Pengacara: Napoleon tak Terima Dituduh Menerima Rp 7 Miliar
Napoleon juga akan mengungkapkan adanya bukti-bukti terkait dugaan keterlibatan pihak
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Tersangka Irjen Napoleon Bonaparte masih keras menolak menerima suap Rp 7 miliar terkait penghapusan red notice terpidan Djoko Tjandra di NCB Interpol dan Imigrasi. Akan tetapi, jenderal polisi bintang dua itu, tetap berambisi untuk membongkar skandal hukum terpidana korupsi Bank Bali 1999 tersebut di pengadilan.
Pengacara Haposan Batubara mengatakan, beberapa hal yang akan diungkapkan kliennya pada persidangan nantinya. Pertama, kata Haposan, tentu saja terkait pembelaan diri Napoleon sebagai tersangka. Hak pembelaan tersebut, Haposan menerangkan, menyangkut soal proses penetapan kliennya menjadi tersangka, sampai pada materi perkara terkait dengan tuduhan penerimaan suap.
“Yang dimaksud Pak Napoleon akan membongkar semua itu, tentunya terkait materi perkaranya,” terang Haposan, saat dihubungi, dari Jakarta, Sabtu (17/10). Menurut Haposan, penetapan tersangka kliennya oleh Bareskrim Polri, patut dipertanyakan. Meski pernah kalah di praperadilan terkait itu, kata Haposan, Napoleon akan kembali mengungkapkan fakta-fakta proses dalam penyelidikan, maupun penyidikan Bareskrim yang tak akurat.
Di luar itu, kata Haposan, Napoleon juga akan mengungkapkan adanya bukti-bukti terkait dugaan keterlibatan pihak-pihak lain dalam skandal terpidana Djoko Tjandra yang membuat mantan Kadiv Hubinter tersebut merasa diri sebagai tumbal. “Ya ada juga ke arah sana, tentang siapa-siapa saja yang sebenarnya terlibat. Ada apa sebenarnya, kok beliau merasa seperti dikorbankan. Karena seseorang kalau dituduh tanpa ada bukti, pastinya kan, ada sesuatu,” terang Haposan.
Kata Haposan, satu-satunya bukti yang menjadi dasar bagi penyidik terkait penerimaan uang, adalah pengakuan dari tersangka Tommy Sumardi. Akan tetapi, kata Haposan, penyidik tak punya bukti Napoleon menerima. Karena itu, Napoleon, kata Haposan, akan membongkar pengakuan Tommy dalam persidangan. “Kita akan mempertanyakan, dan membuktikan itu. Kalau ada yang mengaku memberi, dalam hal ini katanya dari Tommy Sumardi. Kalau ada yang memberi, pastinya juga ada yang menerima. Nah, Pak Napoleon mungkin akan membongkar, akan mengungkap siapa-siapa yang menerima itu (uang Rp 7 miliar),” terang Haposan.
Yang pasti, menurut pengakuan, kata Haposan, Napoleon meyakini, tak menerima uang pemberian dari Tommy tersebut. “Beliau (Napoleon) tidak tahu. Beliau kan juga tidak kenal dengan Tommy Sumardi,” terang Haposan. Kata Haposan, jika Napoleon menerima uang tersebut dari Tommy, tentu saja bakal ada wujudnya. Tetapi, permintaan Napoleon kepada penyidik di Bareskrim agar menunjukkan bukti penerimaan yang kasatmata dari uang tersebut, tak pernah digubris.
Menurut Haposan, penyidik pun tak pernah melakukan sita, ataupun pemblokiran aset milik kliennya. Kata Haposan, jika penyidik punya bukti akurat terkait penerimaan Rp 7 miliar tersebut, tentu saja akan melakukan sita sejumlah uang yang sama. “Jadi uang yang katanya dari Tommy Sumardi itu mana? Kenapa tidak ada sita. Tidak ada sita, ya artinya tidak ada (Napoleon) menerima,” terang Haposan.
Napoleon, salah satu tersangka suap penghapusan red notice Djoko Tjandra. Dalam penyidikan, diketahui Napoleon, bersama tersangka Brigjen Prasetijo dituduh menghapus red notice Djoko Tjandra dari daftar pencarian orang (DPO) Interpol, dan Imigrasi. Terkait penghapusan itu, Djoko Tjandra dikatakan meminta bantuan Tommy, dengan persiapan uang senilai Rp 10 miliar. Tommy, yang mengenal Prasetijo, mendatangi Napoleon di Lantai 11 Gedung TNCC Mabes Polri.
Dalam pertemuan tersebut, dikatakan penyidik, Tommy semula akan memberikan uang Rp 3 miliar agar Napoleon membuka status buronan Djoko Tjandra. Tetapi, Napoleon meminta Tommy menyiapkan Rp 7 miliar, dalam pecahan dolar AS, dan Singapura. Tommy pun setuju memberikan uang tersebut bertahap, sampai status buronan Djoko Tjandra terhapus dari sistem interpol, dan keimigrasian. Sementara untuk Prasetijo, Tommy memberikan uang 20 ribu dolar (Rp 296 juta).
Dalam dakwaan surat jalan, dan dokumen palsu di PN Jakarta Timur, terungkap, pemberian untuk Prasetijo, juga dalam bentuk kepemilikan saham di sejumlah unit usaha Djoko Tjandra di Indonesia. Namun tak dijelaskan berapa total janji kepemilikan saham itu. Pada Jumat (16/10), Bareskrim Polri, melimpahkan berkas perkara suap red notice ke Kejaksaan Agung (Kejakgung) via Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan (Kejari Jaksel).
Dalam pelimpahan berkas perkara itu, Irjen Napoleon menegaskan bakal siap menghadapi persidangan. Ketika ditanya tentang apakah ada pihak-pihak lain yang ikut menerima pemberian Rp 7 miliar terkait penghapusan red notice itu, Napoleon menegaskan akan membuktikan, dan mengungkap orang-orang yang terlibat dalam skandal tersebut, di persidangan. “Akan waktunya. Ada tanggal mainnya,” kata Napoleon di Kejari Jaksel, Jumat (16/10). “Kita buka semuanya nanti ya,” kata Napoleon melanjutkan.