BPS Proyeksi Produksi Beras Surplus 2,26 Juta Ton
Konsumsi beras nasional pada tahun ini diperkirakan sebesar 29,37 juta ton
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Badan Pusat Statistik (BPS) memproyeksikan, ketersediaan beras di Indonesia akan mengalami kelebihan lebih dari dua juta ton ton sampai akhir tahun. Prediksi ini berdasarkan perhitungan proyeksi produksi beras dengan menggunakan metode Kerangka Sampel Area (KSA) dan konsumsi beras per kapita.
Kepala BPS Suhariyanto mengatakan, perhitungan BPS menunjukkan, produksi beras sampai dengan akhir tahun diperkirakan mencapai 31,63 juta ton. Sedangkan, konsumsinya 29,37 juta ton dalam periode. "Berarti, ada surplus 2,26 juta ton," ucapnya dalam konferensi pers secara virtual, Kamis (15/10).
Produksi beras yang mencapai 31,63 juta ton tersebut mengalami kenaikan 310 ribu ton atau satu persen dibandingkan realisasi produksi beras sepanjang 2019 yaitu 31,31 juta ton.
Suhariyanto mengatakan, proyeksi tersebut bersifat sementara karena angka produksi beras September hingga Desember merupakan angka sementara atau potensi. Sedangkan, sisa bulannya sudah menggunakan data realisasi yang didapatkan dari berbagai Kementerian/ Lembaga dan diolah dengan metode Kerangka Sampel Area (KSA).
Tapi, dalam keadaan normal, potensi itu tidak jauh berbeda dengan realisasi. Hanya satu faktor patut menjadi perhatian, yakni peringatan BMKG akan terjadinya fenomena La Nina sejak Oktober hingga Desember.
Dengan fenomena tersebut, Suhariyanto menuturkan, curah hujan akan bertambah tinggi hingga mengakibatkan potensi multi bencana seperti banjir dan longsor. "Kita tetap berharap, potensinya tidak jauh beda dengan realisasi, tapi tetap memperhatikan peringatan dari BMKG," tuturnya.
Kenaikan produksi beras tidak terlepas dari pertumbuhan luas panen dan produksi padi. Sepanjang 2020, BPS memperkirakan, luas panen padi mengalami pertumbuhan 110 ribu ha dibandingkan tahun lalu, menjadi 10,79 juta ha.
Karena luas panen meningkat, otomatis produksi padi juga tumbuh. Potensi produksi padi pada tahun ini diperkirakan sebesar 55,16 juta ton gabah kering giling (GKG), atau meningkat 1,02 persen.
Secara keseluruhan, Suhariyanto menuturkan, produktivitas padi terbilang stabil pada tahun ini dibandingkan 2019. Faktor yang berpengaruh adalah fluktuasi situasi cuaca. "Tentunya kita tahu, produk-produk pertanian sangat sangat rentan terhadap cuaca," ujarnya.
Fluktuasi tersebut sudah terlihat pada realisasi luas panen padi sepanjang Januari sampai September yang turun 2,97 persen dari 9,28 juta ton menjadi 9,01 juta ton. Suhariyanto mengatakan, cuaca tidak berpihak di banyak daerah menjadi faktor utamanya.
Di antaranya di Sulawesi Selatan yang mengalami banjir di tiga kabupaten, yakni Bone, Sidrap dan Wajo. Demikian juga dengan Kalimantan Selatan yang juga menghadapi banjir dan serangan beberapa jenis hama seperti wereng dan tikus.
Penurunan itu diharapkan bisa diperbaiki pada Oktober sampai Desember. BPS memproyeksikan, adanya kenaikan 380 juta hektar luas panen padi menjadi 1,78 juta ton pada kuartal keempat nanti.