Aktivis Peringatkan Terjadinya Genosida Muslim di India
Pendiri Genocide Watch mengatakan ada tanda dan proses awal genosida terhadap Muslim.
REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Serangan kekerasan terhadap muslim di India terus meningkat. Seiring dengan peningkatan kekerasan dan diskriminasi ini, genosida Muslim di India diramalkan akan terjadi.
Seorang pakar bahkan pernah meramalkan akan terjadi genosida Tutsi di Rwanda, beberapa tahun sebelum benar-benar terjadi pembantaian pada 1994. Pendiri Genocide Watch Gregory Stanton mengatakan, selama selama briefing kongres AS, ada tanda dan proses awal genosida di negara bagian Assam dan Kashmir yang dikelola India.
Peringatan itu lahir seiring meningkatnya kekerasan dan diskriminasi terhadap Muslim di India. "Kami memperingatkan genosida bisa saja terjadi di India," kata Stanton, dilansir dari Al Araby, Rabu (19/1).
Dia berbicara atas nama LSM yang ia luncurkan pada 1999 untuk memprediksi, mencegah, menghentikan, dan meminta pertanggungjawaban atas kejahatan tersebut. Klaimnya muncul setelah kelompok Hindutva mengadakan acara keagamaan di kota Haridwar di negara bagian Uttarakhand menyerukan genosida dan kekerasan terhadap Muslim dan minoritas lainnya atas nama melindungi agama Hindu.
Seorang pembicara mengatakan kepada orang banyak bahwa orang tidak perlu khawatir masuk penjara karena membunuh Muslim dalam pertemuan yang berlangsung antara 17 dan 19 Desember 2021. Awal bulan ini, sebuah aplikasi dibuat dengan tujuan melelang wanita Muslim dalam kasus pelecehan komunal.
Stanton juga mengutip pencabutan status otonomi khusus Kashmir yang dikelola India pada 2019. Kebijakan ini melucuti warga Kashmir dari posisi khusus yang mereka miliki selama tujuh dekade. Ada pula Amendemen Undang-Undang Kewarganegaraan pada tahun yang sama, yang memberikan kewarganegaraan kepada minoritas agama, tetapi mengecualikan Muslim.
Genocide Watch mulai memperingatkan akan terjadinya genosida di India pada 2002, ketika kekerasan antarkomunal selama tiga hari di negara bagian Gujarat di bagian barat mengakibatkan pembunuhan lebih dari 1.000 Muslim. Sekitar 14 persen dari 1,4 miliar penduduk India adalah Muslim, sementara 80 persen adalah Hindu.
Partai BJP (Partai Bharatiya Janata) tempat Perdana Menteri Narendra Modi bernaung dianggap menjadi biang kerok yang mendorong penganiayaan terhadap Muslim dan minoritas lainnya, oleh nasionalis Hindu garis keras sejak Modi berkuasa pada 2014.
Seorang analis mengatakan Hindu Mahasabha berada di ujung tren yang lebih luas di India. Meskipun kelompok ini tidak secara langsung terkait dengan Partai Bharatiya Janata (BJP) Modi, kondisi ini telah memberi mereka dukungan diam-diam dan membuat mereka semakin berani, kata para analis.
Di sisi lain, analis mengkhawatirkan eskalasi kondisi ini menimbulkan bahaya serius bagi minoritas, terutama Muslim. Kondisi bisa bertambah buruk mengingat beberapa negara bagian India menuju momen pemungutan suara dalam beberapa bulan mendatang.
"Apa yang membuat Mahasabha Hindu berbahaya adalah fakta mereka telah menunggu saat seperti ini dalam beberapa dekade," kata asisten profesor ilmu politik di Universitas Ashoka, Gilles Verniers, dikutip di CNN, Sabtu (15/1/2022).
Didirikan pada 1907 selama pemerintahan Inggris pada saat konflik yang berkembang antara Muslim dan Hindu di negara itu, Mahasabha Hindu adalah salah satu organisasi politik tertua di India. Kelompok itu tidak mendukung pemerintahan Inggris, tetapi juga tidak mendukung gerakan kemerdekaan India yang dipimpin oleh Mohandas Karamchand Gandhi, yang sangat toleran terhadap Muslim.
Hindu Mahasabha bukan satu-satunya kelompok nasionalis Hindu sayap kanan yang mendukung sentimen kekerasan terhadap kaum liberal dan minoritas, termasuk 200 juta Muslim India yang merupakan 15 persen dari 1,3 miliar penduduk negara itu.
Namun menurut Verniers, Hindu Mahasbha adalah salah satu kelompok politik sayap kanan terbesar yang bertujuan menjadikan India tanah umat Hindu. Meski kampanye dan ide grup sudah berumur puluhan tahun, mereka sekarang lebih berani membicarakannya.
Menurut para ahli, alasan kelompok-kelompok ekstremis ini semakin tampak dan meningkat jelas karena mereka memiliki kekebalan hukum dan dukungan.
India melarang ujaran kebencian di bawah beberapa bagian dari hukum pidananya, termasuk bagian yang mengkriminalisasi tindakan yang disengaja dan jahat yang dimaksudkan untuk menghina keyakinan agama. Menurut pengacara Vrinda Grover, setiap kelompok yang menghasut kekerasan dilarang di bawah hukum India.