Berhaji Saat Pandemi yang Semakin Mahal
Saat ini belum ada keputusan dari Arab Saudi soal penyelenggaran haji.
REPUBLIKA.CO.ID, oleh Febrianto Adi Saputro, Antara
Wacana pembatasan kuota bagi jamaah haji asal Indonesia oleh otoritas Arab Saudi tentunya akan menimbulkan dampak. Setidaknya biaya ibadah haji berpotensi mengalamai penyesuaian.
"Semakin kecil kuota, maka biaya per orang semakin besar," ujar Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas, dalam rapat dengan pendapat bersama Komisi VIII DPR RI yang dipantau secara virtual, Senin (15/3).
Kendati demikian, potensi kenaikan biaya haji bisa terjadi ketika otoritas Arab Saudi telah memberikan kepastian soal dibukanya penyelenggaraan ibadah haji 1442 H/2021 Masehi. Saat ini belum ada keputusan apapun dari pemerintah di sana ihwal penyelenggaraan haji.
Selain pembatasan kuota, hal lain yang mempengaruhi pembiayaan haji sehingga mempengaruhi biaya penyelenggaraan ibadah haji (BPIH) yakni protokol kesehatan pada aspek transportasi, pajak, dan kurs rupiah. "Salah satu variabel penentu perhitungan tersebut adalah penetapan protokol kesehatan pada aspek transportasi," kata dia.
Menag berharap ke depan ada kesepahaman antara ketentuan protokol kesehatan dari Kementerian Kesehatan dan penerapannya dalam kegiatan transportasi menurut Kementerian Perhubungan terutama menyangkut pembatasan fisik serta persyaratan tes usap (swab test). "Adanya sinkronisasi akan memudahkan kami dalam mengimplementasikan skenario sekaligus menghitung biaya supaya lebih tepat," kata dia.
Meski Pemerintah Indonesia masih menunggu kabar dari pihak Kerajaan Arab Saudi, Yaqut optimistis penyelenggaraan ibadah haji 1442 H/2021 Masehi akan dibuka. "Kami optimis kemungkinan diselenggarakannya haji tahun ini masih sangat terbuka. Hal ini ditandai dengan telah dilakukan vaksinasi di Arab Saudi sebagaimana juga di Indonesia dalam rangka menanggulangi pandemi Covid-19," kata dia.
Selain itu otoritas terkait di Arab Saudi juga mengatakan akan membuka penerbangan internasional per 17 mei 2021. Menurutnya situasi tersebut lebih positif dibanding tahun lalu di mana Arab Saudi menutup penerbangan luar negeri tidak terkecuali selama musim haji di tahun 2020.
"Oleh karena itu, seberapa tipis kemungkinannya kami masih terus menyiapkan penyelenggaraan haji pada tahun ini. Kami di kemenag terus beruapya progresif untuk melakukan upaya penyelenggaran haji 1442/2021. Kami terus respons situasi terkini dengan langkah-langkah strategis terukur, setidaknya kita telah siap jika pemerintah Arab Saudi membuka akses ke tanah suci bagi jamaah haji kita," terangnya.
Di sisi lain, pemerintah tetap terus melakukan persiapan pelaksanaan ibadah haji. "Kami terus melakukan upaya diplomasi dengan berbagai otoritas di Arab Saudi antara lain dengan duta besar kerajaan Arab Saudi untuk Indonesia, menteri urusan haji dan umroh Arab Saudi serta lembaga-lembaga terkait lainnya baik pertemuan tatap muka langsung, melalui video conference, melalui telepon maupun melalui surat," kata Yaqut
Yaqut menjelaskan, Kemenag juga menyusun beberapa skenario terkait keberangkatan haji. Skenario yang disiapkan tersebut meliputi penerapan protokol kesehatan, pergerakan jamaah di Tanah Suci, durasi masa tinggal di Arab Saudi dan aspek ibadah haji di masa pandemi.
"Terkait hal terakhir kami melakukan mudzakarah dan bahtsul masail membahas ketentuan syariat dibandingkan dengan situasi lapangan ketika haji dilakukan di masa pandemi," ucapnya.
Kementerian Kesehatan menargetkan vaksinasi bagi calon jamaah haji selesai pada Mei 2021. Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kemenkes RI, Oscar Primadi, mengatakan prediksi tersebut mengacu pada skema vaksinasi nasional.
"Insya Allah jamaah haji Indonesia akan kita selesai vaksinasi pada bulan Mei nanti. Jadi tidak ada keraguan Insya Allah kalau melihat skema ini," kata Oscar, Senin (15/3).
Kemenkes mencatat total sasaran jamaah haji di Indonesia sebanyak 173.160 jemaah. Rinciannya yaitu kelompok umur di bawah 60 tahun sebanyak 115.530 calon jamaah dan calon jamaah kelompok usia di atas 60 tahun sebanyak 57.630 calon jamaah.
Lebih lanjut Oscar menjelaskan, pemberian vaksinasi bagi jamaah haji akan tetap berdasarkan skema nasional vaksinasi Covid-19 yang telah menjadi acuan dalam pelaksanaan vaksinasi di Indonesia. Berdasarkan karakteristik jamaah haji, Kemenkes membaginya ke dalam dua kelompok besar, yaitu jamaah lanjut usia (lansia) dan kelompok masyarakat rentan, yaitu mereka yang melakukan perjalanan lintas negara dengan durasi masa terbang lebih dari tiga jam..
"Hanya yang memenuhi syarat tentunya vaksinasi yang akan memperoleh vaksinasi, seperti di kita juga seperti itu kalau ada komorbid tentunya tidak akan dilakukan vaksinasi, artinya jika jamaah tadi mengalami gangguan kesehatan adanya komorbid berat atau ada kontraindikasi pemberian vaksin maka penyuntikan tidak akan kita lakukan," terangnya.
Untuk diketahui sejak program vaksinasi diluncurkan oleh Presiden Jokowi pada Januari lalu sebanyak 1,4 juta tenaga kesehatan telah dialkukan vaksinasi. Sedangkan di tahap kedua ini sebanyak 17,4 juta petugas pelayanan publik dan 21,5 juta lansia masih dalam proses vaksinasi yang ditargetkan selesai pada April 2021 mendatang.
"Karena pemberian (vaksinasi) dua kali maka kita prediksi pada bulan April 2021 seluruh jemaah haji yang lansia yang sudah melunasi biaya perjalanan haji Insya Allah telah menerima vaksinasi secara lengkap. Karena memang skema yang kedua ini termasuk yang 21,5 juta itu adalah para lansia. Jadi saya yakin ter-record bahwa jamaah haji yang lansia pun termasuk di dalam kelompok ini," ucapnya.
Sementara untuk mereka yang bukan kelompok usia lansia akan masuk pada kelompok rentan yang ditargekan baru akan dimulai pada April dan selesai di bulan Mei 2021. Kemudian, Oscar juga memastikan data penerima vaksinasi Covid-19 untuk jamaah haji tidak akan terduplikasi. Kemenkes melaksanakan pencatatan berbasis kepada nomor induk kependudukan (NIK) bekerjasama dengan dirjen dukcapil di Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
"Jadi kami sudah mendata ini yang dikategorikan ASN, para pedagang, kemudian dan seterusnya dengan kelompok-kelompok profesinya sudah kita catat dengan baik insya Allah tidak akan terjadi duplikasi, ganda karena kita merujuk kepada nomor induk kependudukan tadi single Identity," ucapnya.