Kamis 23 Jul 2020 22:01 WIB

Apa Saja Bentuk Tekanan Psikologis Anak Selama PJJ Daring?

Sekolah diminta lebih bijak dalam penyelenggaraan PJJ secara daring.

Red: Reiny Dwinanda
Pelajar mengikuti kegiatan belajar secara daring atau virtual  dari rumah, di Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat, Selasa (14/7). Kegiatan belajar secara daring saat ini masih mengalami kendala, di antaranya masalah teknis dan jaringan.
Foto: Edi Yusuf/Republika
Pelajar mengikuti kegiatan belajar secara daring atau virtual dari rumah, di Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat, Selasa (14/7). Kegiatan belajar secara daring saat ini masih mengalami kendala, di antaranya masalah teknis dan jaringan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Perlindungan Anak Indonesia mengungkap aneka tekanan secara psikologis yang mendera anak selama mengikuti Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) secara daring yang dilakukan selama pandemi Covid-19. Anak yang tidak bisa mengakses pelajaran dilaporkan banyak yang tidak naik kelas sampai putus sekolah.

Komisioner KPAI Bidang Pendidikan Retno Listyarti mengatakan, tekad sekolah untuk menuntaskan pencapaian kurikulum telah membuat siswa merasa terbebani. Ia mengingatkan bahwa kelelahan dan rasa tertekan yang dialami siswa akibat proses belajar daring itu merupakan bentuk kekerasan.

Baca Juga

Retno memberikan contoh kasus anak yang sampai dirawat di rumah sakit karena beratnya penugasan selama PJJ. Ada juga siswa tidak naik kelas karena tidak bisa mengikuti PJJ atau mengikuti ujian secara daring.

"Yang paling parah adalah anak-anak berkebutuhan khusus yang nyaris tidak terlayani oleh pendidikan," katanya.

Retno mengatakan seorang siswa SMAN di salah satu sekolah di DKI Jakarta mengalami kelelahan dan stres saat mengerjakan tugas-tugas sekolah, terutama pada tugas mata pelajaran kimia. Siswa tersebut sudah berusaha menyelesaikan tugas-tugas berat yang waktu pengerjaannya pendek itu, tetapi karena kelelahan, siswa tersebut jatuh sakit hingga harus dilarikan ke IGD salah satu rumah sakit.

Selain itu, ada juga siswa SMA Negeri di Nganjuk, Jawa Timur, berinisial RVR yang dilaporkan tidak naik kelas karena tidak bisa mengikuti ujian Penilaian Akhir Tahun (PAT) secara daring. Siswa tersebut tidak bisa ikut ujian karena komputer jinjing milik siswa kelas X tersebut rusak.

Nilai akhir siswa tersebut di dalam rapor tidak mencapai Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM). Adapun lima mata pelajaran tersebut adalah Pendidikan Agama, Pendidikan Jasmani, Seni Budaya, Sejarah Indonesia, dan Informatika.

"Ada faktor kerusakan perangkat, keterbatasan kuota, masalah sinyal dan hambatan teknis lainnya. Mestinya sekolah bersikap bijak dan tidak bertindak semaunya," kata Retno.

KPAI mengingatkan, ada Surat Edaran (SE) Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nomor 4 Tahun 2020. Edaran tersebut menyebutkan bahwa selama PJJ guru tidak boleh mengejar ketercapaian kurikulum karena keterbatasan waktu, sarana, media pembelajaran dan lingkungan yang dapat menjadi kendala selama proses pembelajaran.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement