Putra Qaddafi, Pencalonan Presiden, dan Tuduhan Dekat Israel

Saif al-Islam putra Muammar Qaddafi maju sebagai calon presiden Libya

Saif al-Islam putra Muammar Qaddafi maju sebagai calon presiden Libya.
Rep: Rizky Jaramaya, Dwina Agustina    Red: Nashih Nashrullah

REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM – Di saat Putra mantan penguasa Libya Muammar Qaddafi, Saif al-Islam Qaddafi, mendaftarkan diri maju sebagai calon presiden Libya yang akan dihelat pada 24 Desember, terpaan isu mencuat di permukaan. 

Baca Juga


Sosok yang fasih berbahasa asing itu disebut menjalin hubungan dengan Israel. Surat kabar Haaretz melaporkan, Saif al-Islam Qaddafi  telah secara terbuka bertemu dengan orang Israel yang mendukung rezim ayahnya. 

Surat kabar Haaretz mengatakan, Muammar Qaddafi  adalah pendukung setia perjuangan dan faksi Palestina. 

Harian itu mengatakan, meskipun tidak ada hubungan resmi antara kedua negara, rezim Muammar Qaddafi dan Israel melakukan kontak atas masalah diplomatik dan kemanusiaan. 

Hubungan dan kontak tersebut dikelola melalui Saif al-Islam Qaddafi  dan pengusaha Yahudi asal Libya, termasuk pebisnis terbesar asal Kanada Walter Arbib. 

Dilansir Anadolu Agency, Selasa (16/11), Israel menunjukkan minat di Libya karena lokasinya yang strategis yaitu di dekat perbatasan dengan Mesir. Selain itu, Israel memiliki komunitas besar Yahudi asal Libya.

Saif al-Islam al-Qaddafi mendaftar sebagai calon presiden untuk pemilihan pada Desember. Pria berusia 49 tahun ini muncul dalam video komisi pemilihan dengan jubah dan sorban cokelat tradisional. Dia terlihat berjanggut abu-abu dan berkacamata ketika menandatangani dokumen di pusat pemilihan di kota selatan Sebha.  

Saif al-Islam Qaddafi telah terdaftar sebagai calon presiden untuk pemilihan pada 24 Desember mendatang. Hal ini dikonfirmasi oleh seorang pejabat dari komisi pemilihan Libya. 

"Saif al-Islam Al Qaddafi mengajukan pencalonannya untuk pemilihan presiden ke kantor Komisi Pemilihan Nasional Tinggi di kota (selatan) Sebha," ujar sebuah pernyataan komisi pemilihan, dilansir Aljazirah, Senin (15/11). 

Baca juga: Sempat Kembali Ateis, Mualaf Adam Takjub Pembuktian Alquran

Saif al-Islam Al Qaddafi adalah salah satu tokoh paling menonjol yang mencalonkan diri sebagai presiden. Dia akan bersaing dengan panglima perang Khalifa Haftar, Perdana Menteri Abdul Hamid Dbeibah, dan Ketua Parlemen Aguila Saleh.    

Saif kemungkinan akan memainkan nostalgia untuk era sebelum pemberontakan 2011 yang menyapu ayahnya dari kekuasaan dan mengantarkan satu dekade kekacauan dan kekerasan. Para analis mengatakan, dia mungkin tidak terbukti menjadi yang terdepan.  

Era Qaddafi masih dikenang oleh banyak orang Libya sebagai salah satu otokrasi yang keras. Sementara Saif dan tokoh-tokoh rezim sebelumnya telah keluar dari kekuasaan begitu lama sehingga mereka mungkin merasa sulit untuk memobilisasi dukungan sebanyak saingan utama.

Namun, setelah pengumuman Said, para pendukung Qaddafi berdemonstrasi di kampung halamannya di Sirte, dan di Bani Walid, bekas benteng Qaddafi.

Sosok Saif adalah salah satu yang paling terkenal di Libya dan pernah memainkan peran utama dalam membentuk kebijakan sebelum pemberontakan yang didukung NATO 2011 yang menghancurkan rezim keluarganya. Namun, dia hampir tidak terlihat selama satu dekade. 

Hanya satu kali pemandangan publik yang Said hadiri sejak dia ditangkap selama pertempuran pada 2011, yaitu ketika muncul melalui tautan video di hadapan pengadilan Tripoli. Saat itu pengadilan menjatuhkan hukuman mati atas kejahatan perang.

Terlepas dari keputusan itu, Said tidak pernah meninggalkan wilayah pegunungan Zintan, di luar perintah otoritas Tripoli. Masuknya dia secara resmi ke dalam pemilihan yang aturannya masih diperebutkan oleh faksi-faksi Libya yang berselisih dapat menimbulkan pertanyaan baru tentang kontes yang menampilkan kandidat yang dipandang di beberapa wilayah sebagai tidak dapat diterima.

Baca juga: Tiga Perangai Buruk dan Tiga Sifat Penangkalnya  

Jaksa militer Libya bertanggung jawab kepada Kementerian Pertahanan pemerintah persatuan di Tripoli menegaskan telah menulis kepada komisi pemilihan untuk menuntut penundaan pencalonan Qaddafi.

Terlepas dukungan publik dari sebagian besar faksi Libya dan kekuatan asing untuk pemilihan pada 24 Desember, pemungutan suara tetap diragukan karena entitas saingan masih bertengkar tentang aturan dan jadwal. 

 

Sebuah konferensi besar di Paris pada Jumat (12/11) sepakat untuk memberikan sanksi kepada siapa pun yang mengganggu atau mencegah pemungutan suara. Namun, masih belum ada kesepakatan tentang aturan untuk mengatur siapa yang boleh mencalonkan diri. 

Pemilihan Presiden Libya dianggap sebagai momen penting dalam proses perdamaian yang didukung PBB. Terutama untuk mengakhiri konflik yang telah berlangsung sekitar satu dekade. Konflik ini telah merusak stabilitas Mediterania sejak pemberontakan yang didukung NATO terhadap Muammar Qaddafi pada 2011. 

Saif al-Islam al-Qaddafi kemungkinan akan memainkan nostalgia ketika era sebelum pemberontakan yang didukung NATO pada 2011, yang menjatuhkan ayahnya dari tampuk kekuasaan.  

Sejauh ini era Qaddafi masih dikenang sebagian besar orang Libya sebagai salah satu otokrasi yang keras. Sementara Saif al-Islam Qaddafi dan tokoh-tokoh rezim sebelumnya telah keluar dari kekuasaan dalam waktu lama sehingga mereka mungkin menemui kendala untuk memobilisasi dukungan. 

Saif al-Islam Qaddafi tetap menjadi rahasia bagi banyak orang Libya. Dia ditangkap pada 2011 di wilayah Pegunungan Zintan. Sejak saat itu, dia menghilang dari hadapan publik. 

Qaddafi diadili secara in absentia pada 2015 oleh pengadilan Tripoli. Ketika itu, dia muncul dalam pengadilan melalui tautan video dari Zintan. Saif al-Islam Qaddafi merupakan lulusan London School of Economics dan fasih berbahasa Inggris. Dia merupakan wajah Libya yang dapat diterima dan dikenal ramah di Barat.  

Baca juga: Kian Dalami Islam, Mualaf Thenny Makin Yakin Kebenarannya

Ketika pemberontakan pecah pada 2011, Saif al-Islam Qaddafi  memilih untuk setia kepada keluarga dan klannya di Libya daripada persahabatannya di Barat.  “Kami berjuang di sini di Libya, kita mati di sini di Libya," ujarnya. 

Sejak ditangkap pada 2011, Saif al-Islam al-Qaddafi  menghilang dari hadapan publik. Awal tahun ini, diamelakukan wawancara kepada New York Times. Namun, dia belum tampil dan berbicara secara langsung kepada publik Libya.   

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler