdian kepada masyarakat, dan pengajaran.

"Ketika jumlahnya sudah mencapai 850 nilainya, barulah seseorang memperoleh jabatan akademik sebagai profesor melalui pertimbangan-pertimbangan yang dilakukan di fakultas, di dewan penilaian universitas, bahkan kemudian dikirim ke Kemenristekdikti yang dinilai tim penilai di sana," kata Koentjoro.

Senada dengan itu, Ketua Senat Akademik UGM Prof Hardyanto mengatakan dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI No 92 Tahun 2014 tentang petunjuk teknis pelaksanaan penilaian angka kredit jabatan fungsional dosen, dijelaskan pada pasal 10 bahwa untuk kenaikan jabatan akademik secara reguler dari Lektor Kepala ke Profesor hanya melalui tujuh syarat.

Syarat tersebut adalah memiliki pengalaman kerja sebagai dosen tetap paling singkat 10 tahun. Kemudian berpendidikan doktor (S3), paling singkat 3 tahun setelah memperoleh ijazah doktor (S3), paling singkat 2 tahun menduduki jabatan Lektor Kepala, telah memenuhi angka kredit, memiliki karya ilmiah yang dipublikasikan dalam jurnal ilmiah internasional bereputasi sebagai penulis pertama dan memiliki kinerja, integritas, etika tata krama, serta tanggung jawab.

Namun begitu, terdapat beberapa hal yang dapat menyebabkan dosen diberhentikan dari jabatan sebagai guru besar. Beberapa di antaranya, pensiun, meninggal, sakit lebih dari 12 bulan, tidak mengajar selama 1 bulan, dan melakukan tindak pidana.

"Jadi, istilah pencabutan jabatan guru besar itu tidak ada, adanya penghentian. Misalnya yang bersangkutan pensiun dan tidak diperpanjang, tapi kalau pensiun lalu diperpanjang sebutannya guru besar emiritus," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement