Menhan: Taiwan tak akan Mulai Perang dengan China

Taiwan akan mempertahankan diri sepenuhnya dari ancaman China.

AP/Military News Agency
Dalam foto yang dirilis oleh Kantor Berita Militer Taiwan ini, unit artileri Taiwan melakukan latihan menembak langsung untuk mencegah pasukan pendaratan pantai selama latihan Han Guang yang diadakan di pulau kabupaten Penghu, Taiwan, Rabu, 15 September 2021. Tahunan Taiwan Latihan militer lima hari Han Guang dirancang untuk mempersiapkan pasukan pulau itu untuk serangan oleh China, yang mengklaim Taiwan sebagai bagian dari wilayahnya sendiri.
Rep: Fergi Nadira Red: Teguh Firmansyah

REPUBLIKA.CO.ID, TAIPEI -- Menteri Pertahanan Taiwan Chiu Kuo-cheng mengatakan, Taiwan tidak akan memulai perang dengan China. Namun, dia menekankan bahwa wilayahnya akan mempertahankan diri sepenuhnya.

Hal ini dilontarkan di tengah lonjakan ketegangan di Selat Taiwan yang telah menimbulkan kekhawatiran internasional. Taiwan telah berulang kali mengatakan, akan membela diri jika diserang, namun tidak akan maju dengan gegabah. Taiwan juga ingin mempertahankan status quo dengan China.

"Yang paling jelas adalah bahwa Republik China sama sekali tidak akan memulai atau memicu perang, tetapi jika ada gerakan, kami akan menghadapi musuh sepenuhnya," kata Chiu dalam rapat komite parlemen, pada Kamis (14/10) waktu setempat.

Menurutnya, ketegangan militer dengan China adalah yang terburuk dalam lebih dari 40 tahun. Dia pun memprediksi China akan melakukan invasi skala penuh pada 2025.

Menteri itu berbicara setelah selama empat hari berturut China memasuki udara Taiwan. Tidak ada tembakan yang dilepaskan dan pesawat China berada jauh dari wilayah udara Taiwan, memusatkan aktivitas mereka di sudut barat daya zona pertahanan udara Taiwan.

Baca Juga


Balasan kuat

Kementerian tersebut, dalam sebuah laporan kepada parlemen menjelang penampilan Chiu di hadapan anggota parlemen, memperingatkan China tentang tindakan balasan yang kuat jika pasukannya terlalu dekat dengan pulau itu.

Chiu setuju dengan penilaian dari seorang anggota parlemen bahwa kemampuan China dibatasi oleh kapasitas pengisian bahan bakar di udara yang terbatas, yang berarti hanya memiliki pesawat pengebom H-6 dan pesawat anti-kapal selam dan pengintai Y-8 yang terbang ke Selat Bashi yang memisahkan Taiwan dari Filipina.


Menurut peta aktivitas kementerian pertahanan Taiwan, pejuang China terus lebih dekat ke pantai China. "Tujuan mereka di satu sisi untuk menekan Taiwan, dan di sisi lain untuk mengatakan kepada semua orang bahwa kami memiliki kemampuan untuk menakut-nakuti dan menghalangi pasukan militer asing untuk terlibat," katanya.

China mengeklaim kegiatan militernya di udara Taiwan sebagai langkah adil untuk melindungi perdamaian dan stabilitas. Cina juga kembali menyalahkan kolusi Taiwan dengan pasukan asing. Meski tidak langsung merujuk ke Amerika Serikat (AS), AS telah membantu Taiwan dalam militernya yang justru menimbulkan peningkatan ketegangan.

Kedutaan Besar China di Washington mengatakan, bahwa pihaknya telah menyampaikan keluhan keapda pemerintah AS tentang pertemuan antara duta besar de facto Taiwan untuk negara itu dan diplomat senior AS, dan tentang kunjungan komandan tentara Taiwan, Hsu Yen-pu, ke Amerika Serikat.

"AS seharusnya tidak berfantasi (tentang) mencari dukungan dan kerja sama Cina sementara dengan sembarangan menantang garis merah Cina pada pertanyaan Taiwan," katanya. Berbicara awal pekan ini, Chiu mengatakan Hsu tidak berada di Amerika Serikat dalam perjalanan rahasia tetapi sebagai bagian dari pertukaran tahunan reguler.




BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler