Perpanjangan Restrukturisasi Kredit Masih Dibutuhkan
Akibat pandemi dunia usaha mengalami permasalahan cashflow.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memutuskan memperpanjang program restrukturisasi kredit hingga Maret 2022. Sebelumnya pada 13 Maret lalu, OJK telah mengeluarkan POJK No.11/POJK.03/2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional Sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Coronavirus Disease yang berlaku sampai 31 Maret 2021.
Menurut Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah Redjalam menilai restrukturisasi kredit dibutuhkan dunia usaha dan industri bank di tengah pandemi.
“Akibat pandemi dunia usaha mengalami permasalahan cashflow, penerimaan menurun sementara pengeluaran tetap besar termasuk pengeluaran untuk membayar cicilan pokok dan bunga bank,” ujarnya ketika dihubungi Republika.co.id, Jumat (30/10).
Menurutnya apabila tidak dibantu dengan restrukturisasi maka besar kemungkinan kredit ke bank akan macet. Jika terjadi kredit macet tidak hanya perusahaan itu yang mengalami kesulitan tetapi banknya.
“Kalau kreditnya macet bank tidak hanya kehilangan keuntungan tetapi juga mengalami penurunan cadangan modal,” ucapnya.
Maka adanya landasan pemikiran itu, selama pandemi masih berjangkit, kebijakan pelonggaran restrukturisasi kredit masih sangat dibutuhkan. Hal ini untuk melindungi dunia usaha termasuk industri perbankan.
“Dengan restrukturisasi ini memang keuntungan bank akan turun tetapi lebih baik laba turun daripada kredit menjadi macet. Laba tidak hanya turun bank bisa mengalami kerugian dan penurunan modal, stabilitas perbankan bisa terganggu,” ucapnya.