Perkembangan Afghanistan Dinilai Tunjukkan Kerentanan Eropa
Penarikan AS dari Afghanistan dan berkuasanya Taliban menjadi peringatan bagi Eropa
REPUBLIKA.CO.ID, PARIS - Perkembangan terakhir di Afghanistan menunjukkan kerentanan Eropa, ungkap Josep Borrell, kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa. Penarikan AS dari Afghanistan dan kembalinya Taliban ke kekuasaan menjadi sebuah peringatan, kata Borrell kepada harian Prancis Le Monde pada Selasa.
Perkembangan menunjukkan perlunya mengembangkan "budaya strategis bersama," kata dia, membela gagasan otonomi strategis Eropa, selain NATO, di Afghanistan. Borrell mengatakan strategi bersama harus ditetapkan dengan mengatasi perbedaan dan ketidaksepakatan antara 27 anggota blok tersebut.
"Kami membutuhkan laporan penilaian tentang peran Uni Eropa di Afghanistan dan disfungsi yang mungkin terjadi dalam 20 tahun terakhir untuk menentukan alasan runtuhnya tentara Afghanistan, yang gagal mempertahankan negara melawan Taliban," tutur dia.
Pejabat Uni Eropa itu mengatakan orang-orang Eropa perlu menyadari dunia tempat mereka tinggal. "Kami mendukung gagasan dunia yang tenang dengan perdagangan dan integrasi ekonomi di bawah payung Amerika, tetapi ancaman baru muncul, terutama setelah 11 September 2001," tutur dia.
"Dan kerajaan lama di China, Rusia, Turki, dilahirkan kembali, kadang-kadang bahkan diciptakan kembali, berdasarkan realitas sejarah," urai dia.
Mengenai hubungan UE dengan pemerintah sementara Afghanistan yang baru, Borrell mengatakan sangat penting bagi Taliban untuk "menghormati hak-hak dasar semua masyarakat Afghanistan, termasuk perempuan, atau kemungkinan melakukan evakuasi".
Baca juga : Taliban Tuntut AS Cairkan Aset Afghanistan
Dia mengatakan Uni Eropa sedang berusaha untuk meningkatkan kerja sama dengan negara-negara di kawasan itu dan berharap untuk mendirikan cabang di ibu kota Afghanistan, Kabul.
Borrell menambahkan bahwa dia menghargai kekhawatiran Sekretaris Jenderal NATO Jens Stoltenberg atas keutuhan Eropa, tetapi menambahkan bahwa UE tidak bertanggung jawab untuk mengembangkan kebijakan keamanan dan pertahanan bersama.
Pada 15 Agustus, Taliban menguasai ibu kota Afghanistan Kabul, menyebabkan banyak warga Afghanistan mencoba melarikan diri dari negara itu, bersama dengan evakuasi Barat yang tergesa-gesa melalui bandara Kabul.