Pimpinan DPR: Pro-Kontra Pesangon RUU Ciptaker Biasa

Sejumlah fraksi masih mempermasalahakan pengurangan pesangon di RUU Ciptaker.

ANTARA/Bayu Pratama S
Pimpinan DPR: Pro-Kontra Pesangon RUU Ciptaker Biasa. ilustrasi ruu ciptaker
Rep: Arif Satrio Nugroho Red: Ani Nursalikah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua DPR RI Koordinator Politik dan Keamanan (Korpolkam) Azis Syamsuddin menganggap pro dan kontra antarfraksi di DPR terkait pengurangan pesangon menjelang disahkanya RUU Cipta Kerja (Ciptaker) hal biasa. Menurutnya, perbedaan dan perdebatan dalam penyampaian substansi merupakan dinamika sebuah demokrasi.

Baca Juga


"Banyak Pembahasan RUU di DPR yang saling berbeda persepsi di antara fraksi DPR ataupun dengan Pemerintah. Perbedaan persepsi dan perdebatan adalah dinamika dari Negara demokrasi, yang terpenting adalah bagaimana kita dapat memajukan dan menyelesaikan permasalahan bangsa ini," kata Azis saat dikonfirmasi dengan pesan singkat, Ahad (4/10).

Sebagaimana diketahui, meski pembahasan DIM RUU Cipta Kerja sudah usai, sejumlah fraksi masih mempermasalahakan RUU tersebut. Fraksi yang menyoal Omnibus Law itu jelang pengesahan di antaranya fraksi Demokrat dan PKS. Adapun yang paling disoal yakni klaster ketenagakerjaan soal pesangon. 

Azis mengklaim perubahan pesangon dalam klaster Ketenagakerjaan dilandasi dengan kenyataan yang ada saat ini di masa pandemi. Para pelaku usaha mengalami gejolak ekonomi yang cukup terpuruk karena adanya Covid 19 yang terjadi di belahan dunia. 

"Tentunya kita harus melihat dari berbagai sudut pandang yang ada, perubahan skala pesangon 19 kali gaji ditambah Jaminan Kehilangan Pekerjaan sebanyak enam kali yang dilakukan pengelolaannya oleh Pemerintah melalui BPJS Ketenagakerjaan dengan perhitungan dan melihat kondisi pandemi saat ini tentunya," ujar politikus Golkar itu. 

Ia mengharapkan para buruh dapat mengerti dan memahami kondisi saat ini. Jangan sampai pelaku usaha dan investor justru pergi meninggalkan Indonesia dan melirik negara lain.

Dalam RUU Ciptaker klaster ketenagakerjaan ini juga ada kemajuan dimana upah minimun kota atau kabupaten bisa lebih besar dari upah minimum provinsi disesuaikan dengan pertumbuhan ekonomi, inflasi dan koefisiensi produktivitas. "Kalau pengusaha pergi dan dipersulit di masa pandemi saat ini, maka mereka akan berdampak cukup siginifikan dan berimbas pada minimnya lapangan pekerjaan nantinya," kata Azis. 

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler