Islamnya Pendeta Yahudi Usai Telaah Taurat Era Rasulullah
Sang pendeta Yahudi menemukan tanda kerasulan Muhammad SAW.
REPUBLIKA.CO.ID, Perkenalan Abdullah bin Salam dengan Islam justru berawal dari kepakarannya terhadap Taurat, kitab suci umat Yahudi. Kitab-kitab suci terdahulu telah mengabarkan ihwal kedatangan Ahmad (Nabi Muhammad SAW) sebagai utusan Allah bagi seluruh umat manusia di akhir zaman.
Di antaranya adalah Taurat yang diperuntukkan bagi kaum Yahudi. Dalam masa kehidupan Nabi Muhammad, kaum Yahudi tidak lantas menerima risalah Islam. Bahkan, tidak jarang musuh umat Islam saat itu berasal dari kalangan Yahudi, baik di Makkah maupun Madinah.
Namun, tidak semua Yahudi memusuhi Islam. Salah satunya adalah Husen bin Salam. Sebelum memeluk Islam, demikian dinarasikan dalam 101 Sahabat Nabi karya H Andi Bastoni, Husen bin Salam merupakan seorang kepala pendeta Yahudi di Yastrib (Madinah).
Sebagai seorang tokoh penting, masyarakat Yastrib menghormati Husen bin Salam. Sosok tersebut juga dikenal luas sebagai pribadi yang baik, cerdas, dan jujur.
Di kuilnya, Husen banyak menghabiskan hari dengan mendaras dan mempelajari Taurat. Baginya, tidak ada yang lebih bernilai selain waktu. Bahkan, rutinitas kesehariannya dipilah menjadi tiga bagian.
Sepertiganya untuk beribadah di kuil. Sepertiga lainnya untuk beristirahat dengan cara berkebun. Adapun sisanya untuk mengajarkan Taurat kepada umat Yahudi.
Sebagai pakar Taurat, Husen bin Salam sangat memahami maksud pencatuman nama Ahmad dalam kitab suci tersebut. Dia begitu mengharapkan kesempatan dapat bertemu langsung dan mengimani risalah Sang Nabi akhir zaman itu.
Setiap kali menemukan ayat Taurat yang mengabarkan kedatangan Ahmad, Husen sering merenungkannya dan membacanya berulang kali. Ia telah mempelajari bahwa sosok Ahmad berasal dari kalangan Arab yang kelak akan datang ke Yastrib. Husen semakin giat mempelajari ciri-ciri sosok nabi bagi sekalian umat manusia itu.
Sampailah kabar mengenai seorang tokoh Arab dari Makkah yang akan berhijrah ke Yastrib. Dengan cermat, Husen mencocokkan ciri-ciri laki-laki tersebut dengan apa-apa yang telah dipelajarinya mengenai Ahmad.
Hatinya begitu gembira ketika mengetahui bahwa sosok yang berhijrah ke kotanya itu tidak lain adalah Ahmad atau Nabi Muhammad. Husen selalu berdoa kepada Allah agar memanjangkan umurnya sehingga dapat berjumpa dengan Rasulullah.
Akan tetapi, Husen bin Salam sempat merahasiakan kepada kaumnya keterangan bahwa sosok yang berhijrah itu merupakan pembawa risalah sebagaimana yang telah disebutkan Taurat.
Sebab, sebagian besar kaum Yahudi di Yastrib tidak senang dengan fakta bahwa nabi mulia pilihan Allah itu berasal dari bangsa Arab, alih-alih Bani Israel. Bagaimanapun, Husen tetap bertekad untuk mengimani Nabi Muhammad dan risalah yang dibawanya walaupun kaumnya sendiri menolak.
Di hari kedatangan Nabi Muhammad ke Yastrib, Husen bin Salam sedang berada di kebun kurmanya. Sementara itu, di kejauhan orang-orang Muslim Yastrib sudah berkerumun.
Dengan agak cemas dan penuh harap, mereka menanti-nanti Nabi SAW dan Abu Bakar ash-Shiddiq memasuki wilayah Yastrib. Meski tidak menggabungkan diri dengan kaum Muslim itu, Husen juga menunggu dengan hati berdebar-debar. Dia bahkan, memanjat pohon kurma tertinggi di kebunnya agar bisa melihat bayang-bayang kedua sosok mulia tersebut yang berjalan mendekati Yastrib.
Ketika Rasulullah dan Abu Bakar diketahui telah tiba di Quba, beberapa warga Yastrib menyerukan nama beliau SAW. Begitu mendengar kabar ini, Husen bin Salam ikut menggemakan takbir. Saat itulah bibi Husen, Khalidah binti Harits, melihatnya dan menunggu Husen turun dari pohon.
"Kamu akan kecewa. Seandainya saja kamu mendengar kabar kedatangan Musa bin Imran, kamu tidak akan bisa berbuat apa-apa," kata Khalidah kepada keponakannya itu.
“Wahai bibiku, demi Allah, dia adalah saudara Musa bin Imran. Dia dibangkitkan dengan membawa agama yang sama,” jawab Husen bin Salam. “Jadi, benarkah dia sosok nabi yang sering engkau ceritakan? tanya sang bibi. “Benar,” tegas Husen.
Dengan bergegas, Husen berlari ke arah Rasulullah SAW yang sedang dikerumuni lautan manusia, yang menyambut kedatangannya. Saat itu, Rasulullah sedang bersabda kepada penduduk Yastrib, "Wahai sekalian manusia, sebar luaskan salam. Berilah makan kepada orang-orang yang kelaparan. Dirikanlah shalat (sunah) di tengah malam ketika banyak orang sedang terlelap tidur. Semoga engkau masuk surga dengan bahagia."
Dari kejauhan, Husen memperhatikan bagaimana rupa sosok yang amat dirindukannya itu. Perlahan, Husen berjalan mendekatinya. Kemudian, Rasulullah menoleh kepadanya dan bertanya, “Siapa namamu?” “Husen bin Salam,” jawabnya.
“Lebih baik bila Abdullah bin Salam,” sebut Rasulullah. Bagi Husen, nama baru ini merupakan pemberian yang menggembirakan. Sejak saat itu, dia dipanggil sebagai Abdullah.
“Saya setuju. Demi Allah yang mengutus engkau dengan kebenaran. Mulai hari ini, saya tidak memakai nama lain kecuali Abdullah bin Salam,” ujarnya.