Di Tengah Pandemi, Muslim Italia Kesulitan Mencari Pemakaman

Pemakaman Muslim di Italia sangat terbatas jumlahnya.

Reuters
Pelayat yang menghadiri pemakaman jenazah postif corona atau Covid-19 di Italia.
Rep: Ratna Ajeng Tejomukti Red: Ani Nursalikah

REPUBLIKA.CO.ID, BRESCIA -- Tingginya jumlah korban virus corona di Italia telah mempersulit Muslim mendapatkan tempat pemakaman dalam waktu singkat. “Saya belum melihat putra-putra saya selama 10 hari terakhir. Saya berangkat pukul 06.00 dan saya kembali ke rumah setelah pukul 21.00. Kadang saya mendapat telepon di malam hari, saya bekerja sepanjang malam dan kemudian langsung pergi ke kantor, saya mandi di sana, dan saya memulai hari saya dari awal," ujar Tallal Khalid mengisahkan aktivitasnya sebagai pengurus pemakaman Muslim di tengah pandemi corona.

Tujuh tahun yang lalu Khalid, seorang pialang asuransi, memutuskan membuka pemakaman Muslim di Brescia, Italia Utara. Pada pertengahan Maret, jumlah kematian akibat virus corona Italia tembus 12.428, melampaui China, tempat virus itu pertama kali muncul pada Desember.

Khalid tinggal di sebuah kota kecil di provinsi Brescia. Kota Bergamo dan Brescia adalah jantung dari wabah tersebut. Di Bergamo, peti mati sangat berlimpah.

Tentara dipanggil untuk mengambilnya dari gudang untuk dikremasi. Tetapi ketika jenazah adalah seorang Muslim, hampir tidak ada tempat bagi mereka untuk dimakamkan.

Khalid pindah ke Italia dari Maroko 32 tahun yang lalu. Dia selalu terlibat dengan komunitas Muslim setempat.

Komunitas Maroko di Italia memiliki anggota sekitar 500 ribu orang dan merupakan komunitas non-Eropa terbesar yang tinggal di negara itu, setelah orang Rumania dan Albania. Banyak dari mereka memiliki izin berada di Italia, tetapi mungkin belum menjadi warga negara. Sekitar 90 ribu orang tinggal di wilayah Lombardy, daerah yang paling parah dilanda wabah saat ini.

Karena hanya ada 58 pemakaman Muslim di seluruh negari sehingga menemukan tempat untuk menguburkan kerabat mereka bukanlah masalah bagi komunitas Muslim Italia. Tetapi sebelum wabah virus corona, kebanyakan dari mereka memilih untuk dipulangkan.

Baca Juga


Seorang pria melintasi jalanan kosong dengan latar belakang Colosseum kuno pada saat lockdown Italia karena darurat virus Corona di Roma, Ahad (29/3). Virus Corona baru menyebabkan gejala ringan atau sedang bagi kebanyakan orang, tetapi bagi sebagian orang, terutama orang tua dan orang dengan masalah kesehatan dapat menyebabkan penyakit yang lebih parah atau kematian - (Cecillia Fabiano/LaPresse via AP)

“Saya dulu mengelola jenazah Muslim seluruh Italia, dan saya biasa menerima panggilan rata-rata dua hingga tiga tiap pekan. Sebanyak 99,9 persen orang meminta kami untuk mengatur pemulangan kerabat mereka yang sudah meninggal,” Kata Khalid dilansir di TRT World, Kamis (2/4).


Repatriasi tidak pernah menjadi tantangan, sampai beberapa pekan yang lalu ketika penerbangan kargo yang membawa beberapa jenazah dari Italia ke Casablanca, melalui Istanbul, diblokir oleh otoritas Maroko, dan jenazah tersebut terpaksa kembali. Sekarang, perbatasan ditutup, bahkan untuk jenazah.

Baru-baru ini, seorang wanita yang berasal dari Makedonia Utara meninggal di sebuah kota kecil dekat Brescia, Pisogne. Keluarga itu menghubungi seorang pria yang berjanji membantu mereka memulangkan tubuhnya, tetapi itu terbukti mustahil dan pria itu menghilang begitu saja.

Menurut peraturan Italia, seseorang hanya dapat dimakamkan di kotamadya atau tempat tinggal di mana mereka meninggal. Di Pisogne, tempat wanita itu tinggal dan meninggal, tidak ada pemakaman Muslim.

Keluarga itu berjuang menemukan tempat untuk menguburkannya dan akhirnya terjebak di rumah dengan tubuhnya dalam peti mati selama sepekan. Akhirnya, berkat UCOII, Persatuan komunitas Islam di Italia, kotamadya Brescia setuju memberinya tempat di pemakaman lokal di mana area kecil disediakan untuk umat Islam.

Kemudian Khalid dihubungi pada malam hari untuk mengangkut peti mati dari rumahnya ke kuburan. “Saya berkendara satu jam untuk sampai ke sana, dan kami bekerja sampai pukul 03.00 untuk membawa peti mati ke lantai bawah dari lantai tiga. Anda tidak dapat membayangkan, seluruh situasinya sangat sulit," ujar dia.

Mereka kemudian membawanya ke gudang di pemakaman dan setelah dua hari ia akhirnya dimakamkan. Tapi mereka menegaskan itu pengecualian, karena mereka hanya memiliki 10 tempat tersisa dan mereka ingin menyimpannya untuk penduduk Brescia.

Pemandangan jalanan yang sepi saat masa lockdown menyusul pandemic virus Corona baru (Covid-19) di Milan, Italy, Ahad (29/3). Italia sedang dalam masa lockdown total sebagai upaya untuk menghentikan penyebaran Corona virus SARS-CoV-2 yang menyebabkan penyakit COVID-19 - (ANGELO CARCONI/EPA EFEZ/ANSA)

Dalam Islam, orang mati harus dikubur sesegera mungkin dan kremasi dilarang. Tubuh pertama-tama dibersihkan dengan air hangat ("ghusl" dalam bahasa Arab), dan kemudian dibungkus dengan kain kafan. Tetapi aturan itu harus berubah, untuk mencegah virus menyebar lebih jauh.

Pada awal wabah, UCOII menyebarkan selebaran di antara masyarakat dengan aturan terbaru tentang ritual pemakaman. Jika seseorang meninggal karena Covid-19, UCOII merekomendasikan, tidak boleh ada ghusl atau tayammum. Semua orang harus mengikuti apa yang disarankan oleh para profesional kesehatan di rumah sakit atau kamar jenazah yang direkomendasikan untuk dilakukan.

Bagi komunitas migran Muslim, doa bersama atau shalat jenazah, sering dirasakan sebagai momen penting, tetapi untuk saat ini yang paling penting adalah tetap di rumah, dan tidak mendatangi pemakaman. Hanya beberapa orang yang diizinkan di pemakaman, dan mereka harus berdiri setidaknya satu meter, menghindari sentuhan, atau pelukan.

"Segera setelah virus menyebar, kami segera memutuskan menutup semua pusat Islam dan masjid, dan menangguhkan semua kegiatan kami, menghindari pertemuan," kata Presiden UCOII Yassine Lafram.




Itu bukan hanya masalah menanggapi keputusan Menteri Dalam Negeri, tetapi juga untuk menunjukkan rasa memiliki dan rasa kewarganegaraan. UCOII baru-baru ini mengundang anggota dari seluruh komunitas Muslim Italia, yang mereka perkirakan dua juta orang untuk mendonorkan darah. Banyak rumah sakit di seluruh negeri tiba-tiba menghadapi kekurangan karena pembatasan pergerakan yang membuat lebih sulit bagi sebagian orang untuk pergi ke rumah sakit.

UCOII secara langsung diberitahu tentang kematian setidaknya 60 orang Muslim di Bergamo dan Brescia. "Tetapi jumlah sebenarnya pasti lebih tinggi," kata Lafram.

“Kami sudah mengetahui kekurangan pemakaman Muslim di Italia. Ada rencana peraturan khusus dan peraturan yang sangat ketat, jadi secara umum tidak mudah untuk membuka pemakaman baru. Ada beberapa kota terkemuka yang menanggapi permintaan ini sebelum krisis. Yang lain sekarang membayar harga pilihan politik mereka," ujarnya.

Di Azzano San Paolo, sebuah kota kecil dekat Bergamo, terletak salah satu dari sedikit pemakaman Muslim. Pemakaman ini dibuka 10 tahun yang lalu dan mereka mencapai kesepakatan dengan pemerintah kota untuk mengizinkan bukan penduduk setempat untuk dimakamkan di sana.

Wahid Arid, yang menjalankan biro pemakaman, belum pernah menghadapi hal seperti ini sebelumnya. "Aku tidak bisa tidur di malam hari. Aku pergi keluar dan berdoa agar bisa kembali dan melihat keluargaku lagi," ujar dia.

Wahid rata-rata mengubur satu orang sebulan. “Kami menguburkan enam orang dua hari lalu, hari ini tiga, besok dua, dan sekali lagi pada Senin dan Selasa. Semuanya Covid-19. Kami memiliki 300 tempat di pemakaman secara total. Pada kecepatan ini, makam akan penuh dalam waktu kurang dari sebulan," ujar dia.

UCOII menerbitkan daftar di situs mereka 58 kuburan yang memiliki area untuk umat Islam, dengan nomor telepon, dan juga daftar agen pemakaman khusus, seperti milik Arid dan Khalid. Mereka juga memulai saluran Whatsapp untuk berbagi informasi dan mengumpulkan laporan dari anggota komunitas.

Lafram mengatakan mereka melakukan yang terbaik untuk melakukan mediasi dengan pihak berwenang setempat. Wali Kota Milan baru-baru ini setuju membuka area Muslim di pemakaman lokal untuk semua penduduk di provinsi tersebut.

"Kita semua bersama-sama ada banyak dokter Muslim, banyak dari mereka sudah pensiun, yang sekarang di garis depan. Beberapa dari mereka sakit dan beberapa bahkan meninggal," ujar dia.

Pemandangan pantai Ladispoli yang kosong selama lockdown darurat di dekat Roma, Italia, Ahad (29/3). Italia sedang dalam masa lockdown total sebagai upaya untuk menghentikan penyebaran Corona virus SARS-CoV-2 yang menyebabkan penyakit COVID-19 - (ANGELO CARCONI/EPA EFEZ/ANSA)

Mereka adalah pahlawan yang seharusnya dihormati bersama dengan semua dokter Italia yang menghadapi keadaan darurat ini. Khalid membeli masker, sarung tangan dan pakaian pelindung dan tidak pernah memasuki kamar jenazah rumah sakit tanpa mengenakannya.

“Dokter dan kita yang berhubungan langsung dengan jenazah dan banyak rekan saya sakit, beberapa meninggal, orang-orang dengan keluarga, orang-orang yang saya kenal dengan baik,” katanya.

Dia juga mengkhawatirkan keluarganya dan memutuskan tidur di apartemen terpisah. "Kami hanya ingin melupakan ini dan melupakan segalanya. Namun, bahkan jika dia tahu, dia masih akan memutuskan untuk melakukan pekerjaan ini. Ini adalah tugas kita dan saya merasa terhormat untuk melakukan ini. Pada akhirnya, seperti yang kita katakan, kita ada di tangan Allah," ujar dia.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler