Unsoed Kukuhkan Jaksa Agung Profesor Ilmu Hukum Pidana
Gelar profesor ilmu hukum pidana diberikan Unsoed ke Jaksa Agung.
REPUBLIKA.CO.ID, BANYUMAS -- Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed), mengukuhkan ST Burhanuddin sebagai Guru Besar Tidak Tetap dalam Sidang Senat Terbuka Akademik, Jumat 10/9). Jaksa Agung itu menerima Surat Keputusan itu sebagai Profesor bidang ilmu hukum pidana.
Pengukuhan juga berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, Dan Teknologi Nomor : 37421/ MPK.A/ KP.05.00/2021 Tentang Pengangkatan Dalam Jabatan Akademik Dosen Tidak Tetap dan Pengangkatan Jabatan Profesor Ilmu Hukum Pidana kepada ST Burhanuddin.
Dalam orasi ilmiahnya dengan tema 'Hukum berdasarkan hati nurani, sebuah kebijakan penegak hukum berdasarkan keadilan restoratif' Burhanuddin menegaskan penerapan hukum berdasarkan hati nurani adalah sebuah kebutuhan dalam sistem peradilan pidana.
Hati nurani harus menjadi dasar pertimbangan setiap pegawai kejaksaan dalam pelaksanaan tugas dan kewenangan serta dalam pengambilan keputusan. Ia mencontohkan dua kasus yang dihentikan penuntutannya berdasarkan keadilan restoratif yakni perkara seperti Nenek Minah karena mengambil tiga buah kakao dan Kakek Samirin yang disangkakan mencuri getah karet.
"Ini tidaklah pantas dibawa ke pengadilan," kata Burhanuddin.
Burhanuddin menegaskan, keadilan adalah tujuan dari hukum, tapi bukan berarti tujuan yang lain seperti kepastian dan kemanfaaatan terpinggirkan. namun Ketika keadilan dan kepastian dan kemanfaatan hukum saling menegaskan maka hati nurani menjadi jembatan untuk mencapai neraca keseimbangan.
"Hukum tidak terlepas dari moral dan etika. Hukum yang tidak adil atau inmoral sama sekali bukan hukum, karena kepada keadilan hukum positif berpangkal," ujar Burhanuddin.
Sebagai Jaksa Agung, Burhanuddin mengatakan penegak hukum harus mnggunakan hati nurani, untuk mewujudkan itu, dirinya sebagai penuntut hukum tertinggi telah mengelarkan keputusan soal keadilan restoratif. Konsepnya berdasarkan UU Nomor 11 Tahun 2012 tentang peradilan anak dan peraturan kejaksaan tentang keadilan restoratif.
"Keduanya sebagai rujukan penerapan keadilan restoratif sebagai menyelesaikan tindak pidana, sehingga dapat menjangkau seluruh lapisan usia," ujar Burhanuddin.
Selama memimpin Kejaksaan Agung, Burhanuddin mengatakan, institusinya telah menghentikan penuntutan sebanyak 304 perkara dengan berdasarkan prinsip keadilan restoratif. Proses penegakan hukum melalui pendekatan keadilan restoratif selalu memperhatikan aspek transparansi dan akuntabel.
Burhanuddin juga berharap, keadilan restoratif juga bisa menjadi rujukan dalam revisi Undang-Undang (RUU) Kitab Hukum Undang-Undang Pidana (KUHP).
"Sumber dari hukum adalah moral, dalam moral ada hati nurani.
"Saya sebagai Jaksa Agung tidak butuh jaksa yang pintar tapi tidak bermoral dan jaksa yang cerdas tapi tidak berintengritas. Saya butuh jaksa yang pintar dan berintegritas, profesionalitas seorang jaksa akan sempurana jika bisa menyeimbangkan antara inkletual dan intengritas," ujar Burhanddin.
Sementara itu, Rektor Unsoed Profesor Suwarto dalam sambutannya mengatakan, pemikiran tentang hukum keadilan restoratif hakekatnya menghadirkan arti hukum sebagai sebuah instrumen yang memberikan perlindungan dan pemanfaatan di masyarakat. Hal itu juga akan memperkuat sistem hukum dan keadilan sebagai bagian integral dalam mewujudkan bermasyakaran dan benegera.
Tidak hanya itu, kata Suwarto, pemikiran tentang pengedapanan aspek nurani, sejatinya punya filosofis yang memantik akademika untuk menghasilkan ide, gagasan, dan karya dengan mempetimbangkan kebermaknaan dan kemanusian.
"Ini sebuah kehormatan tersendiri, pemikiran kebijakan keadilan restoratif menghadirkan arti hukum sebagai sebuah instrumen memberikan perlindungan dan pemanfaatan di masyarakat," ujar Suwarto.