Senin 28 Jun 2021 06:36 WIB

Antisipasi Perubahan Iklim, Pemerintah Anggarkan Rp 112 T

Pihak yang menghasilkan emisi harus ikut bertanggung jawab atas dampak dari bisnisnya

Rep: novita intan/ Red: Hiru Muhammad
Kilang Pertamina (ilustrasi). PT Pertamina (Persero) terus aktif berkontribusi mendukung komitmen Pemerintah Indonesia menurunkan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) sebesar 29 persen atau atas dukungan internasional ditargetkan mencapai 41 persen pada tahun 2030.
Foto: Dok Pertamina
Kilang Pertamina (ilustrasi). PT Pertamina (Persero) terus aktif berkontribusi mendukung komitmen Pemerintah Indonesia menurunkan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) sebesar 29 persen atau atas dukungan internasional ditargetkan mencapai 41 persen pada tahun 2030.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Pemerintah tengah mewacanakan pengenaan pajak karbon untuk mengantisipasi dampak perubahan iklim dan lingkungan sekaligus menambah penerimaan negara. Hal ini dilakukan sebagai antisipasi dampak perubahan iklim yang menghabiskan anggaran cukup besar.

Berdasarkan laporan APBN KiTa edisi Juni 2021, pada anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) 2021 pemerintah perlu mengeluarkan dana sebesar Rp 112,74 triliun untuk mengantisipasi perubahan iklim. Adapun jumlahnya setara 4,09 persen dari total belanja mencapai Rp 2.750 triliun.

"Ini tentu bukan nilai yang sedikit. Sudah saatnya wacana pajak karbon yang dikemukakan pemerintah mendapatkan dukungan dari berbagai pihak untuk pemulihan bumi yang lebih baik," tulis Kementerian Keuangan seperti dikutip Senin (28/6).

Maka dari itu, pemerintah ingin pihak-pihak yang memunculkan emisi ikut menanggung pajak atas dampak lingkungan yang ditimbulkan dari bisnisnya. Selain untuk mengantisipasi perubahan iklim, Kementerian Keuangan mengakui wacana pajak karbon juga untuk menambah penerimaan negara.

"Selain untuk mengendalikan emisi gas rumah kaca, tak dapat dipungkiri bahwa tujuan lain dari pengenaan pajak karbon adalah menambah penerimaan negara," ungkapnya.

Lebih lanjut, pengenaan pajak karbon nantinya akan mengikuti arahan dari OECD, yaitu ada dasar pengenaan pajak lingkungan yang ditujukan kepada polutan atau perilaku polusi. Lalu, ada ruang lingkup pajak lingkungan yang ideal.

Kemudian, ada tarif pajak yang sepadan dengan kerusakan lingkungan dan pajak harus dapat dipercaya. Terakhir, tarifnya dapat diprediksi, sehingga memotivasi perbaikan lingkungan dan pendapatan dari pajak lingkungan dapat membantu konsolidasi fiskal atau membantu mengurangi pajak yang lainnya. 

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement