Senin 02 Sep 2019 08:01 WIB

Menkominfo: Siaran Televisi Digital Terhambat UU

Siaran televisi digital terhambat karena RUU Penyiaran belum disahkan

Rep: Mimi Kartika/ Red: Esthi Maharani
Menkominfo Rudiantara (baju putih) bersama Bupati Nunukan Asmin Laura Hafid usai meresmikan program siaran televisi digital di perbatasan, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara, Sabtu (31/8).
Foto: Republika/Mimi Kartika
Menkominfo Rudiantara (baju putih) bersama Bupati Nunukan Asmin Laura Hafid usai meresmikan program siaran televisi digital di perbatasan, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara, Sabtu (31/8).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) tengah berupaya menyebar siaran televisi digital ke seluruh wilayah Indonesia. Akan tetapi, Kemenkominfo tak dapat sepenuhnya menerapkan digitalisasi, terhambat karena Rancangan Undang-undang (RUU) tentang penyiaran belum disahkan.

"Saya sejak jadi menteri sudah ingin, sampai sudah mau habis jabatan masih belum juga. Karena, ini bukan inisiatif pemerintah revisinya, ini inisiatif dari DPR. Tapi kami akan terus menerus tidak berhenti dengan semua ekosistem termasuk mitra kami Komisi I," ujar Menkominfo Rudiantara di Nunukan, Kalimantan Utara, Sabtu (31/8).

Dengan demikian, Kemenkominfo terlebih dahulu memulai periode simulcast, di mana siaran televisi analog dan digital tayang bersamaan sambil menunggu RUU disahkan. Hingga akhirnya siaran televisi sepenuhnya bermigrasi ke digital dengan Analog Switch off (ASO).

Rudiantara berharap program digitalisasi ini dilakukan secara cepat di daerah 3T yakni tertinggal, terluar, dan terdepan Indonesia. Ia mengaku, inisiasi siaran televisi digital sudah mulai sejak 2010 lalu.

Selain itu, Kemenkominfo juga sudah menguji coba siaran televisi digital lebih dari dua tahun. Menurut Rudiantara, penggunaan siaran televisi digital akan lebih mengefisiensikan penggunaan frekuensi dibandingkan siaran analog.

Selain kualitas gambar yang lebih baik, siaran televisi digital bisa memberikan ruang untuk penggunaan frekuensi untuk kebutuhan lain. Salah satunya, kata Rudiantara, kelebihan frekuensi itu dapat digunakan untuk teknlogi antisipasi kebencanaan.

"Di Indonesia karena belum direvisi jadi alokasi frekuensi itu tidak bisa dilakukan untuk kebencanaan. Padahal pemerintah sudah ambil posisi itu, kalau terjadi kami akan alokasikan frekuensi untuk (antisipasi) kebencanaan," jelas dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement