BPK Banyak Temukan Pemborosan, DKI Pastikan tak Ada Kerugian

Syaefuloh mengatakan, temuan BPK dalam klasifikasi temuan administratif. 

Republika/Tahta Aidilla
Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta memastikan tak ada kerugian keuangan daerah terkait sejumlah temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas Laporan Keuangan Pemerintah DKI Jakarta Tahun 2020. Sebab, Pemprov DKI mengklaim semua temuan itu bersifat administratif. (Foto: Kantor Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) Jakarta)
Rep: Febryan. A   Red: Ratna Puspita

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta memastikan tak ada kerugian keuangan daerah terkait sejumlah temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas Laporan Keuangan Pemerintah DKI Jakarta Tahun 2020. Sebab, Pemprov DKI mengklaim semua temuan itu bersifat administratif.

Baca Juga


"Rekomendasi yang disampaikan BPK kepada Pemprov DKI Jakarta adalah perbaikan administrasi untuk kedepannya dan telah dinyatakan bahwa tidak ada kerugian daerah yang ditimbulkan," kata Inspektur Provinsi DKI Jakarta Syaefuloh Hidayat dalam keterangan resminya, Ahad (8/8).

BPK sebelumnya menemukan pemborosan ataupun kelebihan bayar yang dilakukan Pemprov DKI pada tahun anggaran 2020. Di antaranya, kelebihan bayar alat rapid test Covid-19 Rp 1,1 miliar, dan kelebihan bayar masker respirator N95 senilai Rp 5,85 miliar. Lalu ada juga pencairan dana KJP Plus terhadap 1.146 siswa yang sudah lulus sekolah senilai 2,32 miliar.

Ada pula temuan kelebihan pembayaran gaji kepada pegawai yang sudah wafat ataupun pensiun sebesar Rp 862,7 juta. Semua temuan itu termaktub dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Laporan Keuangan Pemerintah DKI Jakarta Tahun 2020 yang disahkan Kepala BPK Perwakilan DKI Jakarta, Pemut Aryo Wibowo, pada 28 Mei 2021.

Syaefuloh mengatakan, dalam membaca LHP BPK, tidak bisa dilakukan sepotong-sepotong. Harus dibaca secara utuh, dari penyebab sampai rekomendasinya. Temuan BPK pada dasarnya, kata dia, terbagi atas tiga klasifikasi. 

Pertama, temuan berindikasi adanya kerugian daerah yang tindak lanjutnya berupa pengembalian dana ke kas negara/daerah. Kedua, temuan kekurangan penerimaan daerah seperti sewa/denda belum dipungut atau pajak belum dibayar sehingga tindak lanjutnya adalah menagih dan menyetorkan ke kas negara/daerah. 

Ketiga, temuan administratif yang mana tidak ada satupun ketentuan perundangan yang dilanggar dan tidak ada kewajiban tindak lanjutnya untuk mengembalikan/menyetorkan dana ke kas negara/daerah.

Syaefuloh mengatakan, temuan BPK dalam laporan keuangan DKI yang menjadi sorotan akhir-akhir ini termasuk dalam klasifikasi temuan administratif. "Kalau kita mencermati rekomendasi BPK di dalam LHP-nya, itu tidak ada rekomendasi untuk menyetorkan. Rekomendasinya bersifat perbaikan sistem ke depan,” katanya.

Syaefuloh menambahkan, Pemprov DKI telah selesai menindaklanjuti sejumlah temuan dan rekomendasi BPK itu. Salah satu di antaranya dalam bentuk instruksi atau teguran kepala dinas kepada PPK agar lebih tertib administrasi.  

Tindak lanjut itu, kata dia, juga telah dilaporkan kepada BPK dengan melampirkan bukti-buktinya. Telah dilakukan pula pembahasan dalam forum tripartit Pembahasan Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan BPK. “Dari hasil pembahasan itu, Alhamdulillah, BPK menyatakan bahwa ini sudah selesai ditindaklanjuti,” kata Syaefuloh.

Lantaran semua temuan bersifat administratif, imbuh dia, maka hal itu tidak berdampak terhadap kewajaran laporan keuangan dan tidak berdampak juga terhadap opini. "Pemprov DKI Jakarta tetap dapat memperoleh Opini Wajar Tanpa Pengecualian dari BPK, karena memang tidak ada kerugian daerah atas temuan tersebut," kata Syaefuloh lagi. 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler