Selasa 19 May 2020 12:57 WIB

Restrukturisasi Kredit Mampu Jadi Peluang UMKM Bertahan

Selama pandemi Covid-19, UMKM menjadi sektor yang paling terpuruk.

Rep: Novita Intan/ Red: Friska Yolandha
Perajn memproduksi kerajinan rotan di kawasan Pasar Minggu, Jakarta, Kamis (14/5). Selama pandemi Covid-19, UMKM menjadi sektor yang paling terpuruk.
Foto: Antara/Indrianto Eko Suwarso
Perajn memproduksi kerajinan rotan di kawasan Pasar Minggu, Jakarta, Kamis (14/5). Selama pandemi Covid-19, UMKM menjadi sektor yang paling terpuruk.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) memiliki peran yang besar terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. Sebab UMKM mampu menciptakan perluasan kesempatan kerja dan penyerapan tenaga kerja, pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) hingga penyediaan jaring pengaman terutama bagi masyarakat berpendapatan rendah untuk menjalankan kegiatan ekonomi produktif.

Chairman Infobank Institute Eko B Supriyanto mengatakan UMKM membutuhkan modal kerja untuk keberlangsungan usahanya. "Jika pada krisis sebelumnya 1998 dan 2008, UMKM masih punya daya tahan yang kuat karena pada waktu yang terkena adalah sektor korporasi besar. Tapi, sekarang sektor UMKM yang paling terkena,” ujarnya saat acara Diskusi Media InfobankTalkNews dengan tema 'Peran dan Tantangan Perbankan Dalam Mendukung UMKM Tetap Berdaya Tahan di Tengah Pandemi Covid-19' Selasa (19/5).

Baca Juga

Pada 2019, UMKM memiliki kontributor penting terhadap produk domestik bruto (PDB). Tercatat UMKM menyumbang 60 persen PDB dan berkontribusi sebesar 14 persen pada total ekspor nasional. 

Bahkan, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto dalam sambutannya di acara Penghargaan Kredit Usaha Rakyat (KUR) di Gedung Ali Wardana, akhir tahun lalu sempat mengatakan, dari jumlah UMKM di Indonesia sekitar 62,9 juta, bisa menyerap tenaga kerja sekitar 116,7 juta orang. 

Namun kini sektor UMKM menjadi salah satu sektor yang terpuruk, akibat pandemi Covid-19. Wabah ini hampir melumpuhkan roda perekonomian dalam negeri, seiring tingginya ancaman terhadap masyarakat untuk kehilangan pendapatan rumah tangga karena tidak dapat bekerja akibat maraknya pemutusan hubungan kerja pun kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

Pemerintah pun tidak tinggal diam, kebijakan relaksasi kredit yang diberikan pemerintah di tengah pandemi Covid-19. Diharapkan bisa membantu keberlanjutan usaha pelaku UMKM, sehingga mampu bertahan menghadapi kondisi yang menantang seperti saat ini. 

Namun hingga berapa lama UMKM masih bisa bertahan di tengah pandemi Covid-19? Hal ini masih menjadi tanda tanya besar. Mengingat tanda-tanda wabah ini berakhir dalam waktu dekat belum terlihat, terlebih vaksin dari virus ini belum ditemukan.

Dari  sisi keuangan, lanjut Eko, saat ini UMKM terkena problem cash atau kehabisan uang tunai untuk menutup kebutuhan pribadi termasuk soal kredit macet. “Ke depan, yang perlu diperhatikan apakah UMKM masih punya modal kerja atau tidak? Semoga covid-19 segera berlalu dan UMKM tidak kehabisan uang tunai untuk modal.

Sebagai catatan, total kredit perbankan terdampak Covid-19 yang telah berhasil direstrukturisasi hingga minggu (10/5) mencapai Rp 336,97 triliun. Jumlah kredit itu berasal dari 3,88 juta debitur, sebagian besar merupakan kredit UMKM, yakni sebesar Rp167,1 triliun dari 3,42 juta debitur. 

Sementara Kepala Ekonom PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Ryan Kiryanto menambahkan peluang UMKM pada tahun masih dapat bertahan. Hal itu sejalan dengan keluarnya kebijakan pemerintah dan OJK yang memberikan banyak keringanan dan kelonggaran kepada pelaku UMKM terutama yang terdampak Covid-19. 

"Bantuan likuiditas, keringanan pajak, penundaan pembayaran kewajiban kepada bank sesuai dengan POJK 11/2020 pasti bisa meringankan beban keuangan mereka," kata Ryan.

Namun lanjutnya, ke depan yang lebih penting adalah bagaimana pemerintah membantu UMKM dengan kondisi normal baru, supaya mereka nantinya tidak gagap atau shock ketika terjadi banyak perubahan pasca Covid19. "Pelatihan teknik produksi, marketing dan akuntasi dengan menggunakan perangkat digital harus sudah dikenalkan kepada mereka (UMKM), karena perilaku konsumen berubah dengan adanya situasi normal yang baru (new normal)," jelasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement