Dewan HAM PBB akan Gelar Sesi Khusus Bahas Krisis Myanmar

Inggris dan Uni Eropa meminta agar sesi khusus Myanmar digelar di Dewan HAM PBB

EPA-EFE / LYNN BO BO
Para pengunjuk rasa memberi hormat tiga jari, simbol perlawanan, saat mereka memasang spanduk yang menggambarkan pemimpin Aung San Suu Kyi selama protes terhadap kudeta militer, di Yangon, Myanmar, Sabtu (6/2). Ribuan orang mengambil bagian dalam protes di Yangon .
Rep: Rizky Jaramaya Red: Nur Aini

REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA -- Dewan Hak Asasi Manusia PBB akan mengadakan sesi khusus untuk membahas krisis di Myanmar pada Jumat (12/2). Pada Senin (8/2), Inggris dan Uni Eropa meminta agar sesi khusus itu diselenggarakan dan mendapatkan dukungan dari 19 negara anggota dan 47 anggota forum. 

Baca Juga


Amerika Serikat (AS) termasuk di antara 28 negara pengamat yang terdaftar, yang mendukung diselenggarakannya sesi khusus itu. Para diplomat mengatakan, mereka sedang mendiskusikan rancangan resolusi yang akan dipresentasikan dalam sesi khusus tersebut. 

Duta Besar Inggris untuk PBB Julian Braithwaite mengatakan, penahanan politisi dan beberapa warga sipil oleh militer memiliki implikasi besar bagi hak asasi manusia di Myanmar. Braithwaite mencatat bahwa penyelidik PBB tentang hak asasi manusia di Myanmar Thomas Andrews telah menyerukan untuk mengadakan sesi khusus membahas krisis politik di Myanmar. 

"Kita harus segera menanggapi penderitaan orang-orang di Myanmar dan situasi hak asasi manusia yang memburuk dengan cepat di sana,” kata Braithwaite. 

 

Pengunjuk rasa kembali berdemonstrasi empat hari berturut-turut. Media setempat melaporkan demonstran memenuhi jalanan walaupun pemerintah militer melarang masyarakat berkumpul.

Meski sudah ada peringatan tetapi masyarakat Myanmar tetap menggelar unjuk rasa. Berdasarkan foto-foto yang tersebar di media sosial terlihat warga berkumpul di Insein dan Mandalay. 

Pada Senin (8/2) malam lalu, Panglima Militer Jenderal Min Aung Hlaing menyampaikan pidato pertamanya sejak kudeta 1 Februari lalu. Ia mengatakan pengambilalihan kekuasaan dapat dibenarkan secara hukum karena 'kecurangan dalam pemilihan umum'. 

sumber : Reuters
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler