Militer Myanmar Sewa Konsultan Politik Asal Israel

Konsultan asal Israel diminta membantu komunikasi Myanmar dengan negara barat

EPA-EFE/LYNN BO BO
Para pengunjuk rasa memegang spanduk selama protes menentang kudeta militer, dekat Kedutaan Besar Indonesia di Yangon, Myanmar, 26 Februari 2021. Protes anti-kudeta terus berlanjut di Myanmar di tengah upaya diplomatik regional untuk mencapai resolusi terhadap kerusuhan berminggu-minggu yang disebabkan oleh kudeta militer.
Rep: Dwina Agustin Red: Nur Aini

REPUBLIKA.CO.ID, YANGON -- Militer Myanmar telah menyewa public relations (PR) untuk menjelaskan situasi yang sedang berlangsung di negara itu kepada Barat. Menteri Pertahanan Mya Tun Oo telah meminta konsultan Israel bernama Ari Ben-Menashe untuk membantu angkatan bersenjata berkomunikasi dengan Amerika Serikat (AS) dan negara lain.

Baca Juga


Selama karier Ben-Menashe, dia telah bekerja untuk mantan Presiden Zimbabwe Robert Mugabe, militer Sudan, dan calon presiden di Venezuela, Tunisia, dan Kyrgyzstan. Sebelum berkarir sebagai konsultan politik, dia menjabat sebagai pegawai Direktorat Intelijen Militer Israel dari 1977 hingga 1987  

Dikutip dari Sputniknews, Ben-Menashe langsung melancarkan aksi dengan mengatakan militer dapat membuktikan bahwa pemilu sebelumnya telah dicurangi dan bahwa etnis minoritas diblokir dari pemungutan suara. Meski begitu, dia tidak memberikan bukti tersebut kepada publik.

Selama beberapa bulan, Partai Persatuan Solidaritas dan Pembangunan (USDP) yang didukung militer mengklaim bahwa telah terjadi kecurangan pemilih yang meluas. Namun, komisi pemilihan menepis tuduhan tersebut. Ben-Menashe sendiri tidak memberikan bukti penipuan pemilih.

 

Mantan pegawai Direktorat Intelijen Militer Israel  juga mengklaim kudeta dilancarkan karena pihak militer ingin mencegah pemerintah mendekatkan diri dengan China. "Ada dorongan nyata untuk bergerak ke arah barat dan Amerika Serikat daripada mencoba lebih dekat dengan China. Mereka tidak ingin menjadi boneka China," katanya.

Ben-Menashe berpendapat bahwa militer adalah pilihan terbaik untuk mengawasi kembalinya negara ke demokrasi, mencatat bahwa para jenderal tidak tertarik pada politik. "Mereka ingin keluar dari politik sepenuhnya, tapi itu sebuah proses", katanya.

Pengusaha itu mengaku dibayar dalam jumlah besar dan akan menerima bonus jika sanksi terhadap militer dicabut. Tindakan hukuman yang baru-baru ini diberlakukan oleh Inggris dan AS atas kondisi yang terjadi di Myanmar. 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler