Kongo Deklarasikan Berakhirnya Wabah Ebola
Virus ebola pertama kali ditemukan di dekat Sungai Ebola pada 1976.
REPUBLIKA.CO.ID, BRAZZAVILLE -- Pihak berwenang Republik Demokratik Kongo pada Kamis (16/12) mendeklarasikan berakhirnya wabah ebola. Wabah ini muncul pada awal Oktober di provinsi Kivu Utara, yang menginfeksi 11 orang, dan menewaskan enam orang.
Kongo mengumumkan wabah ebola yang ke-13 pada 8 Oktober di wilayah Beni. Hal ini memicu kekhawatiran terulangnya epidemi ebola pada 2018-2020 yang menewaskan hampir 2.300 orang di wilayah yang sama.
“Selamat kepada petugas kesehatan di zona kesehatan Beni yang telah mengatasi epidemi ini,” kata Menteri Kesehatan Kongo, Jean-Jacques Mbungani.
Virus ebola pertama kali ditemukan di dekat Sungai Ebola pada 1976. Virus ini menyebabkan muntah dan diare cukup parah. Virus tersebut menyebar melalui kontak dengan cairan tubuh.
Otoritas kesehatan telah memvaksinasi lebih dari 1.800 orang menggunakan vaksin ERVEBO yang baru-baru ini dilisensikan oleh Merck. “Selama wabah ini, Republik Demokratik Kongo mampu membatasi infeksi yang meluas dan menyelamatkan nyawa. Pelajaran penting sedang dipelajari dan diterapkan dengan setiap pengalaman wabah,” kata Direktur WHO Wilayah Afrika, Matshidiso Moeti.
Moeti mengatakan, laju wabah ebola dapat ditekan melalui pengawasan penyakit yang lebih kuat dan keterlibatan masyarakat. Keberhasilan menangani wabah ebola didukung oleh vaksinasi yang memenuhi target, dan respons yang cepat.
Pada Februari lalu, Guinea melakukan pelacakan terhadap orang-orang yang melakukan kontak dengan pasien ebola. Menteri Kesehatan Remy Lamah mengatakan, pemerintah akan segera mengirimkan vaksin ebola ke daerah yang terkena dampak.
Lamah mengatakan, Guinea saat ini telah melangkah lebih maju dan memiliki pengalaman dalam menangani wabah ebola. Sebelumnya pada 2013-2016, Guinea masih gagap dalam menghadapi wabah ebola yang dapat menyebabkan pendarahan hebat dan kegagalan organ serta kematian.
“Pada 2013, kami butuh waktu berbulan-bulan untuk memahami bahwa kami sedang menghadapi epidemi ebola, sementara kali ini, dalam waktu kurang dari empat hari kami dapat melakukan analisis dan mendapatkan hasilnya. Tim medis kami terlatih dan berpengalaman. Kami memiliki cara untuk segera mengatasi penyakit ini," kata Lamah.
Wabah ebola dimulai setelah pemakaman seorang perawat di Guinea tenggara pada 1 Februari. Dia diperkirakan menderita ebola dan tujuh orang yang menghadiri pemakamannya dinyatakan positif ebola. Pihak berwenang mengatakan, tiga orang diantaranya telah meninggal dunia.
“Yang paling mengkhawatirkan kami adalah bahaya penyakit yang kami alami lima tahun lalu. Kami tidak ingin menghidupkan kembali situasi seperti itu," kata Lamah.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperingatkan wabah di Guinea dan Kongo mewakili risiko regional. Perwakilan WHO di Guinea, Georges Ki-Zerbo mengatakan, dia telah meminta otorisasi untuk mendapatkan dosis vaksin sebanyak mungkin.
Ki-Zerbo menambahkan, ada beberapa kendala dalam mengirimkan vaksin ke Guinea dengan cepat. Tetapi pihak berwenang sedang menangani masalah tersebut, agar vaksin dapat tersedia pada minggu depan sesuai target.
Organisasi internasional termasuk Komite Palang Merah Internasional, Medecins Sans Frontieres dan badan amal medis ALIMA telah mengirim tim tanggap cepat ke wilayah Guinea untuk membantu mengatasi wabah ebola. Pada 2013-2016, wabah ebola telah menewaskan 11.300 orang. Sebagian besar terjadi di Guinea, Sierra Leone dan Liberia.
“Ada harapan bahwa dengan alat-alat baru dan pengalaman serta pelajaran yang didapat, ini mungkin bisa bekerja lebih baik kali ini,” kata Ki-Zerbo.