Kamis 15 Oct 2020 13:11 WIB

Investasi Dana Pensiun Dinilai Kurang Likuid

Instrumen di pasar finansial bisa menjadi pilihan investasi seperti SBN, ORI dan SUN.

Rep: Novita Intan/ Red: Nidia Zuraya
Dana pensiun (ilustrasi).
Foto: ist
Dana pensiun (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dana Pensiun yang didirikan oleh perusahaan BUMN memiliki peran yang signifikan di Indonesia. Data terakhir menunjukkan, dana pensiun BUMN senilai Rp 149 triliun atau 52 persen dari total dana pensiun di Indonesia senilai Rp 289 triliun.

Dari dana pensiun BUMN sebesar Rp 149 triliun sekitar 68 persen atau Rp 101 triliun adalah dana pensiun pemberi kerja (DPPK) manfaat pasti (MP). Namun sekitar 67 persen DPPK MP BUMN memiliki rasio kecukupan dana (RKD) di bawah 100 persen seperti diketahui, RKD adalah salah satu ukuran kesehatan DPPK MP.

Baca Juga

RKD adalah rasio kekayaan dana pensiun dibagi dengan kewajiban dana pensiun. Jika RKD mencapai 100 persen atau lebih, pendanaan dana pensiun dalam keadaan dana terpenuhi (fully funded), sebaliknya RKD berada di bawah 100 persen, pendanaan dana pensiun dalam keadaan dana tidak terpenuhi (unfunded).

Sedangkan selisih kurang antara kekayaan dana pensiun dengan kewajibannya disebut kekurangan pendanaan (defisit). Adapun total defisit DPPK MP BUMN cenderung membesar. Sedangkan terjadi pula penambahan jumlah DPPK MP BUMN yang masuk dalam kategori dana pensiun dengan RKD di bawah 100 persen.

Menanggapi hal tersebut, Guru Besar Keuangan dan Pasar Modal Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia Budi Frensidy mengatakan rasio kecukupan dana DPPK MP BUMN berada di bawah 100 persen disebabkan oleh pertumbuhan gaji yang lebih besar dari asumsi dan imbal hasil atau return yang lebih rendah dari target bujet.

“Jadi dana pensiun yang tadinya fully funded bisa berubah dalam satu tahun atau beberapa waktu kedepan menjadi unfunded,” ujarnya kepada wartawan, Kamis (15/10).

Untuk mengatasi RKD di bawah 100 persen, menurutnya, perlu ada injeksi atau setoran tambahan agar kekurangan tersebut bisa tertutupi. Sedangkan mengenai investasi dana pensiun BUMN harus lebih likuid.

“Beberapa instrumen di pasar finansial bisa menjadi pilihan, dengan catatan memiliki risiko kecil seperti SBN, fixed income, SUN, SBSN, ORI, dan obligasi korporasi berperingkat AAA. Selain itu, dana pensiun bisa ditempatkan di pasar uang, seperti deposito dan untuk investasi jangka pendek, tidak wise apabila ditaruh di saham, apalagi properti,”jelasnya.

Diperkirakan lebih dari 80 persen DPPK BUMN memiliki portofolio investasi dalam bentuk penyertaan langsung dan tanah atau bangunan. Padahal investasi tersebut tergolong kurang likuid, sehingga cenderung kurang optimal.

“Hal tersebut dikhawatirkan dapat berdampak terhadap likuiditas dana pensiun,” ucapnya.

Tak hanya itu, Budi menyebut, masalah pengawasan yang belum optimal dan tata kelola yang kurang prudent juga berdampak terhadap likuiditas dana pensiun. Sebab itu dibutuhkan semacam arahan investasi untuk DPPK MP BUMN agar penempatan investasi dana pensiun lebih aman dan pengawasan lebih optimal.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement