Jumat 06 Mar 2020 16:36 WIB

Kejakgung Sita Perusahaan Milik Tersangka Kasus Jiwasraya

Kejakgung telah menyita tiga perusahaan terkait kasus Jiwasraya.

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Bayu Hermawan
Direktur Penyidikan Pidana Khusus Kejaksaan Agung Febrie Adriansyah
Foto: Bambang Noroyono
Direktur Penyidikan Pidana Khusus Kejaksaan Agung Febrie Adriansyah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kejaksaan Agung (Kejakgung) telah melakukan penyitaan terhadap dua perusahaan milik tersangka kasus dugaan korupsi PT Asuransi Jiwasraya. Perusahaan-perusahaan yang disita nantinya akan dibawa ke pengadilan untuk ditetapkan sebagai rampasan negara.

Direktur Penyidikan Direktorat Pidana Khusus (Dirpidsus) Kejakgung, Febrie Adriansyah menjelaskan dua perusahaan yang sudah berstatus sita adalah PT Gunung Bara Utama (GBU), yang bergerak di bidang tambang batu bara yang berada di Sendawar, Kalimatan Timur. Sedangkan satu perusahaan lainnya adalah PT Inti Agri Resources (IKP), yang bergerak di bidang budidaya ikan hias arwana di Pontianak, Kalimantan Barat (Kalbar).

Baca Juga

"Itu statusnya sudah sita semua," ucapnya saat ditemui di Kejakgung, Jakarta, Jumat (6/3).

Selain dua perusahaan tersebut, Kejakgung tengah melakukan pengecekan komposisi kepemilikan saham terhadap satu perusahaan lainnya, untuk kemungkinan juga dilakukan dilakukan penyitaan. Febrie melanjutkan, saat ini tim pelacakan aset Kejakgung juga sudah mendapatkan izin sita terhadap PT Batutua Waykanan Mineral (BWM), tambang emas yang berada di Lampung.

Febrie mengungkapkan, PT GBU, PT IKP dan PT BWM ada keterkaitan kepemilikan sahamnya dengan salah satu tersangka Jiwasraya, Heru Hidayat. "Yang masih menunggu kepastian, sampai kita tahu komposisi sahamnya itu yang tambang emas. Dalam waktu dekat ini, pasti kita sita," ujarnya.

Febrie mengatakan, penyitaan tersebut, tak memberhentikan operasional perusahaan. Penyitaan itu dilakukan karena penyidk meyakini Heru Hidayat melakukan TPPU dari kejahatan Jiwasraya, ke dalam aktivitas tambang, dan lain-lain. Perusahaan sitaan tersebut, pun nantinya akan menjadi barang bukti hasil dari kejahatan yang akan disampaikan di pengadilan.

Kejakgung akan meminta Hakim untuk memutuskan aset sitaan tersebut menjadi rampasan milik negara. Febrie menegaskan, Kejakgung tidak ingin kasus PT Jiwasraya disidangkan, namun tidak ada aset yang dirampas negara dari kejahatannya.

"Dan perampasan aset ini, nantinya untuk pengembalian kerugian negara, untuk pemulihan di Jiwasraya, dan (pengembalian) uang nasabah," katanya.

Kejakgung pun meminta pemerintah menyiapkan BUMN mana yang nantinya akan menerima aset perusahaan hasil dari rampasan negara itu.

Seperti diketahui, selain Heru Hidayat, dalam penyidikan Jiwasraya, Kejakgung juga menetapkan lima tersangka lain. Yakni Benny Tjokrosaputro, dan Joko Hartono Tirto, dua tersangka yang juga berasal dari kalangan pebisnis properti, dan persahaman. Tiga tersangka lainnya, yakni mantan petinggi Jiwasraya. Yakni, Hendrisman Rahim, Harry Prasetyo, dan Syahmirwan. Keenam tersangka itu, kini berada dalam tahanan yang dipisahkan.

Selain penyitaan dari tersangka Heru Hidayat, Kejakgung juga masif melakukan penyitaan terhadap aset milik tersangka Benny Tjokro. Dari dia, tim pelacakan aset Kejakgung melakukan sita terhadap 93 unit apartemen mewah di Jakarta Selatan (Jaksel).

Kejakgung juga melakukan pemblokiran terhadap 156 bidang tanah milik Benny Tjokro di Banten, serta pemblokiran terhadap dua komplek perumahaan seluas 60 dan 20 hektare yang terkait dengannya. Pemblokiran, dilakukan sebagai langkah awal penyitaan agar aset tak berpindah tangan.

Sampai dengan hari ini, upaya Kejakgung melakukan penyitaan, pun masih terus dilakukan. Pada Kamis (5/3), Kejakgung melayangkan pemblokiran terhadap tujuh unit rumah tinggal mewah di enam titik kawasan elite Jakarta Selatan (Jaksel) milik para tersangka. Sebelum itu, Kejakgung sudah memastikan melakukan sita terhadap kendaraan-kendaraan mewah, perhiasan, dan surat berharga, serta kepemilikan saham-saham di bursa efek milik para tersangka.

Febrie pernah mengungkapkan, penghitungan dari tim penyidik, menaksir seluruh aset sitaan saat ini, berkisar di antara Rp 11 triliun. Sedangkan kerugian dari korupsi dan TPPU Jiwasraya, kata Febrie, mencapai Rp 17 triliun. Kejakgung, kata Febrie masih menunggu angka pasti besaran kerugian negara dari hasil audit di Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Kata Febrie, pemberkasan enam tersangka, sudah rampung 85 persen, hanya tinggal menunggu angka keluaran BPK, untuk selanjutnya dilakukan pelimpahan gelar perkara.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement