Staf Presiden: Penutupan Wisata Harus Disertai Edukasi
Jangan sampai warga berpindah ke lokasi wisata lain yang justru tak tutup.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Dr. dr. Brian Sri Prahastuti, MPH mengatakan penutupan wisata di daerah sebagai bagian dari upaya pencegahan penularan COVID-19 dinilai tepat. Namun keputusan itu harus disertai dengan edukasi terhadap warga.
"Sehingga jangan sampai terjadi penutupan di satu area wisata misalnya menyebabkan orang bergerak ke tempat wisata yang lain yang tidak ditutup artinya masyarakat belum memahami makna dari penutupan area wisata tersebut," kata Sri dalam konferensi pers bersama Gugas Penanganan COVID-19 di Kantor Graha BNPB, Jakarta, Rabu.
Jika masyarakat diedukasi dengan baik, maka mereka memiliki pemahaman dan pengertian bahwa penutupan tempat wisata sebagai bagian dari upaya pencegahan penyebaran COVID-19. Dengan demikian, warga dapat mendukung upaya pemerintah tersebut, dan kepatuhan terhadap kebijakan itu muncul.
"Yang perlu diperhatikan sebetulnya adalah harus disertai dengan komunikasi dan edukasi kepada masyarakat mengapa tempat-tempat atau area publik (area wisata) tersebut ditutup," ujarnya.
Dia menuturkan penutupan area wisata bila dilakukan pemerintah daerah dengan pertimbangan tertentu. Hal itu tergantung dari analisis yang sudah dilakukan masing-masing pemerintah daerah.
"Karena pemerintah daerah saya percaya mengetahui persis situasi daerahnya dan apa yang terbaik bagi warganya," tuturnya.
Penutupan area wisata tersebut juga akan mendukung efektivitas kebijakan jarak sosial atau social distancing dalam upaya memutus penyebaran virus corona SARS-CoV-2 penyebab COVID-19.
"Pesan pentingnya adalah menghindari kerumunan atau keramaian, harus menjaga jarak itu disebut dengan social distancing," ujarnya.
Sebagaimana diketahui virus penyebab COVID-19 dapat tertular antarmanusia. Oleh karena itu, kontak antarorang harus dibatasi misalnya dengan menghindari kerumunan. Hal ini dilakukan untuk mencegah penularan COVID-19.