Bangsal Bersalin Diserang, Damai di Afghanistan Mundur
Bangsal Bersalin Diserang, Proses Damai di Afghanistan Alami Kemunduran
Setelah serangan terhadap sebuah klinik di Kabul, Afghanistan, dan bagian persalinan di rumah sakit itu, organisasi Dokter Lintas Batas (MSF) terpaksa menghentikan sementara pekerjaannya. "Keputusan yang sulit tetapi perlu dilakukan," ujar Larissa Alles, Manajer Advokasi MSF di Kabul kepada DW. Departemen ini didirikan untuk memenuhi kebutuhan perempuan dengan tingkat kelahiran rumit dan bayi berkebutuhan khusus yang baru lahir.
Distrik Dascht-e Barchi, tempat rumah sakit dengan departemen kelahiran yang dioperasikan oleh MSF, adalah salah satu distrik yang paling padat penduduknya di Kabul, demikian kata Larissa Alles.
Dia menunjuk angka kematian ibu dan bayi yang tinggi di Afghanistan. Yang pertama adalah 638 per 100.000 kelahiran, yang terakhir 37 per 100 ribu kelahiran. Sebagai perbandingan: Di Eropa Barat angkanya berada dalam kisaran satu digit untuk per seratus ribu kelahiran. Ini menunjukkan pentingnya departemen kelahiran karena MSF beroperasi di Kabul.
"Solidaritas dengan Afghanistan"
"Kami kehilangan sejumlah pasien dalam serangan itu," ujar Larissa Alles dalam wawancara dengan DW. Seorang bidan yang pernah bekerja di departemen persalinan itu juga meninggal dalam serangan tersebut. Pasien yang selamat dibawa ke rumah sakit tetangga dan karyawan dibawa ke tempat yang aman. Tim medis MSF sekarang memprioritaskan bayi baru lahir, para ibu melahirkan, serta dukungan psikologis bagi karyawan dan kerabat korban serangan.
Larissa Alles juga menjelaskan: "Kami melanjutkan kegiatan kami di seluruh negeri. Kami mempertahankan solidaritas kami dengan rakyat Afghanistan meski setelah kekejaman ini terjadi."
Juru bicara MSF mengatakan organisasi itu tetap akan melakukan proyek lebih lanjut di provinsi-provinsi lain: "Di Kandahar kami merawat pasien tuberkulosis multiresisten. Di Herat kami mengoperasikan rumah sakit. Di sana, orang-orang terlantar yang kekurangan gizi, terutama anak-anak, dirawat. Di Chost kami menjalankan klinik bersalin besar lainnya, serta memberikan bantuan di rumah sakit negara milik Departemen Kesehatan di Helmand."
Kami "menguburkan istriku"
Seorang pria bernama Kazem dari Distrik Dascht-Barchi kehilangan istrinya karena serangan itu. Dia melahirkan di klinik nahas itu. DW menghubungi Kazem melalui telepon. Dia harus menginterupsi wawancara berulang kali karena air mata terus berlinang: "Saya berada di rumah sakit ketika serangan itu terjadi. Saya datang untuk menjenguk istri saya. Ketika orang-orang menyerbu gedung, polisi tidak melakukan apa pun kecuali melarikan diri, "katanya.
"Unit khusus tidak sampai satu atau dua jam kemudian tiba. Kemudian, para ibu dan anak-anak dibawa ke klinik lain. Saya kemudian mencari istri saya ke semua penjuru rumah sakit karena saya tidak tahu di mana ia berada. Kemudian saya akhirnya mengetahui bahwa dia sudah meninggal dunia. Kami menguburkan istri saya dan sekarang saya di sini bersama bayi yang selamat dari serangan itu. Kami memiliki keluarga dan teman yang sekarang merawatnya. Kakak perempuan saya juga merawatnya."
Presiden Afghanistan Ashraf Ghani segera menuding Taliban sebagai pelaku serangan dan mengumumkan operasi militer merespon tindakan itu. Namun pakar politik Andrew Watkins dari International Crisis Group meyakini bahwa pernyataan ini harus disikapi dengan hati-hati. "Itu adalah pernyataan politik. Masyarakat meminta respons. Faktanya, tentara Afghanistan secara bertahap meningkatkan operasi militernya bahkan sebelum serangan hari Selasa lalu."
Adapun klaim pemerintah Afghanistan terkait "hubungan dalam dan dekat" antara Taliban atau "jaringan Haqqani" dan jaringan teroris lainnya seperti "Negara Islam" (ISIS), harus dicerna dengan skepsisme yang besar, kata Watkins.
Pada fase awal ekspansi kekhalifahan antara 2014-2015, ISIS mungkin masih menarik bagi sebagian gerilyawan Taliban. Tetapi "pemimpin Taliban memerangi ISIS dengan manusia dan sumber daya yang luar biasa untuk mempertahankan supremasi dalam perlawanan terhadap pemerintah Kabul."
Kendati demikian masih terlampau dini untuk mendeklarasikan kematian perundingan damai, kata Watkins. "Analisa mendalam terhadap pernyataan Presiden Ghani dan ungkapan berbagai tokoh Taliban setelah terjadinya serangan menunjukkan, tidak satu pihak pun menentang perundingan di kemudian hari. Amerika Serikat menekan kedua belah pihak sedemikian rupa, sehingga tidak ada yang ingin memberi kesan seakan menutup pintu perdamaian." (rzn/hp)