Bangladesh Gelontorkan Bantuan Tunai Selama Ramadhan
Bantuan tunah dari Pemerintah Bangladesh diberikan untuk warga miskin selama Ramadhan
REPUBLIKA.CO.ID, DHAKA -- Pemerintah Bangladesh bakal menggelontorkan bantuan sebesar 2.000 taka atau sekitar Rp 376 ribu secara tunai kepada 1,5 juta populasi warga miskin sepanjang Ramadhan. Bantuan bakal diberikan bagi keluarga-keluarga yang paling rentan dalam menghadapi pandemi virus corona jenis baru (Covid-19).
Dari 1,5 juta populasi warga miskin yang terdata, kesemuanya terbagu dalam 40 juta kepala keluarga (KK) yang pencari nafkahnya kehilangan pekerjaan usai diberlakukan lockdown. Hal itu sebagai bagian dari langkah Pemerintah Bangladesh untuk menjaga segmen masyarakat yang paling rentan di rumah untuk mengatasi virus mematikan.
Dilansir di The Daily Star, Selasa (14/4), Kementerian Keuangan Bangladesh menyebut bahwa skema terbaru akan mencakup 1,5 juta populasi. Sejauh ini, pemerintah telah mengalokasikan 760 juta taka atau sekitar Rp 142,8 miliar untuk kelompok masyarakat tersebut.
"Golongan (yang termasuk warga miskin itu) meliputi buruh harian, sopir becak atau van-puller, mekanik, pekerja konstruksi, penjaja koran, pekerja hotel," kata Perdana Menteri Bangladesh Sheikh Hasina.
Dia menjelaskan, perintah telah diberikan untuk menyiapkan daftar penerima dan nomor rekening bank mereka. Setelah daftar disusun, kata dia, uang tunai untuk satu kali akan dikirim ke rekening mereka secara langsung. Adapun korporasi kota dan administrasi kabupaten sudah mulai menyiapkan daftar warga yang tergolong miskin dan masuk dalam kalangan tersebut.
Pemerintah Bangladesh berencana untuk mencairkan dana selama Ramadhan, yang dimulai pada pekan terakhir bulan April. Kemudian akan diputuskan apakah uang tunai akan ditransfer melalui rekening bank atau layanan keuangan seluler karena banyak dari kelompok tersebut yang tidak memiliki rekening bank.
Bank Dunia pada akhir pekan lalu juga menyarankan langkah serupa untuk membantu orang miskin dan mereka yang bekerja di sektor informal untuk mengatasi situasi yang menyedihkan itu. Dilaporkan, sejumlah besar orang telah kehilangan pekerjaan karena penurunan ekonomi yang berkelanjutan dari pandemi coronavirus.
Untuk itu, Bangladesh telah mengumumkan berbagai paket stimulus senilai 95,619 juta taka atau sekitar Rp 17,8 miliat, yang merupakan 3,3 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). "Kami tidak tahu berapa lama krisis ini akan berlangsung dan bagaimana itu akan membahayakan ekonomi kami," katanya.
Sektor impor dan ekspor Bangladesh pun sudah mulai merasakan 'panasnya' pandemi corona. Sebagian besar pekerja migran kehilangan pekerjaan karena patogen yang mematikan. Ini telah menghentikan aliran pengiriman uang.
"Kami tidak berada di luar sistem global. Pukulan yang berasal dari resesi ekonomi global telah menjadi penyebab utama kekhawatiran bagi perekonomian kita juga," ungkapnya.
Semua kementerian terkait pertanian telah diberi instruksi untuk mempercepat produksi pertanian sehingga tidak ada kekurangan pangan yang muncul dalam beberapa hari mendatang.
"Kami telah mengambil langkah-langkah sehingga tidak ada kekurangan benih, pupuk, pestisida dan input pertanian lainnya dan membawanya ke petani tepat waktu," tambahnya.
Direktur Eksekutif Institut Penelitian Kebijakan Bangladesh Ahsan H Mansur mengatakan, pandemi corona telah menimbulkan dampak ekonomi yang negatif. Yang paling terasa, kata dia, adalah munculnya sejumlah warga yang kehilangan pekerjaan dan juga tak mendapatkan kebutuhan makan.
Mantan ekonom utama di kantor Bank Dunia Dhaka Zahid Hussain juga berpendapat serupa. Dia mengatakan bahwa tanpa bantuan tunai langsung pemerintah, akan sangat sulit bagi para warga terdampak pandemi corona bertahan hidup.
"Setidaknya terdapat 4-5 juta orang berjuang untuk bertahan hidup akibat kekurangan makanan," kata dia.
Tanpa bantuan sosial minimum, menurutnya, mereka yang rentan dan mereka yang hidup dari tangan ke mulut tidak akan memiliki pilihan selain menentang perintah.
Kebijakan lockdown yang akan berlanjut setidaknya hingg 25 April mendatang telah membuat semua kegiatan ekonomi berhenti dan menutup kantor, bisnis, industri, dan menghentikan mobilitas dalam transportasi.