Cuaca Ekstrem dan Petir di Balik Kebakaran Kilang Cilacap

PDIP desak Pertamina dan BUMN investigasi mendalam kebakaran kilang Cilacap. 

ANTARA/Idhad Zakaria/foc.
Kobaran api disertai kepulan asap terlihat dari tangki 36 T 102 yang terbakar di Kilang Pertamina Internasional RU IV Cilacap, Jawa Tengah, Ahad (14/11/2021). Upaya pemadaman masih terus dilakukan dengan melakukan penyemprotan untuk mengisolir tangki yang terbakar agar api tidak merambat ke tangki yang lain.
Red: Indira Rezkisari

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Bambang Noroyono, Febrianto Adi Saputro, Antara

Baca Juga


Tim Polri sudah membuat kesimpulan sementara penyebab kebakaran di Kilang Pertamina, di Cilacap, Jawa Tengah (Jateng), Sabtu (13/11), adalah akibat sambaran petir. Kepala Bagian Penerangan Umum (Kabag Penun) Mabes Polri, Komisaris Besar (Kombes) Ahmad Ramadhan mengatakan, dari penyelidikan, tim kepolisian dari Polda Jawa Tengah (Jateng) sudah memeriksa enam orang saksi dari eksternal perusahaan, maupun dari ahli meteorologi.

Dari saksi-saksi tersebut, lima orang mengaku, dan memberikan keterangan kepada tim penyelidikan, terkait adanya hujan dengan intensitas tinggi, dan kilatan petir sebelum kejadian di areal kebakaran. Dari identifikasi tempat kejadian perkara (TKP), Ramadhan mengatakan, kebakaran terjadi di Tangki 36 T 102 Kilang Premium Pertamina. 

“Lima saksi eksternal itu mengatakan, benar melihat petir di wilayah tersebut,” ujar Ramadhan, di Mabes Polri, Jakarta, Senin (15/11). 

Sedangkan satu saksi, dikatakan Ramadhan, adalah ahli dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG). Dari keterangan ahli tersebut tim penyelidikan juga mendapatkan data resmi laporan cuaca sebelum kejadian yang menyebutkan adanya dua kali petir di sekitar wilayah kebakaran tersebut. Petir pertama, pada jarak 45 kilometer (Km), dan kedua pada titik 12 Km. 

Selain itu, tim penyelidikan juga memeriksa sebanyak tujuh rekaman CCTV, dari lokasi kejadian. “Dua dari tujuh CCTV tersebut, didapati informasi adanya kilatan petir sekitar area 36 T 102, pada pukul 19.00 waktu setempat (WIB),” ujar Ramadhan.

Sedangkan kejadian kebakaran, diperkirakan terjadi sekitar pukul 19.00 WIB. “Sehingga sementara ini, penyelidik dari Polda Jawa Tengah, menduga bahwa penyebab kebakaran sesuai dengan keterangan saksi-saksi dan petunjuk CCTV, adalah induksi akibat sambaran petir,” kata Ramadhan. 

Sampai saat ini, kata dia, tim Labfor Forensik Mabes Polri, pun sudah berada di lapangan untuk penyelidikan lebih jauh. Ia menambahkan, meskipun kesimpulan akibat sambaran petir tersebut adalah dugaan sementara. Tetapi, kata dia, tim kepolisian masih terus melakukan pendalaman lengkap atas kebakaran tersebut. 

Sebab tim kepolisian masih membutuhkan ahli-ahli lain yang dapat menjelaskan soal bagaimana sambaran petir tersebut, dapat menimbulkan kebakaran. “Nanti juga akan diperkuat dengan keterangan ahli-ahli lainnya untuk mengetahui bagaimana petir dengan jarak jauh, dapat menimbulkan induksi yang dapat menyebabkan kebakaran,” terang Ramadhan.

Data BMKG Stasiun Meteorologi Tunggul Wulung Cilacap dari alat deteksi petir di BMKG Stasiun Geofisika Banjarnegara memperoleh analisis bahwa pada hari Sabtu (13/11), pukul 18.00 WIB hingga 19.30 WIB, terdapat dua sambaran petir dengan jarak 45 kilometer dan 12 kilometer. Sambaran petir pertama terjadi pada pukul 18.47 WIB, sedangkan yang kedua pada pukul 19.23 WIB. Analisa BMKG menyatakan sambaran petir yang terdekat dengan area kilang terjadi pada pukul 18.47 WIB

Peneliti klimatologi dari Pusat Riset Sains dan Teknologi Atmosfer Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Erma Yulihastin mengatakan cuaca ekstrem terjadi saat insiden kebakaran Kilang Cilacap di Jawa Tengah pada Sabtu malam. "Tanggal 13 itu merupakan cuaca ekstrem yang intens, tidak hanya singkat durasinya, tetapi long life," kata Erma dalam keterangan yang dikutip di Jakarta, Senin.

Erma menjelaskan konsentrasi hujan tertinggi saat itu berada di wilayah perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Barat, di antaranya wilayah Cilacap yang masuk dalam luasan konsentrasi maksimum pada sore hari. Kondisi cuaca tersebut berlanjut sampai pukul 19.00 WIB. Sejam kemudian badai sudah membentuk pita hujan atau rainband yang terangkai di bagian selatan dari Jawa Barat, Jawa Tengah, bahkan sampai ke sebagian Jawa Timur.

"Ada pergerakan badai atau hujan, pita hujan ini terbentuk di wilayah bagian selatan. Tentu kita tahu bahwa Cilacap itu ada di bagian selatan," jelasnya.

Erma menerangkan bahwa awan konvektif itu belum meluruh sampai pukul 22.00 WIB masih terkonsentrasi di selatan dan bergerak terus ke arah laut hingga menjelang dini hari pukul 04.00 WIB. Kondisi itu menyebabkan cuaca ekstrem yang intens dengan durasi yang lama.

Menurutnya, sel badai yang tadinya kecil-kecil kemudian bergabung, meluas, dan membesar cenderung persisten menghasilkan hujan dengan intensitas tinggi. "Kalau kondisinya seperti ini sangat kecil kemungkinan tidak ada aktivitas petir di dalam sel badai konvektif yang dihasilkan," ujarnya.

Erma mengungkapkan keberadaan petir di wilayah selatan Jawa Tengah tidak terdata oleh satelit global yang mengumpulkan data-data petir secara langsung, namun aktivitas petir terdeteksi di bagian utara Jawa Tengah. Menurutnya, resolusi data itu mungkin tidak tinggi sehingga kurang bisa merepresentasikan kondisi saat terjadi badai dalam skala yang sangat luas.

"Badai tidak hanya awan saja, tapi juga hujan, jadi terbentuk awan konvektif dengan pertumbuhan sangat cepat didukung badai. Saya pribadi berkeyakinan aktivitas petir itu pasti sudah terdapat di dalamnya," ujar Erma.

Api melalap kilang minyak milik perusahaan minyak nasional Pertamina, di Cilacap, Jawa Tengah, Indonesia, Ahad dini hari, 14 November 2021. - (AP/Agus Fitrah)

 

 

Fraksi PDI Perjuangan DPR RI menduga terbakarnya kilang minyak di Cilacap tidak hanya disebabkan oleh petir. Anggota Fraksi PDIP, Adian Napitupulu, menduga peristiwa kebakaran Sabtu malam lalu disebabkan oleh penyebab lain.

"Karena terjadi berkali-kali, kita melihat jangan-jangan tidak cuma karena faktor alam, mungkin tidak terbuka faktor-faktor yang lain, misalnya human error," kata Adian.

Adian mengatakan pengamanan di setiap kilang minyak harus dilakukan secara ketat. Bahkan ia menilai kilang minyak seharusnya masuk ke dalam kategori obyek vital negara.

"Pengamanannya itu harus luar biasa. Mengamankan dari sabotase, mengamankan dari bencana alam dan sebagainya. Nah kalau kembali pada pertanyaan tadi, apakah pasti petir? Belum tentu. Ada kemungkinan lain? Bisa saja," ujarnya.

Adian menambahkan, perlu ada investigasi lebih lanjut untuk membuktikan adanya human error. Investigasi tersebut diilai perlu dilakukan untuk menghindari berbagai spekulasi liar di masyarakat terkait peristiwa tersebut, misalnya seperti dugaan sabotase, dan lain-lain.

Karena itu, Fraksi PDIP mendesak Pertamina dan Kementerian BUMN untuk bertindak tegas atas peristiwa tersebut. "Apakah Pertamina dan Kementerian BUMN ini melihat peristiwa ini sepele atau tidak sepele akan kita lihat nanti di keberanian mereka untuk mengambil tindakan tegas terhadap orang yang terkait. Berani tidak mereka melakukan itu," tegasnya. 

Selain itu, dirinya juga tak menutup kemungkinan DPR untuk membentuk panja atau pansus jika memang diperlukan. Namun pihaknya masih akan menunggu hasil investigasi yang dilakukan pihak terkait.

"Ini menjadi langkah kita menyusul kalau sudah melakukan investigasi, memanggil semua pihak, dan mendengarnya secara langsung. Artinya, panja atau pansus ini memungkinkan dibuat jika sudah ada landasan yang jelas," tuturnya. 

Sementara itu Kapoksi Komisi VII Fraksi PDIP, Dony Maryadi Oekon, meminta semua pihak untuk tidak cepat mengambil kesimpulan bahwa penyebab kilang minyak terbakar karena petir.  Menurutnya harus ada pihak yang bertanggung jawab jika ditemukan ada kecerobohan di lapangan. 

"Setiap tahun petir selalu ada kok, ini harus jelas karena apa. Ya mungkin petir yang membuatnya, tapi kalau ada kecerobohan di lapangan maka harus ada yang bertanggungjawab soal ini. Jujur fraksi PDIP mengatakan harus ada yang bertanggung jawab terkait kejadian ini," ungkapnya. 

Kebakaran kembali melanda Kilang Pertamina di Cilacap, Jateng, pada Sabtu (13/11). Kebakaran terjadi sekitar pukul 19.00 WIB, atau petang hari waktu setempat. Upaya pemadaman api baru dapat dilakukan total selama 12 jam setelah kejadian. 

Insiden kebakaran tersebut tidak menimbulkan korban jiwa, maupun pengungsian. Sedangkan kerugian materil, dipastikan ada, namun tim kepolisian belum mendapatkan informasi detail total kerugian dari insiden kebakaran tersebut.

Sepanjang 26 tahun terakhir dari 1995 hingga 2021, insiden kebakaran kilang minyak di Cilacap telah terjadi sebanyak tujuh kali. Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati mengatakan pihaknya akan melakukan evaluasi dan investigasi terkait insiden kebakaran tersebut.

Dia memastikan pasokan bahan bakar minyak maupun Elpiji masih cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dan industri di wilayah Jawa Tengah dan Jawa Barat, sehingga masyarakat tidak perlu melakukan panic buying atau pembelian berlebihan.

 

 

 

 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler