Antibodi dari Vaksin Pfizer Bisa Merosot, Solusinya?

Studi mengungkap, antibodi dari vaksin Pfizer bisa memudar setelah 7 bulan.

EPA-EFE/ALESSANDRO DI MARCO
Vaksin Covid-19 Pfizer. Studi mengungkap, antibodi dari vaksin Covid-19 Pfizer tampak memudar setelah tujuh bulan.
Rep: Adysha Citra Ramadani Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kadar antibodi yang terbentuk dari vaksin Covid-19 Pfizer-BioNTech dapat menyusut dalam kurun waktu tujuh bulan setelah penyuntikan dosis kedua. Pemberian dosis booster di waktu yang tepat dapat kembali meningkatkan perlindungan.

Temuan dari studi terbaru ini telah dipublikasikan pada preprint server bioRxiv. Temuan ini belum ditinjau oleh rekan sejawat atau dipublikasikan secara formal dalam jurnal medis.

Melalui studi ini, peneliti menganalisis sampel darah dari 46 orang dewasa muda dan paruh baya. Sampel darah diambil dua kali, yaitu sesaat setelah partisipan menerima dosis kedua vaksin Covid-19 Pfizer-BioNTech dan enam bulan setelahnya.

Hasil studi menunjukkan bahwa vaksinasi dengan vaksin Pfizer-BioNTech tampak mendorong munculnya kadar antibodi penetral yang tinggi. Akan tetapi, setelah itu terjadi penurunan yang signifikan.

"Kadar ini menurun hampir 10 kali lipat dalam tujuh bulan," ujar peneliti kepada Reuters, dikutip Selasa (5/10).

Pada setengah partisipan, antibodi penetral tidak terdeteksi pada bulan keenam setelah dosis kedua vaksin diberikan. Khususnya, lanjut peneliti, antibodi penetral terhadap varian delta, beta, dan mu.

Sebenarnya, antibodi penetral hanya sebagian dari pertahanan sistem tubuh dalam melawan virus. Akan tetapi, keberadaan antibodi penetral tetap penting dalam memberikan perlindungan terhadap tubuh dari infeksi virus corona.

Berdasarkan temuan ini, tim peneliti menilai dosis booster vaksin Covid-19 Pfizer-BioNTech perlu diberikan dalam kurun waktu 6-7 bulan setelah vaksinasi awal. Pemberian dosis booster ini dinilai mampu meningkatkan kembali proteksi dalam melawan Covid-19.

Baca Juga


BioNTech menilai, formula vaksin baru kemungkinan akan diperlukan pada pertengahan 2022. Formula baru akan membantu memberikan perlindungan dari mutasi-mutasi virus yang terjadi di masa mendatang.

"Tahun ini, (vaksin dengan formula baru) belum dibutuhkan, tetapi pertengahan tahun depan, bisa jadi berbeda situasinya," jelas CEO BioNTech Ugur Sahin.

Saat ini, delta merupakan varian SARS-CoV-2 yang jauh lebih menular dibandingkan virus orisinalnya. Akan tetapi, varian delta tidak cukup berbeda untuk mampu menghindar dari vaksin. Hanya saja, virus bisa terus berevolusi sehingga vaksin juga perlu terus dikembangkan.

"Virus ini akan menetap, dan virus ini akan beradaptasi lebih jauh. Ini merupakan evolusi berkelanjutan, dan evolusi tersebut baru dimulai," ujar Sahin.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler