Selasa 23 Nov 2021 15:35 WIB

OJK Siapkan Empat Lanjutan Kebijakan IKNB Hingga 2023

Kebijakan OJK telah mendorong IKNB tetap tumbuh positif di saat pandemi

Rep: novita intan/ Red: Hiru Muhammad
Pekerja Industri Keuangan Non Bank (IKNB) OJK mengikuti vaksinasi Covid-19 di Gedung Bidakara, Jakarta, Selasa (27/4). Otoritas Jasa Keuangan bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan dan Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta  menggelar program vaksinasi Covid-19 tahap pertama bagi pekerja Industri Keuangan Non Bank dengan target 1.200 orang. Republika/Thoudy Badai
Foto: Republika/Thoudy Badai
Pekerja Industri Keuangan Non Bank (IKNB) OJK mengikuti vaksinasi Covid-19 di Gedung Bidakara, Jakarta, Selasa (27/4). Otoritas Jasa Keuangan bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan dan Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta menggelar program vaksinasi Covid-19 tahap pertama bagi pekerja Industri Keuangan Non Bank dengan target 1.200 orang. Republika/Thoudy Badai

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA-- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tengah menyiapkan lanjutan kebijakan countercyclical khusus industri keuangan non bank (IKNB). Adapun rencana ini akan diberlakukan sampai periode April 2023. 

Kepala Eksekutif Pengawas IKNB OJK Riswinandi mengatakan ada empat lanjutan kebijakan countercyclical sektor IKNB antara lain pelaksanaan penilaian kemampuan dan kepatutan yang lebih fleksibel dan disesuaikan dengan penerapan status PPKM, relaksasi persyaratan pembiayaan modal kerja dengan fasilitas modal usaha termasuk pelaku UMKM, restrukturisasi pinjaman yang disalurkan melalui platform fintech peer-to-peer lending dan relaksasi terkait ketentuan pelaksanaan valuasi aktuaria oleh dana pensiun pemberi kerja.

Baca Juga

 “Kami berharap, agar penerapan kebijakan tersebut nantinya dapat menciptakan kondisi soft landing bagi para pelaku industri dan sekaligus mencegah terjadinya guncangan pada industri akibat normalisasi regulasi yang sedemikian drastis dalam waktu singkat,” ujarnya saat webinar Seminar Indonesia Financial Sector Outlook 2022, Selasa (23/11).

Menurutnya lanjutan kebijakan countercyclical juga dapat memberikan ruang gerak yang cukup bagi para pelaku sektor IKNB dalam melakukan mitigasi potensi risiko normalisasi kebijakan masa-masa yang akan datang. Dalam hal ini, beberapa otoritas moneter di negara-negara maju telah sepakat untuk melakukan kebijakan tapering off sebagai antisipasi atas pertumbuhan inflasi yang tinggi.

“Tentu hal ini harus menjadi perhatian bagi kita semua terutama bagaimana agar dampak negatif kebijakan ini seperti terjadinya capital outflow di pasar modal nasional kita dapat diminimalisir dengan manajemen risiko yang baik,” ucapnya.

“Sektor IKNB sekitar 70 persen sampai 80 persen investasinya berada sektor pasar modal, sehingga kondisi pasar modal secara umum akan memengaruhi stabilitas sektor keuangan non bank,” ucapnya. 

Data kinerja IKNB menunjukkan bahwa kebijakan stimulus yang dikeluarkan OJK sejak awal 2020 telah berhasil menjaga dan mendorong sektor IKNB tetap tumbuh positif di tengah kondisi krisis ekonomi dampak pandemi Covid 19.

Pertumbuhan aset pelaku sektor IKNB, tumbuh secara YoY sebesar 9,38 persen dari Sep'20 : Rp2.509 triliun menjadi Rp2.759 triliun di Sep'21. Sementara investasi sektor IKNB tumbuh 12,84% dari Sep'20 : Rp1.465 triliun  menjadi Rp1.663 triliun di Sep'21. 

Selain itu, pada periode yang sama pendapatan operasional pelaku sektor IKNB juga tercatat tumbuh sebesar 11,25% persen yaitu dari Sep'20 : Rp 485,24 triliun menjadi Rp 571,13 triliun di Sep'21.

Ke depan, sejalan dengan pesatnya penggunaan teknologi informasi dalam produk dan layanan di IKNB, Riswinandi meminta agar pelaku IKNB senantiasa mematuhi ketentuan manajemen risiko sesuai ketentuan yang telah dikeluarkan OJK untuk mencegah kerugian perusahaan dan konsumen.

Menurutnya, OJK telah menerbitkan aturan POJK 4/2021 tentang Manajemen Risiko Teknologi Informasi oleh Lembaga Jasa Keuangan Non-Bank, yang mencakup diantaranya perusahaan perasuransian, dana pensiun, lembaga pembiayaan, dan penyelenggara fintech lending. 

Selain mengatur hal-hal yang terkait dengan penerapan manajemen risiko IT, aturan tersebut juga memuat substansi terkait penyelenggaraan ssstem IT, utamanya yang terkait dengan kewajiban pelaku industri untuk melakukan proteksi atas data-data perusahaan dan konsumen.  "POJK ini juga mengatur mengenai kewajiban pelaku industri untuk melakukan upaya terbaik dalam melindungi data pribadi konsumen dan menghindari terjadinya penyalahgunaan data," katanya.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement