Produktif di Masa Pandemi, Pilih Kirim atau Terima Paket

Dari awalnya hobi atau pengisi waktu saat pandemi, kini banyak yang menghasilkan uang

Republika TV
Jurnalis Republika, Andi Nur Aminah
Red: Joko Sadewo

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Andi Nur Aminah*

Belakangan ini, telinga saya kian akrab dengan teriakan mas-mas yang berseru: Pakeeeet. Dalam sehari, bisa lebih dari lima kali teriakan-teriakan itu terdengar. Datangnya pun tak mengenal waktu. Pagi, siang, sore bahkan hingga malam pun, teriakan kurir pengantar paket itu masih kadang terdengar.

Bahkan, pernah suatu ketika, ada kurir yang datang sampai dua kali di hari yang sama. Pagi-pagi dia sudah mengantarkan paket untuk putri saya, sore harinya dia datang lagi membawakan paket untuk tetangga, dua rumah dari tempat tinggal saya.

Kurir-kurir ini, mengantarkan barang-barang belanjaan online shop. Ada kurir khusus  dari platform toko online seperti Shopee, Lazada, Bukalapak dan lainnya. Namun ada juga kurir ekspedisi khusus seperti dari TIKI, JNE, Ninja Express, J&T, Wahana, Sicepat, RPX. Ataupun melalui jasa kurir Grab Express dan GoSend.

Kehadiran para kurir ini, menjadi salah satu rangkaian proses terpenting dalam penjualan barang. Mengirim barang belanjaan dengan aman, cepat dan tanpa cacat tentu menjadi harapan pengirim maupun penerima paket tersebut.

Sejak pandemi Covid-19 mulai marak, imbauan untuk di rumah saja membuat banyak orang mengalihkan pilihan dengan berbelanja online. Masyarakat menghindari datang ke gerai fisik dan memilih berbelanja online. Secara bertahap, kondisi ini menaikan penjualan online.


Belanja online mulai dari kebutuhan dapur, makanan siap saji, pakaian, hingga alat-alat rumah tangga, kini dengan mudah dilakukan. Tren kenaikan penjualan juga terjadi pada penjualan bahan pokok. Toko Tani Indonesia Center misalnya, pada Mei lalu, mencatatkan penjualan tertinggi saat Ramadhan.

Omzet usaha di bawah naungan Kementerian Pertanian (Kementan) tersebut melejit mencapai Rp 886 juta per hari. Angka itu naik dua hingga tiga kali lipat dari rata-rata omzet harian di kisaran Rp 300 juta per hari. Kenaikan tersebut disumbang terbesar dari penjualan online yang ditopang insentif bebas ongkir untuk lokasi tak melebihi 2,5 kilometer dari gerai terdekat.

Lalu secara individual, memasarkan produk melalui media sosial seperti Facebook dan Instagram, pun semakin marak, seiring dengan terus berkembangnya pemasaran di marketplace. Mereka yang tak biasa di rumah dan hanya gonta ganti status di medsos, mungkin mulai berpikir untuk meningkatkan nilai dan kualitas medsosnya. Bagaimana caranya? Salah satunya dengan berjualan.

Saya mengamati ada banyak kawan yang kini rajin memosting foto-foto produk di medsos mereka. Awalnya mungkin coba-coba saja atau untuk kebutuhan pribadi. Rajutan misalnya. Mereka yang piawai jahit menjahit, bisa menggunakan keterampilannya dengan membuat masker kain yang sedikit eksklusif. Kenapa masker? Karena di masa pandemi saat ini, masker menjadi benda yang wajib dimiliki setiap orang.

Biasanya, untuk keperluan tertentu seperti pertemuan formal atau hajatan, orang ingin tampil dengan tetap menerapkan protokol kesehatan yakni bermasker, tapi terlihat lebih wah. Maka lahirlah ide membuat masker dengan aksen rajutan, brokat, payet dan lainnya. Atau yang lebih simpel lagi, cukup mencari bahan kain dengan motif yang unik kemudian menjahitnya menjadi masker.

Aktivitas lainnya yang banyak dijalankan orang-orang di rumah saat ini adalah berkebun. Menanam aneka tanaman, baik tanaman hias, ataupun tanaman produktif dengan memanfaatkan lahan pekarangan, juga menjadi pilihan banyak orang saat ini. Jika awalnya mungkin niatnya untuk mengisi waktu atau ingin menata taman di rumah sendiri, lama-lama banyak juga yang bergeser menjadi lebih produktif melakukan pembibitan tanaman agar bisa menghasilkan cuan.

Lalu kegiatan mengubek-ubek dapur, menjadi chef dadakan dengan mencoba berbagai resep makanan, menjadi salah satu kegiatan menyenangkan kaum ibu di rumah. Pameo 'sekali mendayung dua tiga pulau terlampaui', banyak terjadi di dapur rumah tangga saat ini. Artinya, sambil memasak untuk dimakan bersama anggota keluarga, sekaligus juga bisa dipasarkan.

Menyalurkan hobi, mengisi kekosongan waktu agar tak jenuh, asal dilakukan dengan hati senang, juga akan menjaga imunitas tubuh. Nah, kondisi ini pun dibutuhkan di masa pandemi begini. Yakin, imunitas tubuh akan baik dan positif lagi jika kegiatan produktif itu mengasilkan kesenangan lain yakni uang.

Mau levelnya lebih tinggi lagi? Uang yang dihasilkan bisa dipakai untuk berbagi. Jika aktivitas tersebut tak lagi bisa dilakukan sendiri, maka mengajak orang lain adalah pilihan. Itu berarti, memberikan kesempatan orang lain mendapatkan manfaat penghasilan juga dari aktivitas yang kita lakukan.

Lalu saat produk-produk sudah tersedia, biarkanlah para kurir bekerja. Selain menfaatkan jasa kurir yang sudah punya nama seperti di atas, kini mulai bermunculan komunitas kecil kurir lepas. Mereka umumnya orang-orang kantoran yang terpaksa dirumahkan karena kantornya tutup akibat pandemi Covid-19.

Ada pula komunitas kurir yang ternyata mereka adalah mahasiswa yang memanfaatkan 'liburan' kuliah. Jadi, pilihan untuk tetap produktif di masa pandemi tetap saja ada. Tinggal, mau ambil bagian di mana, menjadi pengirim paket atau penerima paket?

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler