Jumat 25 Nov 2022 15:06 WIB

Hari Guru, P2G Soroti Masih Maraknya Perundungan di Satuan Pendidikan

Sekolah yang belum bentuk Gugus Tugas Pencegahan Kekerasan perlu disanksi.

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Indira Rezkisari
Foto guru bersama siswa kelas yang dipajang pada pintu pada peringatan Hari Guru Nasional di SDN Pondok Cina 1, Depok, Jawa Barat, Jumat (25/11/2022). Siswa SDNPondok Cina 1 tetap memperingati Hari Guru Nasional meskipun para guru tidak hadir ke sekolahnya sejak (14/11/2022), akibat polemik relokasi sekolah menjadi masjid raya. Republika/Putra M. Akbar
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Foto guru bersama siswa kelas yang dipajang pada pintu pada peringatan Hari Guru Nasional di SDN Pondok Cina 1, Depok, Jawa Barat, Jumat (25/11/2022). Siswa SDNPondok Cina 1 tetap memperingati Hari Guru Nasional meskipun para guru tidak hadir ke sekolahnya sejak (14/11/2022), akibat polemik relokasi sekolah menjadi masjid raya. Republika/Putra M. Akbar

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pada Hari Guru Nasional (HGN) 2022, Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) menyayangkan masih terjadinya perundungan atau bullying yang terjadi di satuan pendidikan, baik yang korbannya siswa maupun guru. P2G mendesak organisasi profesi guru terlibat memberikan pemahaman mengenai hak-hak anak seperti UU Perlindungan Anak bagi guru agar tidak menggunakan kekerasan dalam mendidik siswa.

"Kekerasan di sekolah makin menjadi-jadi, sekolah sudah keadaan darurat. Kemdikbudristek, Kemenag dan Pemda mesti gerak cepat. Jangan sampai kita menormalisasi kekerasan apapun bentuknya. Banyak sekolah yang belum sadar kewajiban mereka mencegah dan menanggulangi kekerasan sesuai Permendikbud 82 Tahun 2015," jelas Koordinator Nasional P2G, Satriwan Salim, lewat keterangannya, Jumat (25/11/2022).

Baca Juga

Dia menambahkan, P2G mendesak dinas pendidikan tiap daerah proaktif mengedukasi bahkan memfasilitasi sekolah agar menjadi sekolah ramah anak. Hendaknya, kata dia, dinas pendidikan memberikan sanksi tegas bagi sekolah yang belum membentuk Gugus Tugas Pencegahan Kekerasan di Satuan Pendidikan.

"Perlu juga menindak tegas sekolah yang belum memasukkan strategi pencegahan dan penanggulangan tindak kekerasan di satuan pendidikan dalam dokumen kurikulum operasional sekolah mereka, sesuai amanah Permendikbud Nomor 82 Tahun 2015," kata Satriwan.

Selain itu, maraknya guru yang terjebak pinjaman online (pinjol) juga dia lihat meresahkan. Sebab, guru sebagai figur pendidik yang semestinya bertindak rasional dan melek literasi finansial ternyata sebaliknya.

Data OJK menyebutkan, sebanyak 42 persen masyarakat yang terjerat pinjol ilegal adalah guru, artinya guru paling banyak terjebak pinjol. Itu dia sebut fakta sangat menyedihkan sekaligus menimbulkan pertanyaan lebih lanjut.

"Apakah 42 persen guru yang terjebak pinjol itu berstatus guru honorer atau swasta dengan upah yang tidak layak? Atau statusnya PNS? Jika yang kena guru honorer, kami rasa pantas saja, dampak buruk rendahnya gaji mereka. Gelap mata, pakai jalan pintas. Gaji sebulan Rp 500 ribu punya anak lebih dua orang. Upah minimum pun tidak. Apalagi sejahtera, solusi memenuhi kebutuhan hidupnya ya ikut pinjol," jelas Satriwan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement