Rekrutmen CPNS yang Tertunda Akibat Pandemi
Pengamat kebijakan publik menilai jumlah PNS juga sudah berlebihan.
REPUBLIKA.CO.ID, oleh Fauziah Mursid, Inas Widyanuratikah
Anggaran negara yang difokuskan pada penanganan pandemi Covid-19 mengakibatkan pemerintah memutuskan tidak membuka rekrutmen calon pegawai negeri sipil (CPNS) pada 2020 maupun 2021. Pemerintah memilih fokus menyelesaikan proses penerimaan CPNS 2019 yang masih tertunda karena pandemi Covid-19.
Pengamat kebijakan publik dari Universitas Padjadjaran Yogi Suprayogi menilai tepat langkah Pemerintah meniadakan seleksi penerimaan CPNS pada 2020. Yogi menilai, moratorium seleksi CPNS tahun ini sebagai proses alami pengurangan PNS.
Sebab, proporsi PNS saat ini tidak merata antara kebutuhan dan kompetensi. "Sebenarnya ini cara mengurangi PNS dengan proses alami, dengan adanya pensiun dan sebagainya," kata Yogi saat dihubungi.
Ia mengatakan, adanya pandemi Covid-19 juga membuat anggaran negara lebih banyak dialokasikan untuk penanganan Covid-19. Sementara, anggaran belanja pegawai PNS sangat besar.
Yogi menilai, moratorium CPNS juga sesuai dengan rencana pemerintah merestrukturisasi ulang manajemen rekrutmen ASN sesuai kebutuhan. "Sekarang saja banyak PNS yang overload, karena itu kebutuhan PNS harus tepat sasaran," katanya.
Ia berharap, seleksi penerimaan CPNS tahun mendatang merumuskan bidang kompetensi ASN yang paling dibutuhkan sesuai pembangunan nasional. "Jadi jangan tiap tahun ada pengadaan PNS tapi tidak tau targetnya buat apa dan pembangunan kita ke arah mana, jadi pastikan kompetensi harus tepat dan sesuai kebutuhan pembangunan," katanya.
Pengamat kebijakan publik Agus Pambagio juga menilai tidak ada yang salah dari keputusan pemerintah yang meniadakan seleksi PNS 2020. Dia mengungkapkan, keputusan semacam itu juga bukan merupakan hal baru di Indonesia.
"Ya kalau memang tidak perlu dan tidak ada kebutuhannya tidak usah terima tidak apa-apa kan, memang mau kerja apa dia? Terus anggarannya bagaimana?" kata Agus di Jakarta, Rabu (8/7).
Dia mengatakan, pemerintah lebih baik memaksimalkan tenaga-tenaga kontrak kalau memang tidak membuka tes CPNS tahun ini. Dia berpendapat, ditiadakannya tes penerimaan PNS tahun ini juga tidak akan mengganggu kinerja pelayanan pemerintah kepada masyarakat.
Menurutnya bahwa pandemi Covid-19 yang terjadi saat ini juga tidak ada akan memberikan dampak signifikan terhadap pelayanan publik meski tes CPNS ditangguhkan. Dia mengatakan, dihentikan sementara seleksi penerimaan tersebut juga akan membantu menghemat pengeluaran negara akan belanja pegawai.
"Ya tidak ada posisi ya tidak usah repot. Kemarin itu beberapa tahun juga biasa saja kan. Kalau tidak butuh ya ngapain kan, berlebih juga ASN-nya," katanya.
Ketua Umum Dewan Pengurus Korps Pegawai Republik Indonesia (Korpri) Zudan Arif Fakrullah namun menilai ada sedikit pengaruh tidak dibukanya seleksi CPNS terhadap kerja PNS. Meski tidak banyak, ketiadaan rekrutmen CPNS akan tetap berpengaruh kepada beban kerja PNS.
"Ada pengaruh sedikit, jumlah ASN berkurang, tenaga dan pikiran dari bawah juga berkurang," kata Zudan.
Kendati demikian, Korpri, kata Zudan, tidak terlalu mempermasalahkan tidak ada rekrutmen CPNS pada 2020. Sebab, ia meyakini masalah kebutuhan pegawai bisa diatasi dengan sistem manajemen sumber daya manusia (SDM). "Tidak apa-apa, masih bisa tertanggulangi dari sisi manajemen SDM," katanya.
Selain itu, Korpri juga meyakini Pemerintah telah mempertimbangkan berbagai hal untuk tidak membuka seleksi penerimaan CPNS tahun ini. "Tentu semua sudah diperhitungkan. Tahun depan bisa mengangkat CPNS lebih banyak lagi," katanya
Wasekjen Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI) Dudung Abdul Qadir namun meminta pemerintah mencatat seberapa besar kekurangan guru mulai dari jenjang SD hingga SMA jika seleksi CPNS ditiadakan pada tahun ini. Sebab, jika tidak diantisipasi akan berdampak terhadap kelangsungan standar layanan pendidikan.
"Kami berharap kepada pemerintah untuk secara bijak mengantisipasi sehingga pendidikan masa depan, generasi ke depan harus terprogram secara strategis sehingga tidak berdampak besar terhadap SDM," kata dia ketika dihubungi Republika, Rabu (8/7).
Dudung menjelaskan PGRI memahami bahwa berbagai sektor kehidupan terganggu pada masa pandemi. Ia pun memahami alasan pemerintah meniadakan seleksi CPNS 2020 dan fokus menyelesaikan seleksi CPNS 2019.
Kendati demikian, menurut Dudung, hal ini tentunya akan berpengaruh terhadap guru-guru honorer yang mempersiapkan diri menjadi aparatur sipil negara (ASN) tahun ini. Tidak adanya seleksi CPNS membuat harapan guru honorer yang sangat ingin menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) harus tertunda.
"Semua hidup sulit masa pandemi ini. Tapi harus ada kebijakan-kebijakan yang tidak biasa, yang out of the box untuk menyelesaikan persoalan pendidikan, khususnya kekurangan guru," kata Dudung.
Padahal, guru honorer di Indonesia kondisinya secara umum sangat memprihatinkan. Menurut Dudung, di kota-kota besar mungkin guru honorer sudah terfasilitasi dengan baik, tetapi kondisinya berbeda di daerah.
Menurut dia, pemerintah tidak bisa melulu berbicara soal mutu sementara masih banyak guru yang kebutuhan hidupnya tidak terpenuhi. Terkait hal tersebut, pemerintah perlu segera memperhatikan nasib guru-guru honorer salah satunya dengan mengadakan seleksi CPNS.
Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Bima Haria Wibisana mengatakan, hingga saat ini belum ada kebijakan untuk membuka rekruitmen CPNS. "Untuk CPNS 2020 belum ada kebijakannya. Pemerintah masih akan menyelesaikan terlebih dahulu proses penerimaan CPNS 2019 yang masih tertunda tes SKB-nya," kata Bima melalui pesan singkatnya.
Bima menjelaskan, pelaksanaan seleksi kompetensi bidang (SKB) CPNS 2019 yang terhambat karena Covid-19 rencananya dilakukan pada akhir Agustus/awal September-Oktober atau setelah selesai test SKB sekolah kedinasan. Namun demikian, pelaksanaan SKB kata Bima, masih harus mendapat persetujuan gugus tugas penanganan Covid-19.
"Tapi semua masih harus mendapat persetujuan Gugus Tugas Covid-19," katanya.
Ia juga mengatakan, hingga saat ini belum ada usulan yang masuk dari instansi mengenai kebutuhan pegawai ASN. "Belum ada usulan yang masuk dari instansi," katanya.
Berdasarkan catatan BKN, per Desember 2019 terdapat 4,189 juta PNS di Tanah Air. Persentasenya terdapat 51,51 PNS wanita dan 48,49 PNS pria.
Dari jumlah 4,189 juta PNS, sekitar 20 persen bekerja di pemerintah pusat. Sisanya bekerja di pemerintah daerah. Kisaran 20 persen untuk PNS di pemerintah pusat sudah cukup stabil terjadi sejak tahun 2009.
Jumlah PNS dari tahun 2015 hingga akhir Desember 2018 sebenarnya mengalami penurunan. Pada tahun 2011-2013 jumlah PNS menurun karena adanya moratorium penerimaan CPNS jalur umum.